Pages

Thursday, April 28, 2016

AL HIKAM 116

AL HIKAM 116


مَنْ ظَنَّ انْفِكَاكَ لُطْفِهِ عَنْ قَدَرِهِ فَذَلِكَ لِقُصُورِ نَظَرِهِ

Siapa yang mengira terlepasnya hikmat karunia Allah daripada bala ujian yang ditaqdirkan oleh 
Allah, maka yang demikian itu disebabkan karena pendeknya pandangan imannya


Penjelasan :

Setiap yang dijadikan dan ditakdirkan itu mempunya maksud dan tujuan sebagaimana dinyatakan dua kali dalam kitab suci al Quran dengan ayat yang sama : Dan (ingatlah) tidaklah Kami menciptakan langit dan bumi serta segala yang ada di antaranya, secara main-main. (QS. Al Anbiya/21 : 16 / QS. ad Dukhan/44 : 38 )

Oleh sebab itu Rasulullah saw melarang umatnya untuk mencaci maki  taqdir musibah dan kejadian yang telah terjadi, sebagaimana dinyatakan dalam hadis yang  : “ Janganlah kamu menuduh Allah dengan suatu tuduhan yang tidak baik pada setiap kejadian yang sudah ditaqdirkanNya “.
Seorang mukmin harus meyakini bahwa didalam setiap musibah yang telah ditakdirkan itu pasti ada kebaikan, sebagaimana sabda Rasululah : “ Siapa yang dikehendaki Allah untuknya kebaikan maka orang tersebut akan diuji dengan musibah dan bala “ . Abu Hurairah dan Abu Said r.a. menceritakan bahwa Rasulullah bersabda : “ Tiada sesuatu yang mengenai seorang mukmin berupa penderitaan atau kelelahan, atau kerisauan hati dan pikiran melainkan itu semua akan menjadi penebus dosa bagi orang tersebut” ( riwayat Bukhari dan Muslim ).

 Ibnu Mas’ud berkata bahwa Rasulullah bersabda :” Tiada seorang muslim yang terkena musibah dan bala bencana atau penyakit atau sesuatu yang lebih ringan daripada itu melainkan Allah akan menggugurkan dosanya bagaikan daun yang gugur “ . Oleh sebab itu dalam setiap musibah terdapat hikmah kebaikan dan rahmat Allah, dan jika seseorang tidak dapat melihat kebaikan dan rahmat dalam suatu musibah, maka itu disebabkan dangkalnya pandangan orang tersebut atas musibah yang telah ditetapkan Allah kepadanya.
Iman itu mempunyai dua sendi, yaitu yakin dan sabar, sebagaimana dinyatakan oleh sahabat nabi, Syahar bin Hausyab bahwa : “ Sesuatu yang paling sedikit yang diberikan kepada kamu adalah yakin dan sabar “. Artinya di dalam melihat sesuatu kejadian kita meyakini bahwa iu semua datang dari Allah dengan penuh kebaikan dan ahmatNya, oleh sebab itu kita harus menghadapinya dengan penuh kesabaran, sebab di dalam kejadian musibah dan bencana tersebut kita akan mendapatkan pahala, mendapatkan ampunan dosa, dan kenaikan pangkat dan kedudukan di depan Allah subhana wa ta’ala. Jika kita meyakini bahwa musibah itu mendatangkan kebaikan maka kita akan bersyukur dengan bencana dan musibah tersebut. Oleh sebab itu sahabat nabi Ibnu Mas’ud berkata : “ Iman itu memiliki dua sisi, sabar dan syukur “. Diantara doa yang diajarkan nabi kepada kita adalah meminta keyakinan dan kesabaran : “ as’aluka minal yakini ma tuhawwinu alayya bihi min masaibad dunya , Aku bermohon kepada Engkau Ya Allah suatu keyakinan yang dapat memudahkan aku untuk menghadapi musibah-musibah dunia “ ( riwayat Tirmidzi ).

Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata dalam pidatonya : “ Apa yang dianugerahkan Allah kepada seorang hamba daripada nkmat, lalu dicabutnya nikmat tersebut dan digantikannya dengan sabar maka apa yang digantikan Allah tersebut (sabar ) lebih utama daripada nikmat yang dicabutNya “ kemudian dia membaca ayat : “ Sesungguhnya bagi orang yang sabar itu akan disempurnakan Allah ganjaran pahala atas kesabaran tersebut dengan balasan  pahala yang tiada terhingga “ ( QS.az Zumar : 10 ).

Diriwayatkan ada diantara orang-orang salaf ( terdahulu ) berjalan dengan membawa duit yang diletakkan di kantong bajunya. Di tengah jalan, uang tersbeut dicuri oleh seseorang, maka dia berkata : “ Semoga Allah memberikan keberkatan kepada orang yang mengambil uang tersebut, dan semoga orang itu lebih memerlukan uang itu daripada dirinya “. Demikian juga, seorang wanita, istri dari Fatah bin Syukruf al Mosuli jatuh terpeleset, sehingga tercabut kuku kakinya, kemudian dia tertawa dan bergembira. Sewaktu ditanyakan kepadanya mengapa dia bergembira dengan kejadian tersebut, dan tidak merasa sakit, maka dia menjawab : “ Sesungguhnya kelezatan pahala yang terdapat pada musibah ini menghilangkan rasa sakitnya “.

Rumaisha, Ummu Salim menceritakan : Anakku yang laki-laki meninggal dunia, sedang suamiku sedang keluar. Aku bangun berdiri dan menutup muka anakku dan kuletakkan di sudut rumah. Tak lama kemudian datanglah suamiku Abu Talhah, dan aku segera  menyiapkan makanan buka puasa untuknya. Sedang makan, suamiku bertanya : Bagaimana anak kita ? Aku menjawab : “Alhamdulillah, dia dalam keadaan baik ”. Kulihat suamiku senang dengan jawaban tersebut, kemudian aku bertanya : “ Tidakkah engkau heran dengan tetangga kita “, dan dia bertanya : “ Ada apa dengan mereka ? “. Aku menjawab : “ Mereka dipinjamkan dengan suatu pinjaman, tetapi tatkala pinjaman itu diminta kembali, ereka bersusah hati “. Suamiku menjawab : “ Itu adalah akhlak yang buruk “. Kemudian aku melanjutkan pembicaraan : “ Anak lelaki kita itu adalah pinjaman Allah kepada kita, dan sekarang Allah telah mengambilnya dan kembali kepadanya “. Suamiku segera memuji Allah dan bersikap redha dengan keadaan tersebut. Keseokan harinya suamiku menjumpai Rasulullah dan menceritakan keadaan itu, maka Rasul berdoa : “ Allahuma barik lahuma fi lailatihima…Ya Allah berikanlah berkah kepada keduanya dengan sikap mereka berdua pada malam tersebut “. Anas yang menceritakan kisah ini selanjutnya menyatakan : “ Kemudian, aku melihat kedua suami istri tersebut memiliki tujuh orang anak. Semua anak tersebut  pandai membaca al Quran “. Sahabat Jabir jga menceritakan bahwa dia pernah mendengar Rasulullah bersabda : “ Aku bermimpi masuk surga, dan dalam mimpiku tersebut aku bertemu dengan istri Abu Talhah “ ( hadis riwayat Thabrani ).

Pada suatu hari, Rasulullah ditanya: “ Apakah iman ? “,  Rasulullah bersabda : “ Iman itu adalah bersikap sabar dan suka memaafkan “.  Ali bin Abi Thalib  berkata : “Iman itu dibangun atas empat tiang, yakin, sabar, jihad, dan adil”. Kemudian Ali melanjutkan : “ sabar itu dari iman adalah sebagaimana kedudukan kepala dari badan. Tiada badan yang tidak memiliki kepala, dan tiada iman bagi orang yang tidak memiliki kesabaran “. Oleh sebab itu dalam suatu hadis, Rasulullah bersabda : “ Lakukan ibadah kepada Allah dengan penuh keridhaan. Jika kamu tidak sanggup untuk ridha, maka sabarlah kamu atas apa yang kamu tidak suka “ ( Tirmidzi ).

Seorang lelaki menjumpai ulama Sahal Tustary berkata : “ Seseorang telah ke dalam rumah dan mencuri hartaku “. Sahal menjawab : “ Bersyukurlah kepada Allah, sebab yang hilang itu hanya hartamu. Jikalau syetan yang datang dan masuk ke dalam hatimu, dan merusak tauhidmu, apakah yang dapat engkau perbuat..? “. 

Khalifah Umar bin Khattab berkata : “ Tidaklah aku mendapat bencana melainkan ada padanya empat nikmat : (1) Bencana itu bukan bencana yang merusak agamaku, (2) Tiada terjadi bencana yang lebih besar daripadanya (3) Dengan bencana , aku mendapatkan sikap redha kepada takdirNya (4) Dengan bencana, aku bersabar dan mendapatkan pahala dari bencana tersebut.


Wallahu A’lam bis sawaab.

No comments:

Post a Comment