Pages

Saturday, February 12, 2011

ALHIKAM 11 : IKHLAS DAN KHUMUL

ALHIKAM 11 :

" TANAMLAH DIRIMU DALAM TANAH KERENDAHAN SEBAB (KHUMUL) SEBAB TIAP SESUATU YANG TUMBUH DARI SESUATU YANG TIDAK DITANAM MAKA HASILNYA TIDAK SEMPURNA HASIL. ( IBNU ATHAILLAH)


Ikhlas adalah kunci utama dalam setiap amal perbuatan. Lawan ikhlas adalah riya’. Riya adalah keinginan diri untuk dikenal dalam melakukan sesuatu perbuatan. Diantara cara untuk mengikis dan mematikan sikap riya, dan menghilangkan keinginan untuk dikenal , adalah dengan cara merendahkan diri (tawadhu) dan merasa tidak ingin dikenal ( khumul ) sewaktu kita melakukan suatu perbuatan. Dalam kitab suci al Quran dinyatakan : “ Kehidupan akhirat itu Kami berikan kepada mereka yang tidak menghendaki ketinggian dan tidak membuat kerusakan di muka bumi “ ( QS. Qashash : 83 ).
Dari Anas, menceritakan bahwa Rasulullah saw bersabda : “ Cukuplah sudah dapat diktakan suatu kejahatan, jika manusia menunjuk kepadanya dengan anak jari, tentang agama dan dunianya, kecuali orang yang dipelihara oleh Allah “ ( riwayat Baihaqi ).
Dalam hadis yang lain juga dinyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda : “ Cukuplah menjadi suatu kejahatan, jika manusia menunjuk kepadanya dengan anak jari, tentang agama dan dunianya. Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupanya, akan tetapi Dia memandang kepada hati dan amap perbuatanmu “ ( Thabrani dan Baihaqi ).
Dalam hadis Qudsi, Rasulullah bersabda : “ Allah berfirman : sesungguhnya waliKu yang paling aku suka adalah hamba yang mukmin, sedikit harta, mempunyai kesenangan hati dengan shalat, selalu memperbaiki ibadahnya kepada Alah, dan selalu mentaatiNya walaupun dalam keadaan tersembunyi. Dia tertutup daripada manusia, tidak ditunjukkan kepadanya dengan anak jari, kemudian dia bersabar atas yang demikian “ ( riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah ).
Umar bin Khattab masuk ke dalam masjid dan melihat Muaz bin Jabal sedang menangis, maka dia bertanya : Wahai Muadz, mengapa engkau menangis ? Muadz menjawab : “ Aku mendengar Rasulullah saw bersabda : “ Sedikit daripada riya itu merupakan syirik. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertaqwa yang menyembunyikan amal perbuatannya. Mereka itu jika tidak ada (ghaib) maka orang tidak mencarinya. Jika mereka ada, orang tidak mengenalnya dan menghiraukannya. Hati mereka merupakan lampu petunjuk dan , mereka terlepas dari setiapkegelapan dunia “ ( Thabrani ).
Dalam hadis yang lain dikatakan : “ Apakah kalian mau aku tunjukkan penghuni syurga. Mereka itu adalah orang-orang yang lemah dan dipandang rendah, padahal jika dia bersumpah dengan nama Allah, maka Allah akan segera mencurahkan kebaikan kepadanya. Sedangkan penghuni neraka adalah setiap orang yang sombong dan angkuh dalam gerak-geriknya “ ( riwayat Bukhari dan Muslim ).
Rasulullah saw bersabda : “ Banyak orang yang rambutnya kusut, badannya berdebu, mempunai pakain yang buruk, tidak diperdulikan orang. Jikalau dia bersumpah kepada Allah, niscaya Allah anugerahkan dia kebaikan, dan diantara mereka adalah Barra bin Malik “ ( Hadis riwayat Muslim ). Dalam hadis yang lain disebutkan : “ Banyak orang yang berpakaian buruk, yang tidak diperdulikan orang. Jika ia bersumpah kepada Allah, niscaya Allah mencurahkan nikmat kepadanya. Jika dia berdoa : Ya Allah, sesungguhnya aku memohon surge kepadaMu “, niscaya Allah akan mengabulkannya. Dan tidak dianugerahkan Allah kepadanya sedikitpun daripada kekayaan dunia “. ( Riwayat Ibnu Abiddunya ).
Abu Hurairah menceritakan dalam suatu majlis, Nabi Muhammad saw berkata kepada sahabat-sahabatnya : Besok akan datang salah seorang penghuni syurga yang shalat bersama kamu. Abu Hurairah berkata dalam hatinya : “ Aku berharap orang itu adalah saya. Maka pagi-pagi hari saya shalat di belakang Rasulullah dan terus berada di majlis walaupun orang lain segera pulang. Tidak lama kemudian datanglah seorang hamba berkulit hitam berkain compang camping datang berjabat tangan dengan Rasulullah sambil berkata : “ Ya Rasulullah, doakan agar aku mati syahid “. Nabi berdoa untuknya. Setelah itu orang itupun pergi. Kami (sahabat ) mencium aroma wangi dari badannya. Kemudian kami bertanya : Siapakah orang itu ya Rasulullah. Rasul menjawab : Dia itu hamba sahaya dari Bani Fulan. Abu Hurairah berkata : “ Mengapa engkau tidak memerdekakannya ?. Nabi menjawab : Bagaimana saya dapat memerdekakannya sedangkan Allah telah menjadikannya salah seorang raja di dalam syurga nanti “. Kemudian nabi berkata : “ Hai Abu Hurairah sesungguhnya Allah sayang kepada makhluknya yang hati suci (ikhlas) , walaupun datang dengan rambutnya kusut, kempis perutnya kecuali dari makanan yang halal, sehingga apabila dia masuk menghadap raja, dia tidak diizinkan, dan apabila dia akan meminang wanita bangsawan , tidak akan diterima, bila dia tidak ada, maka dia tidak dicari, dan bila dia ada, dia tidak dihiraukan, bila dia sakit, tidak dikunjungi orang, bahkan bila dia mati, tidak banyak orang yang akan melayat kematiannya “. Sahabat bertanya : “ Tunjukkan kepada kami serang dari mereka “. Nabi menjawab : Uwais al Qarni, seorang yang berkulit coklat, mempunyai bahu yang lebar, selalu menundukkan kepala sambil membaca al Quran, tidak terkenal di bumi, tetapi terkenal di langit, andaikan dia meminta sesuatu kepada Allah, segera dikabulkan. Hai Umar dan Ali, jika kamu bertemu dengannya, mintalah kepadanya supaya membaca istighfar untukmu “.
Uwais Al Qarni adalah seorang pemuda yang telah masuk Islam di masa Rasulullah, hanya dia masuk Islam melalui dakwah yang disampaikan oleh sahabat yang datang ke Yaman. Uwais sangat rajin mendlami agama, dan melaksanakan ibadah, walaupun dia belum pernah berjumpa dengan Rasulullah. Dia sangat ingin dapat berkunjung ke Madinah untuk berjumpa Rasulullah. Pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaann Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi dirumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”.Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang.
Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”. Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru. Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya.
Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anakyangtaatkepadaibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rosulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rosulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudahitubeliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat.

Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk
membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut,siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?”
Uwais kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”. Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”.
Sikap tidak ingin dikenal, merupakan cara untuk mendapatkan kesempurnaan ikhlas. Pada suatu hari, banyak orang berjalan di belakang Ubay bin Ka’ab. Tiba-tiba khalifah bin Umar melihat keadaan demikian, maka dia segera mengambil cemeti mengusir orang-orang yang mengikuti sahabat Ubay tadi. Melihat sikap Umar, ada sahabat bertanya : Wahai Umar, apa yang kau lakukan ini ? Umar menjawab : Keadaan ini (mengikuti seseorang sahabat ) dapat menjadi kehinaan bagi yang mengikuti dan menjadi bencana (fitnah ) bagi orang yang diikuti “.
Ibnu Muhairiz berkata : “ kalau engkau sanggup untuk mengenal dan engkau tidak dikenal, engkau berjalan dan orang tidak berjalan kepada engkau, engkau bertanya dan engkau tidak ditanya, maka buatlah yang demikian “.
Ali bin Abi Thalib berkata : “ Engkau member dan engkau tidak termasyhur (terkenal). Dan jangan engkau mengangkat diri engkau supaya engkau disebut orang. Belajarlah dan sembunyikanlah dan diamlah, niscaya engkau selamat.”.
Wallhu A’lam.
*Disampaikanoleh Muhammad Arifin Ismail dalam pengajian Ummahatul Muslimah, Condo Bestari, Kuala Lumpur, Jumat 9 Februari 2011.