Pages

Monday, January 11, 2010

KONSEP NAMA ALLAH DALAM ALQURAN

1. Nama Allah

Allah adalah nama Tuhan yang mulia ( ismul Jalalah ) dengan sifat-sifat yang sempurna, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab suci AlQuran.

Lafaz ”Allah” bukan bahasa Arab disebabkan :
- nabi Adam dan nabi-nabi sebelum orang arab menyebut Tuhan mereka dengan nama Allah.
- Lafadz Allah tidak memiliki akar kata ( root word ) dalam bahasa Arab.
- Tuhan dalam bahasa Arab disebut dengan ” ilah ” ( god ) dan jika dalam bentuk khas disebut dengan ” al -Ilah ” ( The God ).

Nama Allah disebutkan oleh Tuhan sendiri, bukan buatan manusia sebagaimana Allah nyatakan dalam surah Taha (20) : 14

” Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku ”.

Dari ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa nama ”Allah” disebutkan oleh Tuhan itu sendiri ” Sesungguhnya Aku ini adalah Allah , tiada tuhan selain Aku ”. Berarti nama Allah bukan sebutan yang diciptakan oleh manusia atau nabi tetapi nama yang disebutkan oleh Tuhan itu sendiri.

Bagi orang islam, nama Tuhan bukanlah ciptaan manusia, sedangkan oang kafir menamakan Tuhannya sesuai dengan keinginannya sendiri, sebagaimana dinyatakan Allah dalam firmanNya :


Surah Yusuf/12 : 40. Kamu ( orang kafir ) tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) Nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang Nama-nama itu. keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."

Surah an Najm /53 : 23. itu tidak lain hanyalah Nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah) nya. mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan Sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka ”.

Surah Al A’raf /7 :71. Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku tentang Nama-nama (berhala) yang kamu beserta nenek moyangmu menamakannya, Padahal Allah sekali-kali tidak menurunkan hujjah untuk itu? Maka tunggulah (azab itu), Sesungguhnya aku juga Termasuk orang yamg menunggu bersama kamu".


2. Konsep Allah : sebagai Tuhan yang mengatur alam ( rabb ) dan sebagai Tuhan yang disembah ( Ilah ), dan memiliki sifat-sifat Asmaul Husna.

Surah Ali Imran : 62. ” Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan Sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana ”.

Surah al An’am : 102. (yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, Maka sembahlah dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu ”.

Surah Taha /20 : 8. Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang baik) “.

Surah al Hasyr : 24. Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

3. Nama Allah yang disebutkan oleh orang kafir dalam ayat Al Quran bukan Allah dalam konsep sebagai Rabb dan Ilah, tetapi Allah sebagai Rabb ( pencipta alam ) sahaja, sedangkan dalam penyembahan “ilah” mereka tidak menyembah “ Allah”.

Surah al Ankabut/29 : 61. dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).

Surah al Ankabut/29 : 63. dan Sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", Katakanlah: "Segala puji bagi Allah", tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya).

Surah Lukman/31 : 25. dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" tentu mereka akan menjawab: "Allah". Katakanlah : "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.

Surah az Zumar /39 : 38. dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: Apakah kamu tidak memikirkan apa yang kamu seru selain Allah, padahal jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaKu, Apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaKu, Apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.

Surah Zukhruf/43 : 87. Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", Maka Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah )?

Dari ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa “ Allah “ yang disebutkan oleh orang kafir bukan Allah dalam konsep yang dipahami oleh orang Islam sebagai Tuhan yang disembah dan Tuhan Pencipta Alam, dan di akhir semua ayat Allah memberikan komentar : “ dan bagaimana mereka dapat dipalingkan dari jalan sebenar “ ( Ankabut : 61 ), “ Dan mereka tidak memahaminya “ ( Ankabut : 63 ), “ Dan mereka tidak mengetahui “ ( Lukman : 25 ), “ tetapi apakah kamu memperhatikan mengapa kamu menyembah selain Allah “ ( Zumar : 38 ), Dan Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan dai menyembah Allah “ ( Zukhruf : 87 ). Dari keterangan diatas kita tidak dapat mengambil kesimpulan bahwa nama Allah itu adalah Allah yang dimaksudkan oleh orang Islam, sebab mereka hanya menyebutkan Allah sebagai pengatur alam bukan Tuhan yang disembah ( mereka memisahkan antara Tuhan pengatur alam dan Tuhan yang disembah, sedangkan dalam islam Tuhan Pengatur alam tidak dapat dipisahkan dari Tuhan yang disembah ). Ayat-ayat ini hanya menceritakan perkataan mereka yang mempermainkan nama Allah, ayat ini tidak memberikan keterangan bahwa Allah membolehkan mereka untuk menyebut nama Allah, sebab mereka telah meletakkan nama Allah bukan pada tempatnya. Oleh karena itu Allah memberikan komentar dalam setiap ayat bahwa mereka itu tidak mengetahui dan memahami apa yang mereka ucapkan

4. Kalimah Allah bagi masyarakat Arab Jahiliyah.

Kalimat Allah dibawa kepada bangsa Arab oleh nabi Ibrahim sebab beliau mendirikan Ka’bah sebagai rumah Allah ( rumah untuk menyembah Allah ), dan nama Allah dikenal oleh orang Arab dengan agama tauhid yang diajarkan oleh nabi Ibahim dan Ismail kepada anak keturunannya. Setelah meninggal nabi Ismail, pemahaman agama semakin berkurang, sebab tidak ada nabi dari kalangan orang Arab antara nabi Ismail sampai kepada nabi Muhammad saw. Oleh sebab itu pemahaman agama bangsa Arab berubah dari agama tauhid menjadi agama penyembah berhala ( jahiliyah ). Walaupun demikian, nama Allah masih berkembang dalam bahasa mereka, walaupun mereka tidak lagi mengetahui tentang konsep Tuhan Allah yang sebenarnya. Malahan mereka membuat nama Allah menjadi nama salah satu patung berhala yang ada disamping Ka’bah. Sebab itulah nama Allah yang disebutkan oleh masyarakat jahiliyah bukan Allah dalam konsep yang dipahami oleh agama Islam. Oleh sebab itu alasan bahwa orang jahiliyah dulu pernah memakai kalimat Allah tidak dapat dijadikan dasar hukum, sebab Allah itu dalam bahasa arab yang berkembang bukan Allah dalam definisi Tuhan yang dianggap sebagai Rabb dan Ilah dalam agama Islam.

5. Fatwa Kebangsaan

Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan bersidang kali ke-82 pada 5-7 Mei 2008 memutuskan “ Muzakarah bersetuju memutuskan bahawa lafaz Allah merupakan kalimah suci yang khusus bagi agama dan umat Islam dan tidak boleh digunakan atau disamakan dengan agama-agama bukan Islam yang lain. Oleh karena itu wajib bagi umat Islam menjaganya dengan cara yang terbaik dan sekiranya terdapat unsure-unsur penghinaan atau penyalahgunaan terhadap kalimah tersebut, maka ia perlu disekat mengikut peruntukan undang-undang yang telah termaktub dalam Perlembagaan Persekutuan “.

6. Penolakan umat nasrani terhadap pemakaian kalimat Allah di negeri Belanda dan di Indonesia .

Dutch bishop: Call God ‘Allah’ to ease relations
Associated Press. ( updated 11:29 a.m. ET Aug. 15, 2007)

AMSTERDAM - A Roman Catholic Bishop in the Netherlands has proposed people of all faiths refer to God as Allah to foster understanding, stoking an already heated debate on religious tolerance in a country with one million Muslims. Bishop Tiny Muskens, from the southern diocese of Breda, told Dutch television on Monday that God did not mind what he was named and that in Indonesia, where Muskens spent eight years, priests used the word "Allah" while celebrating Mass. "Allah is a very beautiful word for God. Shouldn't we all say that from now on we will name God Allah? ... What does God care what we call him? It is our problem." A survey in the Netherlands' biggest-selling newspaper De Telegraaf on Wednesday found 92 percent of the more than 4,000 people polled disagreed with the bishop's view, which also drew ridicule. "Sure. Lets call God Allah. Lets then call a church a mosque and pray five times a day. Ramadan sounds like fun," Welmoet Koppenhol wrote in a letter to the newspaper. Gerrit de Fijter, chairman of the Protestant Church in the Netherlands, told the paper he welcomed any attempt to "create more dialogue", but added: "Calling God 'Allah' does no justice to Western identity. I see no benefit in it." A spokesman from the union of Moroccan mosques in Amsterdam said Muslims had not asked for such a gesture.
Sumber : http://www.msnbc.msn.com/id/20279326/ns/world_news-europe/

Kristen di Indonesia menolak Allah untuk nama tuhan mereka.

Di akhir tahun 1990-an, di Indonesia muncul kelompok yang memuja nama Yahweh (dalam huruf Ibrani disebut tetragrammaton yang terdiri dari 4 huruf bahasa Ibrani יהוה – YHVH). Pelopornya adalah dr. Suradi dari Yayasan Nehemia yang kemudian berlindung dibelakang nama organisasi Shiraathal Mustaqien dan lalu diganti dengan nama Bet Jeshua Hamasiah, Jakarta, dan mereka menerbitkan seri traktat berjudul Siapakah Yang Bernama Allah Itu?
Pada prinsipnya kelompok ini berpendapat bahwa 'nama Allah' adalah nama dewa berhala Arab, atau tepatnya dewa bulan atau dewa air, karena itu haram disebut oleh umat Kristen dan harus dihapus dari dalam Alkitab terbitan LAI (Lembaga Alkitab Indonesia). Konsekwensi dari keyakinan ini adalah bahwa kelompok ini kemudian menerbitkan Kitab Suci Torat dan Injil (Kitab Suci 2000) yang menggunakan terjemahan LAI sebagai dasar dan mengganti semua nama Tuhan dengan Eloim atau Yahwe, dan mengganti nama-nama menjadi nama Ibrani.

Dua tahun kemudian terlihat ada kelompok yang mirip tetapi berjalan terpisah dan menamakan diri mereka sebagai Jaringan Gereja-Gereja Pengagung Nama Yahweh. Kelompok ini diilhami gerakan semacam dari Afrika Selatan dan Amerika Serikat, dan menyalahkan tradisi Yudaisme Orthodox, Septuaginta, dan Naskah PB Yunani Koine yang dianggap sudah menerjemahkan bahasa asli Alkitab yang dipercayai adalah bahasa Ibrani. Kelompok ini juga mengganti nama Tuhan dengan YAHWEH dan menerbitkan Kitab Suci Umat Perjanjian Tuhan pada tahun 2002. Kitab suci ini juga menghilangkan nama Allah dan menggantikannya dengan Tuhan dan nama TUHAN/Tuhan dengan YAHWEH. Ada juga Nafiri Yahshua Ministry yang menerbitkan traktat-traktat dan buletin dengan tokohnya Teguh Hindarto dan mendirikan Gereja Alkitab Injili Nusantara di Kebumen. Pada prinsipnya, pendapat mereka sama dengan yang di atas, yaitu bahwa nama Allah adalah nama berhala Arab dan harus disingkirkan dari Alkitab dan agar nama YAHWEH dan 'ELOHIM-lah yang digunakan.

Menyinggung nama Allah, tidak bisa diabaikan adanya kelompok lain yang dipelopori Posma Situmorang yang menolak nama Allah yang dianggap nama berhala dan menekankan bahwa nama Bapa adalah Yesus, nama Anak adalah Yesus, dan nama Roh Kudus adalah Yesus juga. Yang menarik dari kelompok ini adalah bahwa kelompok ini menganggap bahwa nama YAHWEH sebenarnya adalah nama berhala juga!
(sumber : situs sarapan pagi.com )

Sunatullah Hijrah


“Sesungguhnya aku akan berpindah ke tempat yang diperintahkan Tuhanku
( Surah Al Ankabut : 26 )

Secara bahasa, hijrah berasal dari kata-kata “ ha-ja-ra ” yang berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain atau dari suatu keadaan kepada keadaan yang lebih baik. Dalam kajian sejarah hijrah bagi ummat Islam adalah peristiwa yang sangat mulia dimana nabi Muhammad saw berpindah dari kota kelahirannya Makkah al Mukarramah ke Madinah. Hijrah merupakan sunatullah bagi mereka yang menginginkan hidup lebih baik. Jika kita menelusuri sejarah perjalanan ummat manusia maka kita akan dapat melihat bahwa hijrah tersebut merupakan untaian sejarah yang diperlukan bagi perkembangan hidup manusia. Nabi Adam berhijrah dari Surga ke atas permukaan bumi untuk mengemban amanat khalifah. Nabi Nuh berhijrah dengan kapal yang menyelamatkan beliau dan pengikutnya dari bencana banjir. Nabi Ibrahim berhijrah dari negeri Babilonia ke negeri Mesir dan negeri Palestina. Nabi Ismail hijrah dari negeri Palestina ke kota Makkah. Nabi Musa hijrah dari Mesir ke negeri Palestina. Nabi Yusuf hijrah dari Palestina ke negeri Mesir.

Dalam Kitab suci al Quran kita dapati sekian banyak ayat yang mengandung kata-kata hijrah. Diantaranya : “ Bangunlah orang yang berselimut, lalu berilah peringatan dan agungkanlah Tuhanmu, bersihkanlah pakaianmu dan tinggalkan segala perbuatan dosa “ ( Surah Al Muddasir : 1-5). Dari ayat ini dapat kita simpulkan bahwa hijrah juga dapat berarti meninggalkan perbuatan dosa. Di ayat yang lain dinyatakan “ Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ( orang kafir ) ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik “ ( Surah Al Muzammil: 10 ) . Dari ayat ini hijrah berarti kita harus dapat menjauhi kawan dan lingkungan yang tidak baik dan mencari lingkungan yang lebih baik dengan cara yang baik dan bijaksana.

Dalam surat AlAnkabut, Nabi Ibrahim berkata : “Sesungguhnya aku akan berpindah ke tempat yang diperintahkan Tuhanku “( Surah Al Ankabut : 26 ). Dari ayat ini jelas bahwa hijrah adalah suatu usaha untuk melakukan sesuatu yang diperintahkan oleh Tuhan. Dalam ayat yang lain disebutkan : “ Mereka (orang kafir ) ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, dan kamu akan sama dengan mereka. Maka janganlah kamu menjadikan mereka sebagai penolongmu hingga mereka berhijrah pada jalan Allah “ ( Surah Annisa : 89 ). Dari ayat ini jelas disebutkan orang kafir akan selalu berusaha menjadikan ummat Islam agar mempunyai sikap hidup, tradisi, budaya, cara berpikir, cara bekerja, cara berdagang, cara berpakaian, cara hidup yang sama dengan cara dan pola mereka.

Jika kita melihat dan memperhatikan kondisi pada saat sekarang ini, bagaimana hebatnya pengaruh barat dalam kehidupan muslim sehinga cara berpikir, gaya hidup dan budaya ummat Islam sama dengan cara berpikir mereka, gaya hidup dan budaya bukan islam. Kita disibukkan oleh hidup keduniaan dengan memakai gaya hidup materialis ( hanya mementingkan materi ) , atau gaya hidup hedonis ( berbuat sesuai dengan hawa nafsu ) dan tidak pernah memikirkan bahwa di akhirat nanti masih ada kehidupan yang lebih abadi. Kegiatan sehari-hari telah terpisah dari nilai - nilai agama ( hidup sekular ) dan sehingga agama hanyalah urusan individu belaka. Kita berekonomi dengan gaya kapitalis yang penuh dengan unsur riba, dan tanpa memperdulikan nilai-nilai agama dan moral. Mereka yang kaya terus bertambah kaya dan yang miskin tetap dibiarkan miskin; tidak ada perhatian si kaya kepada si miskin. Harta adalah milik mutlak pribadi dan tidak lagi mempunyai unsur sosial apalagi unsur ibadah. Nilai-nilai akhlak dan moral tidak lagi menjadi dasar dalam bertindak, tetapi yang menjadi dasar adalah nilai keuntungan dan manfaat.

Dalam bekerja yang menjadi tujuan utama adalah uang, karier, popularitas. Mencari ilmu juga dengan tujuan sekular, agar nanti dapat kerja, kedudukan, titel dan lain sebagainya. Hubungan keluarga, antara anak dan bapak hanya sekedar hubungan darah, sehinga rumah hanya tempat tinggal, bukan tempat mendapatkan ketenangan hidup. Hubungan kekeluargaan tidak lagi mempunyai nilai spiritual , sehingga boleh jadi seorang anak tidak akan peduli dengan kematian orangtuanya, dan seorang bapak tidak lagi peduli dengan kemaksiatan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Dalam berpakaian mereka tidak lagi memperdulikan masalah aurat, atau perasaan malu.. Busana hanyalah hiasan dan fashion belaka bukan sebagai penutup aurat. Dalam makanan mereka memakan apa saja yang penting enak dan bermanfaat tanpa memikirkan halal atau haram. Dalam bermasyarakat mereka menjadi insan individualis, sehingga boleh jadi seorang kaya tidak lagi mengenal siapakah nama dan bagaimanakah keadaan tetangga yang berada disamping rumahnya. Dia hanya mengenal kenal teman dan kolega bisnis atau orang-orang tertentu yang dapat menunjang karier dan bisnisnya. Tetangga sebelah rumahnyapun tidak dapat datang lagi bersilaturrahmi ke rumahnya karena di pintu rumahnya ada anjing galak atau petugas keamanan dengan penampilan yang tidak ramah. Ini adalah beberapa bentuk sikap hidup yang tanpa sadar telah banyak mempengaruhi sikap hidup ummat Islam.

Inilah sebabnya setiap pergantian tahun kita namakan dengan tahun hijrah, sehingga dapat melihat batas-batas keimanan dan kekafiran dalam hidup setahun yang lalu sehingga dapat merubah cara hidup itu kepada yang lebih islami. Inilah makna hijrah . Hijrah dari kondisi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, kepada cara dan pola hidup yang lurus dengan niat hanya mencari keridhaan Ilahi. Hijrah berarti juga usaha untuk mengembangkan potensi diri agar diri lebih baik sehingga dapat mengemban amanat khalifah di muka bumi. Hijrah dalam karier berarti berusaha untuk meningkatkan karier . Hijrah dalam ilmu juga berarti berusaha untuk mencari ilmu yang lebih banyak. Hijrah dalam harta berarti berusaha mencari kekayaan yang lebih banyak. Perubahan sikap itu harus dilakukan dengan niat yang benar, karena Allah. Itulah sebabnya hadis hijrah diletakkan dalam hadis niat sebagaimana sabda Rasul: “ Sesungguhnya setiap pekerjaan itu akan dinilai sesuai dengan niat dan motivasi dalam melakukannya. Oleh karena itu setiap orang akan mendapat balasan ataupun hasil sesuai dengan niat dan motivasinya tersebut. Maka barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa yang melakukan hijrah karena mencari dunia atau mencari wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya akan sesuai dengan apa yang diniatkann“.

Dari hadis ini dapat disimpulkan bahwa niat dan motivasi berbuat adalah ukuran dari segalanya. Niat dan motivasi tersebut biasanya berdasarkan pada tiga hal. Pertama, hidup dan berbuat sesuatu dengan niat dan tujuan mencari kepuasaan keduniaan seperti mencari populeritas, mencari kedudukan, mencari kekayaan, dan lain sebagainya. Inilah sikap seorang materialis. Kedua, ada lagi manusia berbuat bukan mencari populeritas, kedudukan atau pangkat tetapi mencari kepuasan hawa nafsu, seperti untuk bersenang-senang , berfoya-foya, dan lain sebagainya. Inilah yang dinamakan hidup hedonis, yaitu hidup hanya untuk mencari kesenangan dan kepuasan belaka. Yang ketiga adalah hidup dan bekerja dengan niat mencari keridhaan Allah dengan cara menjalani petunjuk-Nya dan mengikuti cara hidup yang telah dicontohkan oleh rasul-Nya Muhammad saw. Inilah cara hidup seorang muslim.

Dari keterangan di atas, mari kita teliti cara hidup kita selama ini. Sudahkah kita hidup, bekerja, berkeluarga, mendidik anak, memberi makan anak, berdagang, berkarya, berkarier, belajar, mencari ilmu, menjadi guru, mengajarkan ilmu, menjadi ustadz, menjadi direktur, menjadi ayah, menjadi ibu, menjadi isteri, menjadi pemimpin, menjadi pengurus, menjalankan ibadah shalat, menunaikan zakat, menunaikan rukun haji, mendatangi majlis pengajian, menjadi dosen, menikah, berpakaian, berpenampilan, benar-benar dengan niat mencari keridhaan Allah, dengan niat menjalankan sunnah Rasulullah, atau karena mencari kepuasan materi dan hawa nafsu..? Sudah selayaknya setiap kita memasuki bulan Muharram di awal tahun hijriyah kita mengadakan hijrah dalam niat dan motivasi dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, sebagaimaan dikatakan oleh Umar bin Khatab : Hijrah adalah sesuatu yang memisahkan antara kebenaran dan kebatilan “. Selamat Tahun Baru Hijrah.

SIKAP MUSLIM TERHADAP WAKTU


“ Sesungguhnya bilangan bulan disisi Allah ialah dua belas bulan “
( QS. At taubah : 36 )

Dalam setiap pergantian waktu, hari,bulan dan tahun, sebagai muslim kita perlu mengingat wasiat rasulullah mengenai waktu sebagaimana yang dinyatakan dalam sebuah hadis : ‘ Tidak akan datang suatu hari, kecuali hari itu akan berkata-kata kepada seluruh manusia : “ Wahai anak cucu Adam, aku adalah hari baru bagimu..Aku ini akan menjadi saksi atas semua perbuatan yang kamu lakukan. Oleh sebab itu jadikanlah aku sebagai bekal hidupmu, sebab jika aku telah berlalu, maka aku tidak akan pernah kembali lagi sampai hari kiamat kelak “. Hadis dengan makna diatas diriwayatkan oleh Baihaqi dan Dailami.

Begitu tingginya nilai waktu bagi kehidupan, sehingga dalam Al Quran kita akan mendapati bahwa Allah bersumpah dengan waktu seperti “ wallaili “ ( demi waktu di malam hari ), “wan-nahaari “ ( demi waktu siang ), “ Wal fajri “ ( demi waktu fajar di pagi hari ), “ wa-dhuhaa “ ( demi waktu duha, yaitu waktu matahari sedang naik ), dan “wal ahsri “ ( demi waktu ). Dalam menafsirkan surah wal –Ashri tersebut Imam Fakhruddin Ar razi menyatakan bahwa : Allah subhana wa taala bersumpah dengan waktu karena di dalam waktu terdapat beberapa keajaiban, terdapat kesenangan dan kesusahan, kesehatan dan rasa sakit, serta kekayaan dan kemiskinan. Juga disebabkan karena nilai dan harga waktu tidak dapat ditandingi oleh apapun jua. Itulah sebabnya Allah taala bersumpah dengan waktu

Waktu adalah nikmat Allah yang tak ternilai harganya , tapi sayang banyak manusia yang tidak dapat mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya sebagaimana dinyatakan oleh sebuah hadis : “ Dua kenikmatan yang banyak dilalaikan orang yaitu kesehatan dan kesempatan “. hadis riwayat Bukhari, Tirmidzi dan Ibnu Majah. Oleh sebab itu dalam beribahasa Arab dikatakan: Waktu itu laksana pedang, jika anda tidak menggunakannya dengan baik, maka ia akan memotong anda “. Berarti kalau waktu kita pergunakan dengan baik berarti kita menang, dan jika kita membiarkannya berlalu begitu saja maka kita telah kalah. Dengan kata lain, apabila anda tidak siap untuk mengambil manfaat dalam setiap kesempatan, maka anda akan binasa sebagaimana binasanya orang yang ditebas oleh sebilah pedang.

Imam Hasan AlBanna menyatakan: ‘ Ramai orang mengatakan bahwa waktu itu adalah emas. Pendapat ini benar dan beralasan, apabila ditinjau dari nilai sesuatu benda, karena mereka tidak dapat mengukur sesuatu yang ada kecuali dengan sesuatu benda. Padahal, sebenarnya waktu lebih berharga daripada emas karena waktu itu adalah suatu kehidupan. Emas kadang-kadang boleh hilang dan kita masih dapat mencari penggantinya atau mendapatkan sesuatu yang lebih banyak daripada yang hilang. Sedangkan waktu, apabila telah pergi, maka mustahil dapat kembali lagi atau dapat dikembalikan lagi, itulah sebabnya waktu itu lebih berharga daripada emas, intan, berlian, dan permata lainnya, karena waktu itu adalah kehidupan. Oleh karena waktu adalah kehidupan, maka dapat dikatakan bahwa membuang dan mensia-siakan waktu berarti membuang mensia-siakan kehidupan kita sendiri. Orang yang lalai , maka waktunya akan berlalu dan waktu itu tidak dapat diulang lagi sebab tidak mungkin hari kemarin diputar dan dijadikan hari ini.
Lihat saja bagaimana mereka yang menghabiskan waktunya dengan permainan video game, main catur, duduk-duduk di warung , di diskotik, di pinggir jalan, itu hanyalah menghabiskan waktu tanpa sesuatu yang bermanfaat. Ada lagi mereka yang membuang waktu dengan membaca majalah picisan, novel-novel fiktif, nonton filem , sinetron, telenovela, sebagaimana yang banyak dilakukan oleh kaum wanita di rumah-rumah, bukankah itu semua membuang waktu mereka dengan kegiatan yang tidak memberikan manfaat bagi keperluan dunia maumun untuk kebaikan di akhirat. Mengapa waktu itu tidak diperguanakn untuk kegiatan yang lebih positip ataupun yang bersifat produktif..? Padahal ajaran agama kita menyuruh kita agar memakai waktu dengan amal ibadah, atau amal saleh, atau amal jariyah.

Sudah waktunya sebagai muslim, kita merobah cara hidup dari hidup dengan santai, penuh hiburan dan permainan menjadi hidup yang penuh dengan pekerjaan yang positip dan produktif, baik untuk kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. Sudah sewajarnya kita selalu bertanya ; ‘ Apa yang telah saya lakukan dalam mengisi waktu saya setiap hari..? Sudahkan saya pergunakan untuk menjaga kesehatan, untuk menambah harta kekayaan, untuk menambah ilmu pengetahuan, untuk membantu orang lain, atau untuk sesuatu yang bermanfaat baik bagi diriku maupun bagi orang lain.. “.

Amir bin Abdul Qais, seorang ulama yang zuhud pada suatu hari didatangi seseorang yang memintanya untuk bercerita, maka beliau menjawab : “ Hentikan dahulu matahari itu. Tahanlah agar ia tak bergerak, hingga aku sempat untuk bercerita kepadamu, sebab waktu akan terus bergerak dan apa yang telah aku lakukan tidak akan pernah kembali. Maka apabila ada suatu kerugian, niscaya kerugian itu tidak boleh diganti dan ditukar, karena setiap waktu itu mempunyai bagian-bagian tersendiri “. Oleh karena itu sahabat nabi yang bernama Abdullah bin Mas’ud berkata : “ Saya tidak pernah menyesali suatu hal, seperti penyesalan saya atas hari yang telah berlalu, dimana umurku telah berkurang dan aku tidak sempat menambah amal baikku “.

Oleh sebab itu Nabi berpesan : “ pergunakanlah waktu kosongmu sebelum datang waktu sibukmu “, malahan beliau telah mengajari kita agar selalu berdoa setiap pagi dan petang dengan doa : Allahumma inni a’udzubika minal ajzi wal kasal “, Ya Allah aku berlindung kepadamu daripada lemah dan malas. Oleh sebab itu itu sebagai seorang muslim sepatutnya menghindar dari sifat malas karena malas itu laksana syetan yang haru kita jauhi, sehingga kita disuruh untuk meminta perlindungan kepada Allah subhana wataala. Imam Ibnu Jauzi berkata : “ Malas adalah teman yang paling buruk, dan suka bersantai-santai dapat mewariskan penyesalan yang luar biasa “. Seorang muslim harus waspada daripada sifat malas dan santai, atau melakukan sesuatu yang tidak berguna, sebab sifat seorang mukmin adalah : “orang yang berpaling dari perkara yang tidak berguna “ ( QS.AlMukminun : 3 ) “ Dan apabila mereka berjalan di depan perkara yang tidak berguna, maka mereka berjalan dengan penuh kemuliaan “( QS. Al Furqan : )

Seorang muslim juga tidak perlu takut lelah, karena jika seorang muslim bekerja dengan sekuat tenaga, maka butiran keringat akan bernilkai pahala disisi Allah subhana wa taala. Dalam sebuah hadis Rasulullah bersabda : “ Allah sangat senang kepada seorang hamba apabila bekerja sampai merasa kelelahan “. Dengan kelelahan bekerja disana terdapat kecintaan daripada Allah Taala. Itulah sebabnya Umar bin Khattab sangat membenci orang yang tidak bersemangat dalam bekerja dengan katanya : “ Aku sangat membenci seseorang yang tidak mempunyai semangat dalam mencari kemaslahatan dunia dan akhirat “.

Memasuki tahun dua ribu sepuluh ini sudah sepatutnya masyarakat muslim merobah cara hidup. Dari cara hidup malas, hidup santai, hidup berleha-leha, dirobah menjadi cara hidup kerja keras, penuh disiplin, kreatif, produktif, yang melakukan kegoiatan positip baik untuk akal pikiran, kesehatan, ilmu pengetahuan, kekayaan dunia, atau untuk kehidupan akhirat. Ahmad Syauqi, penyair Arab berkata ; “ Denyut jantung manusia selalu berkata : Sesungguhnya kehidupan ini hanyalah beberapa saat saja. Maka angkatlah nama baikmu untuk bekal apabila kamu mati, karena nama baik bagi manusia adalah umur baru “. Al Faqih Umarah Al Yamani berkata : ‘ Jika modalmu adalah umurmu, maka waspadalah..jangan sampai kau pergunakan umurmu tersebut di jalan yang tidak benar. Karena di dalam pergantian siang dan malam terdapat pertarungan yang tentera-tenteranya akan membawa kepada kita segala macam keajaiban dan sesuatu yang tak terduga “. Akhirnya marilah kita memasuki tahun ini dengan merenungi sebuah hadis nabi yang bermakna : ‘ Orang mukmin itu berada di antara dua kekhawatiran : kekhawatiran waktu yang telah berlalu, yang mana ia tidak tahu apakah waktu itu akan diberi ganjaran oleh Allah kepadanya, dan kekhawatiran waktu yang akan datang dan masih ghaib baginya, dimana dia tidak tahu apakah yang telah ditaqdirkan Allah kepadanya “. Fa’tabiru ya Ulil albab.