Pages

Saturday, November 11, 2017


FATWA, RESOLUSI DAN HARI PAHLAWAN

Hari Pahlawan ditetapkan pemerintah pada setiap tanggal 10 November. Penetapan ini sebagai suatu cara yang dilakukan agar bangsa Indonesia tidak melupakan peristiwa bersejarah perang yang pernah terjadi antara Bangsa Indonesia dengan pihak penjajah. Jika kita meneliti sejarah, maka akan terlihat bahwa  peristiwa perjuangan dan kepahlawanan bangsa Indonesia yang dipimpin oleh Bung Tomo di kota Surabaya tersebut tidak bisa dipisahkan dari peran fatwa jihad yang dikeluarkan oleh ulama kharismatik, Kiyai Haji Hasyim Asy’ari dan Resolusi Jihad Nahdathul Ulama sehingga dengan adanya fatwa dan resolusi tersebut  maka seluruh umat Islam  bergerak berjuang sekuat tenaga untuk mengusir bangsa penjajah, baik dari tentera Belanda, Inggeris, yang mencoba kembali masuk ke Indonesia setelah bangsa Indonesia memperoklamirkan kemerdekaannya.

Dengan alasan untuk melucuti tentera Jepang yang kalah perang melawan sekutu, maka pasukan tentara Inggris mendarat di Jakarta pada pertengahan September 1945 dengan nama Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Kedatangan pasukan Inggeis tidak dapat dibendung dan pemerintahan bangsa Indonesia  yang berpusat di Jakarta mengharapkan  penyelesaian dilakukan secara diplomatik sambil menata birokrasi negara yang baru merdeka. Pemerintah baru mendorong agar terbentuknya partai-partai politik dan Tentara Keamanan Rakyat, tetapi harapan pemerintah tidak digubris oleh tentera sekutu, sehingga dalam waktu yang singkat, tentera  Inggris telah menduduki beberapa daerah seperti Medan, Padang, Palembang, Bandung, dan Semarang lewat pertempuran yang dilakukan. Pendudukan ini juga mendapat bantuan langsung dari Jepang yang kalah perang, sebagai konsekuensi dari alih kuasa dari pemerintah Jepang kepada tentera sekutu. Demikian juga sebagian kota-kota besar di kawasan timur Indonesia telah diduduki oleh tentera Australia yang bergabung dalam pasukan sekutu. Pasukan Inggris  masuk kota Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945, dengan menurunkan tentara  sekitar 6.000 orang yang terdiri dari serdadu jajahan India. Didalam pasukan sekutu tersebut, turut membonceng pasukan Belanda yang masih bersemangat ingin kembali menguasai Indonesia.

Melihat situasi dan keadaan  negara dalam keadaan demikian genting, maka pada tanggal 17 September 1945, seorang ulama yang disegani oleh seluruh rakyat,  Kiyai Haji Hasyim Asy’ari secara pribadi  mengeluarkan fatwa jihad yang intinya sama dengan Resolusi Jihad. Naskah Fatwa Jihad Kiyai Haji  Hasyim Asy’ari yang dikeluarkan 17 September 1945 tersebut berisikan tiga poin utama yaitu 
(1) Hukum memerangi orang kafir yang merintangi kepada kemerdekaan kita sekarang ini adalah fardu ‘ain bagi tiap-tiap orang Islam yang mungkin ( yang memiliki mampu) meskipun orang fakir. 
(2) Hukum orang yang meninggal dalam peperangan melawan NICA serta komplot-komplotnja, adalah mati syahid.
 (3) Hukum orang yang memecahkan persatuan kita sekarang ini wadjib dibunuh.

Selanjutnya, pada tanggal 21-22 Oktober 1945, wakil-wakil dari cabang Nahdathul Ulama  dari seluruh Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya untuk menghadiri Rapat Besar Nahdathul Ulama  yang dipimpin langsung oleh Rais Akbar Nahdlatul Ulama Hadlratussyekh Kiyai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari, dideklarasikanlah perang kemerdekaan sebagai perang suci alias jihad. Belakangan deklarasi ini populer dengan istilah Resolusi Jihad. Naskah Resolusi Jihad tersebut adalah sebagai berikut :

Resoloesi wakil-wakil daerah Nahdlatoel Oelama Seloeroeh Djawa-Madoera

Bismillahirrochmanir Rochim
Resoloesi :
Rapat besar wakil-wakil daerah (Konsoel2) Perhimpoenan Nahdlatoel Oelama seloeroeh Djawa-Madoera pada tanggal 21-22 October 1945 di Soerabaja.

Mendengar :
Bahwa di tiap-tiap Daerah di seloeroeh Djawa-Madoera ternjata betapa besarnja hasrat Oemmat Islam dan ‘Alim Oelama di tempatnja masing-masing oentoek mempertahankan dan menegakkan AGAMA, dan KEDAOELATAN NEGARA REPOEBLIK INDONESIA MERDEKA.

Menimbang :
 (a). Bahwa oentoek mempertahankan dan menegakkan Negara Repoeblik Indonesia menurut hoekoem Agama Islam, termasoek sebagai satoe kewadjiban bagi tiap2 orang Islam. (b). Bahwa di Indonesia ini warga negaranja adalah sebagian besar terdiri dari Oemmat Islam.

Mengingat:
 (1)Bahwa oleh fihak Belanda (NICA) dan Djepang jang datang dan berada di sini telah banjak sekali didjalankan kedjahatan dan kekedjaman jang menganggoe ketentraman oemoem.
(2) Bahwa semoea jang dilakoekan oleh mereka itu dengan maksoed melanggar kedaoelatan Negara Repoeblik Indonesia dan Agama, dan ingin kembali mendjadjah di sini maka beberapa tempat telah terdjadi pertempoeran jang mengorbankan beberapa banjak djiwa manoesia.
(3) Bahwa pertempoeran2 itu sebagian besar telah dilakoekan oleh Oemmat Islam jang merasa wadjib menoeroet hoekoem Agamanja oentoek mempertahankan Kemerdekaan Negara dan Agamanja.
(4) Bahwa di dalam menghadapai sekalian kedjadian2 itoe perloe mendapat perintah dan toentoenan jang njata dari Pemerintah Repoeblik Indonesia jang sesoeai dengan kedjadian terseboet.

Memoetoeskan :
 (1) Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Repoeblik Indonesia soepaja menentoekan soeatoe sikap dan tindakan jang njata serta sepadan terhadap oesaha2 jang akan membahajakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia teroetama terhadap fihak Belanda dan kaki tangannja.
 (2) Seoapaja memerintahkan melandjoetkan perdjoeangan bersifat “sabilillah” oentoek tegaknja Negara Repoeblik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.

Soerabaja, 22 Oktober 1945
Tertanda : NAHDLATOEL OELAMA

Fatwa Kiyai Haji Hasyim Asy’ari dan Resolusi Jihad tersebut membangkitkan semangat bangsa Indonesia dalam peperangan mempertahankan tanah air yang sedang dijajah oleh pihak sekutu, terutama memberikan inspirasi dan semangat kepahlawanan kepada Bung Tomo dalam menggerakkan masyarakat Surabaya dalam mengusir pasukan penjajah yang kembali datang setelah bangsa Indonesia memperoklamirkan kemerdekaannya. Hal ini terbukti dengn teriakan Takbir yang berapi-api dalam pidato Bung Tomo kepada para pejuang bangsa.

" Bismillahhirrahmanirrahim.
Merdeka, Merdeka, Merdeka. 

Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia terutama saudara saudara penduduk kota Surabaya. Kita semuanya telah mengetahui bahwa hari ini tentara inggris telah menyebarkan pamplet-pamflet yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua. Kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan agar menyerahkan senjata senjata yang telah kita rebut dari tangan  tentara Jepang. Mereka telah minta supaya kita datang kepada mereka itu dengan mengangkat tangan, Mereka telah meminta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa berndera merah putih tanda bahwa kita telah menyerah.

Saudara-saudara,
 Di dalam pertempuran pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya baik pemuda pemuda yang berasal dari Maluku, pemuda pemuda yang berasal dari Sulawesi, pemuda pemuda yang berasal pulau Bali, pemuda pemuda yang berasal dari Kalimantan, pemuda-pemuda dari seluruh sumatera, pemuda Aceh, pemuda tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada ini di dalam pasukan pasukan, mereka masing-masing dengan pasukan pasukan rakyat yang di bentuk di kampung-kampung telah menunjukkan satu kekuatan sehinggga mereka itu terjepit di mana-mana

Hanya karena taktik yang licik dari pada mereka itu, saudara-saudara dengan mendatangkan presiden dan pemimpin-pemimpin lainnya ke Surabaya ini, maka kita ini tunduk untuk memberhentikan pertempuran, tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya .

Saudara-saudara, 
kita semuanya, kita bangsa Indonesia yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara inggris itu dan kalau pimpinan tentara inggris yang ada di Surabaya ingin mendengarkan jawaban rakyat Indonesia, ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini, dengarkanlah tentara inggris. Ini jawaban kita, Ini jawaban rakyat Surabaya, Ini jawaban pemuda Indonesia kapada kamu sekalian

“ Hai tentara Inggris! Kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera merah putih untuk takluk kepadamu. Kau menyuruh kita mengangkat tangan kepada mu. Kau menyuruh kita membawa senjata-senjata yang telah kita rampas dari tentara Jepang untuk diserahkan kepadamu. Tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada, tetapi inilah jawaban kita: “ Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih, maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapapun juga”.

Saudara saudara rakyat Surabaya, 
,Siaplah! Keadaan genting! Tetapi saya peringatkan sekali lagi jangan mulai menembak. Baru kalau kita ditembak maka kita akan ganti menyerang mereka itu. Kita tunjukkan bahwa kita ini benar –benar orang yang ingin merdeka. Dan untuk kita saudara-saudara, lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka.  Semboyan kita “Tetap merdeka atau mati”.Dan kita yakin saudara-saudara. Pada akhirnya, pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita sebab Allah selalu berada di pihak yang benar. Percayalah saudara-saudara,  Tuhan akan melindungi kita sekalian.
 Allaahu Akbar! Allaahu Akbar! Allahu Akbar!
 Merdeka.!

Demikianlah Pidato Bung Tomo yang berapi-api itu dibacakan  dan didengar oleh seluruh rakyat Indonesia, sehingga pidato tersebut menggerakkan semangat perjuangan bangsa dalam melawan tentara penjajah. Oleh sebab itu esuatu yang tak dapat terbantahkan, bahwa keberanian Bung Tomo untuk meneriakkan takbir perjuangan melawan kekuatan penjajah dalam pidato tersebut merupakan tanda adanya pengaruh dari Fatwa dan Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh para ulama terdahulu. Jika sekarang kita telah merdeka, dan sedang memperingati Hari Pahlawan, maka sepatutnya kita menghargai para ulama, sebab peran dan jasa mereka merupakan tinta emas dalam sejarah kemerdekaan bangsa. Fa’tabiruu Ya Ulil albab.