Pages

Friday, July 6, 2007

KONFERENSI UNIVERSITAS ISLAM


Liga Universitas Islam ( Rabithah al Jamiah al-islamiyah ), berpusat di Kota Kairo pada tanggal 2-4 juli 2007 mengadakan konferensi liga universitas yang ketigabelas di Pondok Modern Gontor Indonesia, yang dibuka oleh Menteri Agama Maftuh Basyuni, dan dihadiri oleh Sekretaris Jenderal Rabithah Alam Islami, Prof. Dr. Muhsin at Turki, yang juga menjabat sebagai Ketua liga universitas Islam dunia, dan diikuti oleh rektor-rektor universitas islam sedunia. Konperensi pada kali ini membahas tentang pengembangan dan integrasi metodologi studi Islam di perguruan tinggi. Liga Universitas Islam tersebut sejak tahun 1995 nenfokuskan perhatiannya kepada pengembangan metodologi studi Islam dan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh beberapa universitas islam.

Dalam konperensi ini diharapkan peserta dapat memberikan masukan-masukan tentang penteragaman materi silabus, dan jumlah sks yang diperlukan, serta penyeragaman metode yang memungkinkan mahasiswa untuk bersentuhan langsung dengan sumber-sumber primer yang meliputi metode pembelajaran, rujukan-rujukan klasik dan penggunaan fasilitas modern.Disamping itu konperensi juga diharapkan mampu mendekatkan kualitas inti materi, sehingga memudahkan system akreditasi, serta mampu mendekatkan visi dan misi universitas Islam, sehingga memudahkan proses mutasi, dari satu universitas ke universitas yang lain.

Konferensi ini juga diharapkan mampu mempelajari kemungkinan terjalinnya kerjasama yang lebih erat berdasarkan kepada kesepakatan bersama, termasuk pemberian ijazah seperti yang telah dilakukan antara fakultas hokum dan fakultas pertanian Universitas Cairo, di Mesir dengan universitas Florence, Itali., sehingga mahasiswa yang telah mendapat ijazah dapat memperoleh segala hak-hak yang terkait di kedua negara tersebut.

Tujuan konferensi adalah : 1. Mewujudkan usaha untuk mendekatkan kualitas silabus, ilmu-ilmu keislaman di berbagai perguruan tinggi Islam, seperti silabus mata kuliah Fiqih, Ushul Fiqih, Tafsir, Hadis, Filsafat Islam, Ilmu-ilmu social Islam seperti ilmu pendidikan Islam, Sosiologi Islam, Sejarah Islam, dan Ekonomi Islam. 2. Merealisasikan keputusan-keputusan muktamar ketujuh tahun 2004 yang lalu meliputi pengembangan metodologi studi Islam. 3. Mengkaji kemungkinan – kemungkinan penyelenggaraan studi bersama antar universitas Islam, serta pemberian ijazah dari beberapa universitas, sehingga usaha pendekatan kualitas antara universitas Islam sedunia dapat terwujud dengan baik. 4. Memberikan kemudahan mutas dan akreditasi antar universitas.

Pada pembahasan pertama dibahas Kerangka berpikir (framework) sebagai asas utama dalam studi islam. Sebagaimana diketahui bahwa akhir-akhir ini banyak sarjana Islam dalam studi Islam melalui pendekatan berpikir ( frame work ) barat. Sebagai contoh, perkawinan poligami merupakan tindakan ketidak adilan dan penindasan kepada perempuan, maka hokum itu perlu dirubah dengan system yang adil sehingga warisan seorang lelaki hanya boleh menikahi seorang perempuan sebagaimana seorang perempuan hanya boleh memiliki seorang suami. Jika seorang suami dilbolehkan untuk kawin lebih dari satu, maka secara "framework" demokrasi seorang perempuan boleh bersuamikan lebih dari satu. Framework berpikir seperti ini sangat berbahya, sebab segala sesuatu diukur oleh demokrasi dan hak asasi manuia, sedangkan yang dibicarakan adalah hokum-hukum Allah yang telah ditetapkan oleh nash-nash al quran yang pasti, dijelaskan dengan sunnah-sunnah nabi dan diparktekkan oleh nabi dan sahabat pada zamannya. Oleh sebab itu dalam membincangkan hokum syariah, atau hokum fiqih, diperlukan asas framework yang sesuai dengan konsep kebenaran Islam yang bersifat universal.

Paad sesi kedua dibincangkan penyatuan metodologi ilmu-ilmu syariah dan bahasa arab di perguruan tinggi. Kita melihat kajian syariah di satu perguruan tinggi Islam hanya terbatas pada maslaah rukun islam, ditambah dengan bab nikah dan thalak; sedangkan bidang syariah yang lain tidak dibahas. Disisi lain dikembangkan pula fiqih lokasl, seperti fikih Indonesia, fikih Sudan, dan lain sebagainya. Padahal fikih tidak terbatas oleh zone daerah, sehingga pelaksanaan hokum fiqih tidak dapat berbeda dengan perbedaan daerah. Hari ini, kita dapat melihat bahwa pelaksanaan bidang hokum seperti hokum hudud seperti rajam, qishah, dan yang lainnya di Malaysia, sama dengan hudud di Saudi Arabia, dan lain sebagainya.

Jika kita melihat kepada universitas barat, hamper semua didikan dan alumni barat mempunyai framework yang sama walaupun mereka dididik di Inggeris, Amerika sarikat atau Australia. Tetapi jikam kita melihat didikan dan alumni perguruan tinggi Islam Madinah, akan berbeda pemikiran dengan Universitas Al Azhar mesir, dan akan berbeda lagi dengan Universitas di Pakistan, apalagi dengan universitas Islam di Indonesia. Akibat sarjana yang berbeda "framework" padahal sama-sama fakultas syariah, hanya beda universitas tetapi akan membuat perbedaan yang mendasar, sehingga dapat membahayakan umat, sebab umat akan melihat perbedaan pendapat dari setiap penceramah karena berbeda framework terhadap ajaan Islam.Akibat perbedaan tersebut akhirnya sarjana di suatu universitas islam tidak akan sama dengan sarjana universitas islam yang lain, sehingga menimbulkan perbedaan pendapat dan perselisihan dikalangan umat. Untuk itulah diperlukan kesatuan metodologi kajian hokum Islam antar universitas Islam,sehingga dengan demikian akan terwujud kesatuan fikrah, kesatuan visi, antar ulama, sarjana dan cendkiawan muslim, walaupun berbeda paham dan golongan.

Konperensi juga membahas tentang integrasi metodologi ilmu social seperti pendidikan, ekonomi, psikologi, sehingga dengan pemahaman islam sebagai kerangka dasar berfikir framework) tadi akan membedakan ilmu itu daripada ilmu social secular yang dipakai di dunia barat. Sebagai contoh, antropologi barat mengajrkan bahwa manusia berasal dari binatang kera dengan teori evolusi Darwin, padahal dalam islam manusia berasal dari manusia yang bernama Adam, yang telah diciptakan daripada tanah. Psikoligi barat dengan teori Libido seksual Sigmun Frued mengajarkan bahwa seorang anak mempunyaim kecenderungan seksual padahal dalam Islam setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah yang suci. Ekonomi barat mengajarkan prinsip-prinsip bunga, sedangkan ekonomi Islam melarang riba dan bunga, disamping berekonomi merupakan aktualisasi darupada kekhalifahan manusia di muka bumi, sedangkan ekonomi barat berdasarkan kepada kerakusan harta kekayaan. Bagi ekonomi islam diharamkan menaikan barang pada waktu krisis, sedangkan ekonomi barat akan segera menaikan harga di waktu orang kesusahan untuk emndapatkannya, demikian juga menaikan harga diwaktu banyak permintaan. Inilah bebrapa petikan hasil daripada konperensi Liga Universitas Islam sedunia, semoga menjadi bahan renungan bagi kita semua. Fa'tabiru Ya ulil albaab.