Pages

Thursday, November 28, 2013

HIJRAH MENUJU “SHIRATAL MUSTAQIM “

Hijrah berasal dari kata-kata bahAsa arab “ ha-ja-ra ” yang berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain atau dari suatu keadaan kepada keadaan yang lebih baik. Dalam kajian sejarah Islam, hijrah adalah peristiwa berpindahnya Nabi Muhammad sallahu alaihi wa salam dari kota kelahirannya Makkah al Mukarramah ke kota Yatsrib ( sekarang bernama Madinah). Sebenarnya hijrah adalah merupakan “sunnatullah” dalam sejarah kehidupan manusia. Nabi Adam hijrah dari surga ke atas bumi untuk mengemban amanat khalifah. Nabi Nuh hijrah dengan kapal yang menyelamatkan beliau dan pengikutnya dari bencana banjir. Nabi Ibrahim hijrah dari negeri Babilonia ke negeri Mesir dan negeri Palestina. Nabi Ismail hijrah dari negeri Palestina ke kota Makkah. Nabi Musa hijrah dari Mesir ke negeri Palestina. Nabi Yusuf hijrah dari negeri Kanan ke negeri Mesir. Dalam al Quran banyak makna yang dimaksudkan dengan kata-kata hijrah. Diantaranya makna hijrah adalah meninggalkan perbuatan dosa (QS.Muddasir : 1-5).Hijrah juga bermakna hijrah menjauhi kawan dan lingkungan yang tidak baik dan mencari lingkungan yang lebih baik dengan cara yang baik dan bijaksana ( Surah AlMuzammil: 10 ). Hijrah adalah suatu usaha untuk melakukan sesuatu yang diperintahkan oleh Tuhan (QS.Al Ankabut : 26 ) Dalam ayat yang lain dinyatakan Hijrah juga bermakna meninggalkan cara hidup, adat, kebiasaan orang kafir sebab mereka akan selalu berusaha menjadikan ummat Islam agar mempunyai sikap hidup, tradisi, budaya, cara berpikir, cara bekerja, cara berdagang, cara berpakaian, cara hidup yang sama dengan cara dan pola mereka ( QS. An Nisa : 89). Pasa saat sekarang ini, bagaimana negara barat dengan slogan demokrasi, transformasi dan hak asasi manusia, dan kebebasan sedang berusaha keras agar seluruh negara ummat Islam ikut peraturan, undang-undang yang mereka buat. Mereka menginginkan agar cara hidup, dan aturan ummat Islam sama dengan cara hidup dan aturan mereka, padahal umat Islam telah memiliki aturan, cara hidup yang berdasarkan nilai-nilai Islam. Padahal hidup mereka berbedan dengan cara hidup Islam. Mereka disibukkan oleh hidup keduniaan dengan memakai gaya hidup materialistik ( hanya mementingkan materi ) , atau gaya hidup hedonis ( hidup hanya untuk mencari kesenangan dengan menurutkan keinginan hawa nafsu perut dan syahwat) dan tidak pernah memikirkan bahwa di akhirat nanti masih ada kehidupan yang lebih abadi,padahal dalam Islam hidup akhirat lebih utama dari dunia. Hidup mereka dalam sehari-hari telah terpisah dari agama ( hidup sekular ) dan bagi mereka agama hanyalah urusan individu belaka, padahal bagi Islam agama harus menjadi landasan hidup yang tak terpisahkan. Mereka berekonomi dengan gaya kapitalis yang penuh dengan unsur riba,padahal dalam Islam riba adalah haram dan memudaratkan masyarakat. Dalam bekerja yang menjadi tujuan utama adalah uang, karier, popularitas, padahal dalam Islam kerja adalah melaksanakan amanah khalifah. Mencari ilmu juga dengan tujuan sekular, agar nanti dapat kerja, kedudukan, titel dan lain sebagainya, sedangkan dalam Islam belajar adalah ibadah. Hubungan keluarga, antara anak dan bapak hanya sekedar hubungan darah. Hukum dan ikatan kekeluargaan tidak lagi mempunyai nilai-nilai spiritual , sehingga boleh jadi seorang anak tidak akan peduli dengan kematian orangtuanya, dan seorang bapak tidak lagi peduli dengan kemaksiatan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Dalam perpakaian mereka tidak lagi memperdulikan masalah aurat, atau malu.. Busana bagi mereka hanyalah hiasan belaka bukan padahal dalam Islam adalah melaksanakan perintah Tuhan untuk menutup aurat. Dalam makanan mereka memakan apa saja yang penting enak dan bermanfaat tanpa memikirkan apakah makanan ini halal atau haram. Dalam bermasyarakat mereka menjadi insan individualis, sehingga boleh jadi seorang kaya tidak lagi mengenal siapakah nama dan bagaimanakah keadaan tetangga yang berada disamping rumahnya, padahal dalam Islam setidak beriman seseorang yang perutnya kennyang, sedangkan tetangga kelaparan. Ini adalah beberapa bentuk sikap hidup orang kafir yang tanpa sadar telah banyak mempengaruhi sikap hidup ummat Islam, padahal seharusnya cara hidup muslim berbeda dengan kafir secara totalitas. Tanpa sadar kita telah mengikuti cara hidup mereka, padahal agama dan aqidah kita berlainan dengan agama mereka. Oleh sebab itulah kita harus selalu bersikap hijrah..hijrah…dan hijrah. Hijrah bukan berarti pindah tempat, tetapi hijrah dalam arti kita mempunyai niat, motivasi, sikap , penampilan, gaya hidup, cara berpikir yang tidak sama dengan mereka. Mengapa…? Karena mereka tidak beriman kepada Tuhan, apalagi kepada nabi Muhammad sedangkan kita manusia yang beriman kepada Allah dan Rasulullah; maka gaya hidup dan cara berpikir kita harus sesuai dengan petunjuk kehidupan yang telah Allah berikan dan juga dicontohkan oleh Rasulullah saw… Kita mempunyai Kitab Suci Al Quran, kita mempunyai Hadis dan Sunnah, maka hidup kita harus sesuai dengan kedua pedoman tersebut; bukan sesuai dengan kehidupan dan gaya mereka yang kafir. Itulah sebabnya kita membaca “ Ihdinasshiratal Mustaqim, shiratalladzina an’amta alaihim “. Hidup di atas “ Shiraatal Mustaqim “ hidup berdasarkan petunjuk Ilahi, bukan hidup dengan mengikut cara hidup orang - orang kafir yang sudah jelas telah mendapat predikat “ Maghduub alaihim , orang yang mendapat kemarahan Tuhan “ dan cara hidup mereka yang telah sesat , cara hidup “ Dhaaallin “. Inilah makna hijrah . Hijrah dari kondisi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, hijrah dari cara hidup “maghdub alaihin “ atau cara hidup “Dhallin “ kepada cara hidup “ Shiraatal Mustaqim “ seperti cara hidup “alladzi an’amta alaihim” cara hidup para nabi, dan orang shaleh yang telah mendahului kita. Hijrah berarti juga usaha untuk mengembangkan potensi diri agar diri lebih baik sehingga dapat mengemban amanat khalifah di muka bumi. Hijrah dalam karier berarti berusaha untuk meningkatkan karier dengan tujuan mencari keridhaan Ilahi. Hijrah dalam ilmu juga berarti berusaha untuk mencari ilmu yang lebih banyak dengan tujuan agar dapat berguna bagi masyarakat . Hijrah dalam harta berarti berusaha mencari kekayaan yang lebih banyak untuk dapat menolong sesama manusia Tetapi itu semua harus dilakukan dengan motivasi yang suci, yaitu motivasi dan niat untuk mencari keridhaan Ilahi. Oleh karena itu mengapa rasulullah sejak awal sudah memperingati kita dengan sebuah hadis tentang niat berhijrah. Mengapa ini penting..? Karena banyak orang melakukan perubahan sikap , meningkatkan karier ( agar kedudukannya lebih baik ), mencari kekayaan ( agar hartanya lebih banyak ) atau mencari dan menambah ilmu bukan dengan niat “ untuk Allah dan rasul-Nya”. Inilah yang dijelaskan Nabi dalam hadis beliau yang maksudnya : “ Sesungguhnya setiap pekerjaan itu akan dinilai sesuai dengan niat dan motivasi dalam melakukannya. Oleh karena itu setiap orang akan mendapat balasan ataupun hasil sesuai dengan niat dan motivasinya tersebut. Maka barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa yang melakukan hijrah karena mencari dunia atau mencari wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya akan sesuai dengan niat dan motivasi tersebut ( mendapat dunia atau wanita ) “. Menurut Ibnu Daqiq, hadis ini terjadi disebabkan ada seorang sahabat yang berhijrah ke Madinah disebabkan oleh wanita yang bernama Ummu Qais…Dari hadis ini dapat disimpulkan bahwa niat dan motivasi berbuat adalah ukuran dari segalanya. Niat dan motivasi tersebut biasanya berdasarkan pada tiga hal. Pertama, hidup dan berbuat sesuatu dengan niat dan tujuan mencari kepuasaan keduniaan seperti mencari populeritas, mencari kedudukan, mencari kekayaan, dan lain sebagainya. Inilah sikap seorang materialis.Inilah yang dimaksud dalam hadis diatas dengan hijrah untuk dunia. Kedua, ada lagi manusia berbuat bukan mencari populeritas, kedudukan atau pangkat tetapi mencari kepuasan hawa nafsu, seperti untuk bersenang-senang , berfoya-foya, dan lain sebagainya. Inilah yang dinamakan hidup hedonis, yaitu hidup hanya untuk mencari kesenangan dan kepuasan belaka.Inilah yang dimaksud dalam hadis diatas dengan hijrah kepada wanita. Yang ketiga adalah hidup dan bekerja dengan niat mencari keridhaan Allah dengan cara menjalani petunjuk-Nya dan mengikuti cara hidup yang telah dicontohkan oleh rasul-Nya Muhammad saw. Inilah cara hidup seorang muslim. Inilah maksud hijrah kepada Allah dan RasulNya. Mari kita perhatikan cara hidup kita selama ini. Sudahkah kita hidup, bekerja, berkeluarga, mendidik anak, memberi makan anak, berdagang, berkarya, berkarier, belajar, mencari ilmu, menjadi guru, mengajarkan ilmu, menjadi ustadz, menjadi da’i, menjadi direktur, menjadi ayah, menjadi ibu, menjadi isteri, menjadi pemimpin, menjadi pengurus, menjalankan ibadah shalat, menunaikan zakat, menunaikan rukun haji, mendatangi majlis pengajian, menjadi dosen, menikah, berpakaian, berpenampilan, benar-benar dengan niat mencari keridhaan Allah, dengan niat menjalankan sunnah Rasulullah, dengan niat ibadah ataukah sewaktu kita melakukan itu semua masih tersisa disana niat-niat keduniaan dan hawa nafsu….? Apakah hidup kita masih mengikuti cara hidup mereka yang “maghdub alaihim “ atau cara hidup orang yang “dhallin “ ? Mari kita berubah dan berhijrah dari cara hidup orang yang “maghduub alaihin “ tau cara hidup mereka yang “dhallin”, kepada cara hidup orang yang telah berada dalam jalan “ shiratal mustaqin “ dengan niat hijrah “ kepada Alah dan Rasulnya” bukan hidup hanya untuk tujuan dunia atau hawa nafsu belaka. Selamat Tahun Baru Hijrah. Selamat berhijrah..!

No comments:

Post a Comment