Pages

Friday, April 29, 2016

KETAHANAN KELUARGA DAN GLOBALISASI


Dengan kemajuan teknologi yang berkembang dengan pesat, maka masyarakat dunia juga mengalami perkembangan pemikiran dan budaya, sehingga setiap kurun waktu kita melihat istilah yang baru, seperti modernisasi, globalisasi dan lain sebagainya. Globalisasi berasal dari kata-kata Global yang bermakna sesuatu yang mendunia. Oleh sebab itu Globalisasi dimaksudkan juga merubah dunia menjadi perkampungan dunia, maksudnya jika dulu jarak, informasi antara satu tempat dengan tempat yang lain dirasakan sangat jauh, maka dengan kecanggihan teknologi informasi, maka informasi dunia tidak mempunyai jarak lagi, dimana kejadian di dunia lain, dalam hitungan detik, sudah dapat didengar dan dilihat oleh penduduk dunia lain. Karena itu sebagian orang mengatakan bahwa globalisasi adalah melenyapkan dinding dan jarak antara satu bangsa dengan bangsa lain, dan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain, sehingga semuanya menjadi dekat dengan kebudayan dunia, pasar dunia, dan keluarga dunia.

Istilah Globalisasi ( Globalization ) pada awalnya muncul di Amerika Serikat, yang artinya menggeneralisasi (menjadikan sesuatu menjadi general ) sesuatu dan memperluas jangkauannya sehingga ke seluruh tempat. Globalisasi juga dimaksudkan menjadikan sesuatu mendunia atau bersifat internasional, yakni menjadikannya dari terbatas dan terawasi kepada tidak terbatas dan sulit diawasi. Yang dimaksudkan terbatas adalah level nasional yang terbatas oleh batas-batas geografis dan dibawah pengawasan khusus. Jadi Globalisasi dapat mengandung arti “menghilangkan batas-batas kenasionalan dalam bidang ekonomi (perdagangan ) dan membiarkan segala sesuatu bebas melintas dunia dan menembus level internasional sehingga dapat mengancam identitas budaya dan ekonomi suatu bangsa dan Negara.  Oleh sebab itu, menurut Jalal Amin, Globalisasi adalah penyempitan jarak secara cepat antara masyarakat, baik yang berkaitan dengan pindahan barang, orang, modal, informasi, pemikiran maupun nilai-nilai, sehingga tampak globalisasi bagi kita adalah sepertinya mengiringi perkembangan peradaban manusia “.

Pada awalnya globalisasi berkaitan dengan ekonomi dan perdagangan bebas sebagaimana yang dimunculkan di Amerika, tetapi pada saat ini, globalisasi telah berkembaga dalam setiap bidang kehidupan masyarakat termasuk dalam budaya, agama, pemikiran, sustem hukum, politik, dan lain sebagainya. Globalisasi dalam arti yang sangat luas, maka dampak globalisasi tersebut dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat yang telah terjaga dengan nilai-nilai agama dan budaya, hukum, tradisi yang sudah berlaku dalam suatu bangsa dan negara. Akibat globalisasi pada saat ini terlihat dalam segala bidang, baik itu ekonomi, budaya, agama, politik dan lain sebagainya, sehingga jika umat Islam tidak waspada dan pandai melihat dimana aspek positif dan negative, maka umat Islam akan kehilangan identitas dirinya sebagai muslim dan umat Islam. Sepatutnya umat islam dapat bersikap tegar dalam menghadapi setiap serangan budaya luar, sebab umat Islam memiliki pedoman hidup yang tidak pernah berubah, yaitu al Quran dan Sunnah Nabi, dan memiliki sejarah Rasululah yang dapat dijadikan contoh teladan dalam setiap kehidupan.

Globalisasi ekonomi terlihat dengan berdirinya hypermarket dunia di setiap sudut kota, sehingga produk dunia dapat dibeli dan dijangkau di seluruh pelosok dunia. Akibatnya budaya konsumeris dan sikap mubazir menjadi budaya masyarakat. Globalisasi budaya merupakan globaliasi yang sangat mudah merusak masyarakat sebab globalisasi budaya berprinsipkan kepada pergaulan bebas yang permissive sehingga dapat menghilangkan identitas budaya dan merusak peraturan dan hukum agama. Globalisasi agama dengan merubah tatanan hukum fiqah dan merubah tatanan hukum  dengan nilai-nilai universal seperti  nilai kebebasan, hak asasi manusia, persamaan agama (pluralism agama ) dengan menggagas fiqih global, theology global dan etika global. Untuk itu, umat Islam harus bijak dalam bersikap terhadap Globalisasi. Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa untuk menghadapi globalisasi terdapat 3 sikap : (1) Sikap berlebihan  dengan menerima globalisasi secara mutlak.(2) Sikap yang menolak total.(3) Sikap pertengahan dengan mengambil manfaat dari perkembangan teknologi global tetapi menghindar dari sisi negative dengan memegang teguh orisinilitas nilai-nilai agama. Menurut Qardhawi, sikap terbaik adalah dengan mengambil manfaat dari perkembangan teknologi informasi globalisasi dan menolak sisi negative dari globaliasi, dengan menguatkan nilai-nilai keimanan dan identitas diri sebagai masyarakat muskim yang berwawasan masa depan, tanpa kehilangan nili-nilai iman, identitas diri, dan keistimewaan budaya lokal.

Untuk menghadapi serangan budaya globalisasi ini, diperlukan ketahanan diri yang dibentuk dalam ketahananan keluarga dan kekuatan iman yang diaplikasikan dalam sikap kehidupan. Keluarga adalah basis utama kehidupan bermasyarakat. Rapuhnya tatanan kehidupan keluarga mengakibatkan rapuhnya tatanan masyarakat. Kekuatan tatanan keluarga menjadi factor utama ketahanan masyarakat.Oleh karena itu ajaran Islam sangat memperhatikan tatanan keluarga sebagaimana al Quran menyatakan: “ Jagalah dirimu dan keluargamu daripada siskaan api neraka “ ( QS. Ah tahrim : 6 ). Rasulullah menjadi contoh terbaik dalam kehidupan keluarga sehingga beliau bersabda : “Orang yang terbaik daripada kamu adalah orang yang terbaik dengan keluarganya, dan aku ( rasululah ) adalah orang yang terbaik untuk keluarganya “.( QS.an Nisa : 34 ).

Kerapuhan ketahanan keluarga pada masa kini menjadikan generasi yang kosong dari perhatian, pendidikan, sehingga mereka mencari perhatian dan lingkungan yang telah dirusak oleh budaya pergaulan bebas, narkoba, seks bebas, hiburan, dan lain sebagainya. Ketahanan keluarga dapat tercapai dengan peran yang dimainkan oleh setiap orang di dalam keluarga. Seorang ayah sebagai kepala keluarga berperan untuk memimpin keluarga, baik istri dan anak-anaknya memiliki orientasi hidup yang jelas, memastikan istri dan anak-anaknya diberikan makanan yang halal,sehingga segala tindak tandul dan pergaulan mereka sesua dengan tuntunan dan pedoman ilahi. Itulah sebabnya al Quran menyatakan : “ Orang lelaki itu ( suami/ayah ) adalah orang yang berkuasa di hadapan kaum wanita “.( QS. An Nisa : 34 )  Suami dan ayah dapat memimpin agar istri dan anaknya tetap dalam nilai-nila iman, dan syariah, serta akhlak yang mulia. Disamping itu setiap anggota keluarga juga harus melakukan tugas dan kewajiban dalam bidang masing-masing, sebagaimana dinyatakan dalam hadis yang disampaikan oleh Abdllah bin Umar menyatakan bahwa dia mendengar Rasulullah bersabda : “ Setiap orang daripada kamu semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Orang lelaki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan dia bertanggungjawab atas apa yang dipemimpinnya, orang perempuan juga pemimpin atas keadaan rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang pembantu juga adalah pemimpin untuk menjaga harta benda majikannya, dan dia bertanggungjawab atas apa yang dipimpinnya “.( hadis riwayat Bukhari dan Muslim ).

Keluarga juga harus dapat memperhatikan dan memberikan lingkungan yang terbaik bagi anak-anaknya, sebab lingkungan dan suasana yang dihadapi mereka dapat mempengaruhi nila-nila hidup, pola pikir dan pola sikap mereka, sebab lingkungan yang buruk, pergaulan yang merusak  itu merupakan sesuatu yang menular  sehingga dpat merobah sesuatu yang baik menjadi buruk.Oleh sebab itulah memperhatikan lingkungan dan pergaulan yang baik merupakan kewajiban suatu keluarga, sebagaimana hadis menyatakan bahwa : “ Tidak ada seorang manusia yang dilahirkan melainkan dia itu  dilahirkan dalam keadaan fitrah yang suci, maka kedua orangtualah yang bertanggungjawab jika sekiranya   anak yang suci tersebut  berobah menjadi seorang yahudi, atau nasrani atau majusi “( hadis riwayat Bukhari ). Dari hadis ini dapat dilihat bahwa seorang yang dilahirkan muslim dan beriman kepada Allah dapat berubah menjadi yahudi, nasrani atau majusi jika seandainya orangtua tersebut tidak peduli dengan keadaan perkembangan hidup anak-anak mereka terutama kehidupan globalisasi barat yang tidak memiliki nilai-nila agama, sebab budaya barat hari ini adalah budaya yang berasaskan nila-nilai atheis ( tidak mengenal kehiduapn akhirat ) , materialisme ( kehidupan materi semata )  dan hedonism ( budaya hidup yang ditujukan untuk mencari kepuasan  hawanafsu ). Mari kita kembalikan nila-nila agama dan iman melalui tatanan keluarga sehingga kita tetap dapat bertahan dalam nilai=nilai agama di tengah budaya global, sebab hidup kita bukan hanya ingin mendapatkan kebahagiaan untuk dunia saja  tetapi  juga kita ingin mendapatkan kebahagiaan yang kekal di akhirat kelak. Fa’tabiru Ya Ulil albab.

No comments:

Post a Comment