Pages

Monday, January 31, 2011

DUSTA DAN INGKAR JANJI

“ Hai orang yang beriman , tepatilah semua janji “ ( QS. AlMaidah: 1 )

Abdullah bin Khansa berkata : “ Aku telah mengadakan transaksi jual beli dengan Rasulullah sebelum beliau menjadi rasul. Pada suatu hari, kami berjual beli, dan ada sebagaian barang miliknya yang tertinggal. Maka aku berjanji dengan Muhammad bahwa aku akan datang sisa barang tersebut kepadanya ke suatu tempat yang kami sepakati. Aku lupa dengan janji pertemuan tersebut, dan setelah tiga hari, baru ku ingat janji tersebut. Aku segera datang ke tempat pertemuan yang kami sepakati, dan kulihat Rasulullah masih berada di tempat yang kami berjanji tersebut. Sebaik aku sampai ke tempat tersebut, Rasulullah hanya berkata : Wahai anak muda, engkau telah menyusahkan aku, semenjak tiga hari yang lalu “. Begitulah teguhnya Nabi Muhammad memegang janji, sehingga beliau menungu selama tiga hari, padahal kawan perniagaan telah terlupa dengan janji pertemuan tersebut.
Pada suatu hari yang lain, Rasulullah menjanjikan seorang pembantu kepada AbulHaitam bin Tayihan. Tak lama kemudian nabi mendapat tiga tawanan perang, kemudian nabi membagidua tawanan perang kepada sahabat-sahabat yang ikut perang, tinggallah satu orang tawanan. Tak lama kemudian datang Fatimah meminta seorang pembantu dari tawanan perang tersebut sambil berkata : “ Tidakkah ayah melihat bekas menggiling bumbu makanan di tangan Fatimah ini ? “. Rasulullah saw menjawab : “ Bagaimana dengan janjiku kepada Abu Haitam ? “. Rasulullah lebih mendahulukan tawanan perang itu diberikan kepada Abul haitam daripada anaknya sendiri Fatimah, sebab dia telah berjanji terlebih dahulu dengan Abul Haitam.
Shabat nabi, Sayidina Umar bin Khatab sangat takut jika dia tidak menepati janji, sehingga sewaktu beliau hamper wafat, dia berkata : “ Sesungguhnya seorang laki-laki dari suku Quraisy telah meminang anak perempuanku, dan aku telah berjanji kepadanya akan menikahkannya dengan putriku. Aku khawatir, jika ajalku sampai, aku belum menepati janji tersebut, dan aku tidak ingin mati dalam keadaan sepertiga munafik. Maka saksikanlah olehmu seklian, bahwa aku telah menikahkan anak perempuanku dengan laki-laki itu “
Menepati janji dan berkata benar merupakan sikap orang beriman, sedangkan berkata bohong dan mengingkari janji merupakan sifat orang munafik. Dalam hadis disebutkan : “ Tiga perkara, barangsiapa ada padanya tiga perkara tersebut, maka dia itu orang munafik walaupun dia berpuasa, mengerjakan shalat dan mengaku muslim. Tiga perkara itu adalah : apabila berkata , maka dia berdusta, apabila berjanji, maka dia mengingkari, dan apabila diberi amanah, maka dia berkhianat “. ( riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ). Dalam hadis yang lain disebutkan : “ Ada empat perkara barangsiapa ada padanya sifat tersebut, maka dia adalah munafik. Barangsiapa yang ada satu sifat saja dari empat sifat tersebut, maka dia sudah diangap orang munafik, sampai dia meninggalkan sifat tersebut. Sifat tersebut adalah : apabila berbicara maka ia berdusta, apabila berjanji maka dia mengingkari janji, apabila membuat perjanjian, maka dia membelok, dan apabila bermusuhan maka dia mendzalimi orang yang memusuhinya tersebut “ ( riwayat Bukhari, Muslim dari Abdullah bin Amr ).

Dalam islam, mengingkari janji tersebut juga termasuk bagian daripada dusta dan bohong, yang merupakan dosa besar. Dalam sebuah hadis Rasululah saw bersabda : “ Tidakkah aku beritahu kamu sekalian apa itu dosa-dosa besar ? Yaitu syirik kepada Allah dan durhaka kepada orangtua “. Kemudian Rasulullah duduk, seraya berkata : “ juga berkata dusta “ ( riwayat Bukhari Muslim dari Abi barkat ).
Oleh sebab itu menurut Aisyah : “ Tidak ada suatu sifat yang sangat berat dirasakan nabi jika sifat itu ada pada sahabatnya daripada sifat dusta. Jika Rasulullah melihat sifat tersebut ada pada sahabatnya, maka tidak hilang perkara itu dari dadanya sebelum beliau mengetahui benar-benar bahwa sahabat tersebut telah berubah sikap, tidak berdusta lagi dan bertobat kepada Allah ( riwayat Ahmad ).
Abdullah bi Umar mengatakan : Rasulullah datang ke rumah kami, dan saya pada waktu itu masih kanak-kanak. Saya sedang bermain-main, dan tak lama kemudian ibuku berkata : “ Hai Abdullah, mari kesini, aku akan memberikan kepadamu sesuatu “. Rasulullah bertanya : “ Apa yang akan engkau berikan kepadanya ? “. Ibuku menjawab : “ Kurma “. Rasulullah kemudian berkata : “ Jika engkau tidak member apa yang engkau janjikan maka engkau telah berdusta “. ( riwayat Abu daud ).
Rasulullah mendengar pembicaraan seorang peniaga dengan pembeli yang akan membeli kambing. Si penjual berkata : “Demi Allah, aku tidak akan menjual kambing ini kecuali dengan harga sekian”. Si pembeli juga bersumpah : “ demi Allah aku tidak akan membeli kambing ini kecuali dengan harga sekian “. Ternyata tak lama kemudian, nabi melihat bahwa kambing tersebut sudah dibeli bukan dengan harga yang dinyatakan dalam sumpah keduanya. Rasulullah berkata : “ kalian berdua telah melakukan dosa melanggar sumpah, dan wajib bagi kalian berdua untuk membayar kifarat sumpah “. Sahabat yang medengar bertanya : Ya rasulullah, bukankah mereka telah melakukan jual beli ? rasulullah menjawab sahabat tersebut : Ya, benar, tetapi mereka telah melanggar sumpahnya masing-masing, mereka berkata dan mereka berdusta, maka mereka berdosa “. ( riwayat Ahmad ).
Seorang mukmin tidak boleh berdusta, sehingga pada suatu hari Abdullah bin Jarrad bertanya kepada Nabi : “ Ya Rasulullah, adakah seorang mukmin itu berzina ? Nabi menjawab : “ kadang-kadang ada “, kemudian Abdullah bin Jarrab bertanya lagi : “ Adakah orang mukmin itu berdusta ? nabi menjawab : Orang mukmin itu tidak berdusta “, kemduan nabi membacakan ayat 10 dari surah An nahl : “ Sesungguhnya orang yang melakukan pembohongan dan dusta adalah mereka yang tidak beriman kepada ayat-ayat Nya “. Sebab itu rasulullah mengajarkan umatnya untuk berdoa terhindar daripada dusta : “ Allahumma tahhir qalbi minan nifaq, wa farji minaz zina, wa lisani minal kadzib , Ya Allah, sucikanlah diriku daripada sifat munafik, sucikan kemaluanku daripada zina, dan sucikanlah lisanku daripada dusta “. ( riwayat Muslim dari abu Hurairah ).
Demikian juga seorang pemimpin harus berkata jujur, menepati janji, dan tidak boleh berdusta sebagaimana pesan nabi kepada Muaz sewaktu melantiknya menjadi gubernur yaman : “ Aku wasiatkan kepadamu agar bertakwa kepada Allah, benar dalam kata-kata, tunaikan amanah, tetapi janji, berikan salam, dan rendahkan dirimu kepada orang lain “. ( riwayat Abu Nu’aim ). Demikian juga pesan Abubakar sewaktu dilantik menjadi Khalifah. Dalam pidato pelantikan Abubakar berkata : “ Pada tahun pertama hijrah, rasulullah berdiri di tengah-tengah kami, beliau menangis dan berkata : “ Haruslah kamu bersikap benar, sebab kebenaran itu bersama kebaikan, dan kedua-duanya itu di dlaam surga “. ( riwayat Ibnu Majah ). Dalam Al Quran dinyatakan bahwa perkatan benar itu dapat meneguhkan kedudukan seseorang : “ Allah meneguhkan kedudukan orang yang beriman dengan perkataan yang teguh dalam kehidupan dunia ini dan kehidupan di hari akhirat nanti “ ( QS.Ibrahim : 27 ). Oleh sebab itu Rasulullah bersabda : “ Ada empat perkara jika kamu lakukan maka tidak dapat mendatangkan melarat bagi dirimu yaitu : pembicaraan yang benar, memelihara amanah, baik tingkah laku, dan menjaga makanan ( daripada yang haram atau syubhat).
Dari keterangan diatas dapat dilihat bahwa sikap jujur, tidak berdusta, menepati janji, merupakan syarat utama dalam kehidupan masyarakat, baik dari seorang pemimpin, pejabat, pegawai, pedagang, sampai sikap dari seorang ibu dengan anaknya yang maish kecil. Selama sifat ini ada, maka masyarakat akan terpelihara dan mendapat kbaikan, tetapi sebaliknya selama sifat dusta terdapat dalam negara, dalam perniagaan, dalam pendidikan dan ilmu, dalam masyarakat, dalam media, dalam keluarga, maka kebaikan dalam masyarakat tidak tercapai, walaupun masyarakat tersbeut banyak shalat, banyak zikir, banyak umrah, masjid banyak dibangun, dan seremonial agama dilaksanakan. Fa’tabiru ya Ulil albab.

No comments:

Post a Comment