Pages

Thursday, June 11, 2009

KEBANGKITAN NASIONAL : ANTARA BOEDI OETOMO DAN SYAREKAT ISLAM


Hari kebangkitan Nasional selama ini selalu dihubungkan dengan berdirinya organisasi Boedi Oetomo. Sebenarnya organisasi Boedi Oetama bukanlah organiasi kebangsaan pertama di Indonesia. Boedi Oetomo didirikan di Jakarta tanggal 20 Mei 1908 atas prakarsa para mahasiswa kedokteran STOVIA, Soetomo dan kawan-kawan. Perkumpulan ini dipimpin oleh para ambtenaar, yakni para pegawai negeri yang setia terhadap pemerintah kolonial Belanda. Boedi Oetomo pertama kali diketuai oleh Raden T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar kepercayaan Belanda, yang memimpin hingga tahun 1911. Kemudian dia diganti oleh Pangeran Aryo Notodirodjo dari Keraton Paku Alam Yogyakarta yang digaji oleh Belanda dan sangat setia dan patuh pada induk semangnya.
Di dalam rapat-rapat perkumpulan dan bahkan di dalam penyusunan anggaran dasar organisasi, Boedi Oetomo menggunakan bahasa Belanda, bukan bahasa Indonesia. “Tidak pernah sekali pun rapat Boedi Oetomo membahas tentang kesadaran berbangsa dan bernegara yang merdeka. Mereka ini hanya membahas bagaimana memperbaiki taraf hidup orang-orang Jawa dan Madura di bawah pemerintahan Ratu Belanda, memperbaiki nasib golongannya sendiri, dan menjelek-jelekkan Islam yang dianggapnya sebagai batu sandungan bagi upaya mereka, ” papar KH. Firdaus AN.
Di dalam Pasal 2 Anggaran Dasar Boedi Oetomo tertulis bahwa “Tujuan organisasi untuk menggalang kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan Madura secara harmonis. ” Inilah tujuan Boedi Oetomo yang, bersifat Jawa-Madura sentris, sama sekali bukan kebangsaan.
Noto Soeroto, salah seorang tokoh Boedi Oetomo, di dalam satu pidatonya tentang Gedachten van Kartini alsrichtsnoer voor de Indische Vereniging berkata: “Agama Islam merupakan batu karang yang sangat berbahaya… Sebab itu soal agama harus disingkirkan, agar perahu kita tidak karam dalam gelombang kesulitan. ”
Sebuah artikel di “Suara Umum”, sebuah media massa milik Boedi Oetomo di bawah asuhan Dr. Soetomo terbitan Surabaya, dikutip oleh A. Hassan di dalam Majalah “Al-Lisan” terdapat tulisan yang antara lain berbunyi, “Digul lebih utama daripada Makkah”, “Buanglah Ka’bah dan jadikanlah Demak itu Kamu Punya Kiblat!” ( Majalah Al-Lisan nomor 24, 1938)
Karena sifatnya yang tunduk pada pemerintahan kolonial Belanda, maka tidak ada satu pun anggota Boedi Oetomo yang ditangkap dan dipenjarakan oleh Belanda. Arah perjuangan Boedi Oetomo yang sama sekali tidak berasas kebangsaan, melainkan perkauman sempit sebatas memperjuangkan Jawa dan Madura saja, sehingga hal itu telah mengecewakan dua tokoh besar Boedi Oetomo sendiri, yaitu Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo, sehingga keduanya keluar dari organisasi tersebut.
Bukan itu saja,. ketua pertama Boedi Oetomo yakni Raden Adipati Tirtokusumo, Bupati Karanganyar, ternyata adalah seorang anggota Freemasonry. Dia aktif di Loge Mataram sejak tahun 1895. Sekretaris Boedi Oetomo (1916), yang bernama Boediardjo, juga seorang Mason ( anggota free Masonary) yang mendirikan cabangnya sendiri yang dinamakan Mason Boediardjo. Hal ini dikemukakan dalam buku “Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962” (Dr. Th. Stevens), sebuah buku yang dicetak terbatas dan hanya diperuntukan bagi anggota Mason Indonesia.
Dari fakta sejarah diatas, maka “Boedi Otomo sebenarnya tidak memiliki andil sedikit pun untuk perjuangan kemerdekan, karena mereka para pegawai negeri yang digaji Belanda untuk mempertahankan penjajahan yang dilakukan tuannya atas Indonesia. Dan Boedi Oetomo tidak pula turut serta mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemedekaan, karena telah bubar pada tahun 1935. Boedi Oetomo adalah organisasi sempit, lokal dan etnis, di mana hanya orang Jawa dan Madura elit yang boleh menjadi anggotanya. Orang Betawi saja tidak boleh menjadi anggotanya, ” demikian dinyatakan oleh KH. Firdaus AN dalam bukunya yang berjudul : Syarikat Islam Bukan Budi Utomo: Meluruskan Sejarah Pergerakan Bangsa”.
Boedi Oetomo bukanlah organisasi pertama yang lahir di bumi Indonesia,sebab tiga tahun sebelum Beodi Oetomo dibentuk, seorang pengusaha batik kota Solo bernama Haji Samanhudi bersama kawan-kawan pengusaha batik mendirikan Syarikat Dagang Islam di Solo pada tanggal 16 Oktober 1905. Pada tahun 1912 organisasi ini mengadakan rapat dan merubah nama organisasi menjadi Syarekat Islam danmenetapkan pembentukan Pengurus Besar dengan cabang-cabangnya di seluruh Indonesia. Dalam rapat tersebut juga disepakati bahwa organisasi akan melakukan beberapa usaha yaitu (1) Meningkatkan usaha perekonomian bangsa Indonesia (2) Memajukan pendidikan dan mencerdaskan bangsa Indonesia (3) Melaksanakan ajaran Islam secara penuh (4) Menghilangkan segala bentuk khurafat di dalam pengertian agama islam.
Berbeda dengan Boedi Oetomo yang hanya memperjuangkan nasib orang Jawa dan Madura—juga hanya menerima keanggotaan orang Jawa dan Madura, sehingga para pengurusnya pun hanya terdiri dari orang-orang Jawa dan Madura—sifat Syarekat Islam lebih nasionalis. Keanggotaan Syarekat Islam terbuka bagi semua rakyat Indonesia yang mayoritas Islam. Sebab itu, susunan para pengurusnya pun terdiri dari berbagai macam suku seperti: Haji Samanhudi dan HOS. Tjokroaminoto berasal dari Jawa Tengah dan Timur, Agus Salim dan Abdoel Moeis dari Sumatera Barat, dan AM. Sangaji dari Maluku.
Syarekat Islam bertujuan Islam Raya dan Indonesia Raya,sedangkan Boedi Oetomo bertujuan menggalang kerjasama guna memajukan Jawa-Madura (Anggaran Dasar Boedi Oetomo Pasal 2). Syarekat Islam bersifat nasional untuk seluruh bangsa Indonesia, sedangkan Boedi Oetomo besifat kesukuan yang sempit, terbatas hanya Jawa-Madura,
Dalam setiap rapat organisasi, Syarekat Islam memakai bahasa Indonesia baik dalam anggaran dasar maupun dalamrapat organisasi sebab anggota dan pengurus yang hadir dari seluruh daerah di Indonesia, sedangkan anggaran dasar Beodi Oetomo berbahasa Belanda.
Syarekat Islam bersikap non-koperatif dan anti terhadap penjajahan kolonial Belanda,sedangkan Beodi Oetomo bersikap menggalang kerjasama dengan penjajah Belanda karena sebagian besar tokoh-tokohnya terdiri dari kaum priyayi pegawai pemerintah kolonial Belanda, Dalam sikap terhadap agama ,Syarekat Islam membela Islam dan memperjuangkan kebenarannya, sedangkan Beodi Oetomo bersikap anti Islam dan anti Arab ( dibenarknan oleh sejarawan Hamid Algadrie dan Dr. Radjiman )
Syarekat Islam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan mengantar bangsa ini melewati pintu gerbang kemerdekaan, sedangkan Boedi Oetomo tidak pernah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan telah membubarkan diri tahun 1935, sebab itu tidak mengantarkan bangsa ini melewati pintu gerbang kemerdekaan,
Lebih daripada itu, anggota dan tokoh Syerekat Islam banyak yang ditangkap dan masuk penjara, ditembak mati oleh Belanda, dan ada anggotanya yang dibuang ke Digul, Irian Barat,sebab melawan penjajah Belanda, sedangkan anggota Boedi Oetomo tidak ada yang ditangkap Belanda, apalagi ditembak dan dibuang ke Digul, Syarekat Islam bersifat kerakyatan dan kebangsaan, sedangkan Boedi Oetomo bersifat feodal dan keningratan,Syarekat Islam berjuang melawan arus penjajahan, sedangkan Boedi Oetomo menurutkan kemauan aruspenjajahan, Syarekat Islam lahir 3 tahun sebelum Beodi Oetomo yakni 16 Oktober 1905, sedangkan Boedi Oetomo baru lahir pada 20 Mei 1908.
Dari perbandingan diatas dapat kita lihat bahwa sebenarnya Hari Kebangkitan Nasional sebenarnya pada tanggal 16 Oktober. Sudah sewajarnya bangsa Indonesia jujur dengan sejarah , sebab dengan diangkatnya Boedi Oetomo berarti telah menyingkirkan peranan umat islam dalam kebangkitannasional, padahal sejarah Syarekat islam sebagai bukti bahwa umat islam adalah umat yang aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. ( Buletin Jumat ISTAID - Medan, Muhammad Arifin Ismail, 19 Mei 2009 ).

No comments:

Post a Comment