Pages

Sunday, November 23, 2008

KONSEP DAN FILSAFAT HAJI



Ibadah haji adalah rukun islam yang kelima difardhukan bagi setiap muslim yang mampu sebanyak satu kali dalam seumur hidup. Dalam Al Quran dinyatakan :

“ Mengerjakan haji adalah suatu kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi mereka yang mampu untuk melakukan perjalanan ke baitullah. Barangsiapa yang mengingkari kewajiban tersebut maka sesungguhnya Allah itu tidak memerlukan sesuatu daripada seluruh alam semesta” ( Surah Ali Imran : 97 ).

Proses ibadah haji tersebut dapat dilakukan pada bulan yang tertentu sahaja yaitu dari bulan Syawal, Dzulqa’dah dan Dzul hijjah daripada taqwim Hijriyah. Hal ini dijelaskan dalam Al Quran

“ Musim haji itu adalah beberapa bulan yang telah ditentukan” ( Surah al Baqarah : 197 ).




Ibadah haji tersebut hanya dilakukan di tanah suci, dengan melakukan beberapa bentuk ibadah seperti thawaf ( berjalan sekeliling kabah tujuh kali) , sa’ie ( berjalan tujuh kali dari Safa ke marwa ) , wukuf ( berdiam ) di Arafah, mabit ( bermalam ) di Mudzdalifah, melontar jamrah dan mabit ( bermalam ) di Mina, menyembelih hewan qurban, tahallul ( menggunting rambut ) dan thawaf kedua ( thawaf ifadhah ) sebagai bagian dari aktiviti ibadah yang dilakukan dengan niat hanya kepada Allah , mencari keridhaan Allah dan untuk mengingatkan kaum muslimin kepada sejarah nabi Ibrahim alaihissalam.

Itulah sebabnya ibadah haji juga disebut dengan panggilan nabi Ibrahim, sebab mereka yang datang adalah mereka yang menyambut panggilan Ibrahim sewaktu beliau menyeru manusia sebagaimana dijelaskan dalam Al Quran yang maksudnya

“ Dan serulah kepada manusia untuk mengerjakan haji niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengenderai unta, yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan berikanlah sebagian yang lain untuk makanan bagi yang mereka yang sengsara dan orang-orang faqir “ ( Surah al Hajj : 27-28 )

Dari ayat diatas dapat dilihat bahwa tujuan daripada ibadah haji adalah agar manusia dapat melihat manfaat dan hikmah pelajaran yang terdapat di dalam pelaksanaan ibadah tersebut, disamping untuk bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan dengan cara berqurban. Ibadah haji adalah ibadah mulia sebab disana terdapat banyak pelajaran yang dapat membentuk manusia menuju kepada kesempurnaan hidup bagi seseorang dalam melaksanakan tugas suci sebagai hamba Allah dan khalifah Allah. Itulah sebabnya dalam Al Quran dinyatakan bahwa melakukan ibadah haji adalah sebuah upaya untuk mencari kesempurnaan sebagaimana dijelaskan dalam ayat yang maksudnya “ Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah “ ( Surah Surah al Baqarah : 196 ).

Untuk sampai kepada tingkat kesempurnaan itu, maka manusia harus dapat mengawal diri daripada segala perbuatan yang tidak baik. Dalam Al Quran hal ini dijelaskan :

“ Barangsiapa yang telah menetapkan niatnya pada bulan itu untuk mengerjakan haji , maka tidak boleh melakukan perbuatan keji ( rafats ) , berbuat kemaksiatan ( fusuk ), dan juga berbantah-bantahan selama dia berada mengerjakan ibadah haji . Dan apa saja yang kamu kerjakan , niscaya Allah akan mengetahuinya. Berbekallah sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah hai orang yang berakal “ .( Surah Al Baqarah: 197 ).

Mencari kesempurnaan hidup dengan menghindari diri dari segala keburukan dan dengan bekal taqwa inilah yang perlu didapat daripada pelajaran di tanah suci, dengan cara mencontoh kehidupan para nabi dan rasul sejak dari nabi Adam alaihissalam, Nabi Ibrahim, dan Nabi Muhammad sallahualaihi wasallam. Inilah maksud dan tujuan dari disyariatkan ibadah haji dengan cara mengunjungi tanah suci, tanah para nabi dan rasul.

Makna dan filsafat Ihram

Ihram adalah lambang kesucian diri, itulah sebabnya dalam ihram kita memakai pakaian yang suci dan bersih. Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yang suci tanpa dosa. Setelah baligh dan dewasa, manusia menjalani kehidupan dengan memilih jalan hidup. Jika hidupnya dengan hidayah Allah maka dia telah dapat menjaga kesucian diri tetapi jika dia hidup dengan mengikuti nafsu dan rayuan setan berarti dia telah mengotori kesucian dirinya sendiri. Segala perbuatan manusia itu harus dapat dipertangungjawabkan kepada Allah, Tuhan yang telah menjadikannya. Sebab itulah maka setiap manusia pasti akan meninggalkan dunia untuk menghadap kepada-Nya mempertanggungjawabkan semua amal dan perbuatan yang dilakukannya.

Sepatutnya manusia yang dilahirkan dalam keadaan suci ini harus dapat kembali kepada Tuhan, menghadap kepada-Nya juga dalam keadaan suci. Kesucian diri inilah yang merupakan kehormatan seorang muslim. Menghadap Tuhan dalam keadaan suci ini merupakan cara untuk mendapatkan kesempurnaan hidup. Itulah sebabnya sebelum menghadap Allah , mengunjungi baitullah, jamaah haji perlu melakukan ihram dengan pakaian yang suci dan bersih. Sebelum menghadap Allah, manusia perlu mensucikan dirinya terlebih dahulu, mensucikan badannya, mensucikan hatinya, mensucikan pikirannya, mensucikan harta kekayaannya, dan mensucikan seluruh kehidupannya. Kesucian diri dalam menghadap Tuhan adalah syarat mutlak sebab Tuhan yang Maha Suci hanya menerima sesuatu yang suci. Kesucian diri dan siap untuk menghadap Ilahi inilah makna daripada ihram bagi jamaah haji dan umrah.

Makna dan falsafah Talbiyah

Kesucian diri dan kesiapan diri dalam memenuhi panggilan Allah harus dinyatakan dengan lisan. Inilah sebabnya jamaah haji setelah memakai pakaian ihram dan berniat ihram diharuskan untuk mengucapkan talbiyah “ Labbaikallahumma labbaik, labbaika la syariika laka, Inal hamda wanni’mata wal mulka laka..laa syarika laka “. Ya Allah, aku datang menghadapmu Ya Allah, memenuhi seruan-Mu… Aku datang menghadap-Mu tanpa ada sedikitpun syirik kepada-Mu..Sesungguhnya segala pujian, segala kenikmatan, segala kekuasaan , semuanya itu adalah milik-Mu, tiada sedikitpun syirik kepada-Mu “. Ucapan talbiyah ini adalah sikap untuk memenuhi seruan Allah dengan sikap tauhid, tanpa sedikitpun syirik kepada-Nya. Manusia akan lulus di depan Allah jika dia dapat menghadap Allah tanpa sedikitpun syirik kepada-Nya.

Segala amal perbuatan, segala amal ibadah, segala kebaikan, segala sesuatu akan diterima oleh Allah jika dilakukan tanpa ada sedikitpun syirik di dalamnya, seperti riya dan lain sebagainya. Sudahkh amal perbuatan kita terlepas dari syirik..? Sudahkah harta kekayaan kita terlepas daripada syirik? Sudahkah kekuasaan kita terlepas daripada syirik..? Sudahkan semua kenikmatan, harta kekayaan, kekuasaan , kehidupan kita kita pergunakan sesuai dengan seruan dan perintah Allah..? Sadarkah kita bahwa segala sesuatu nanti semuanya akan dipertanggungjawabkan di depan Allah, akan ditanya di depan mahkamah Ilahi..? Inilah makna talbiyah, kesiapan diri untuk menjawab panggilan Tuhan, kesiapan diri untuk mempersembahkan seluruh kehidupan hanya untuk beribadah kepada-Nya. Inilah makna “ labbaikallahumma labaik “ Ya Allah..aku datang untuk memenuhi panggilan-Mu ya Allah.

Pelajaran daripada ibadah thawaf

Dalam melakukan ibadah haji umat Islam melakukan thawaf, mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali. Ka’bah adalah kiblat umat islam dalam beribadah terletak di tengah-tengah Masjidil Haram di kota Makkah. Ka’bah adalah tempat beribadah kepada Allah yang pertama kali dibangun oleh manusia.” Sesungguhnya rumah yang pertama kali dibina untuk tempat beribadah bagi manusia adalah Baitullah di kota Makkah yang diberkati dan menjadi petunjuk bagi umat manusia “ ( Surah Ali Imran : 96 ).

Ka’bah adalah batu yang disusun berbentuk kotak yang dibina untuk tempat beribadah kepada Allah terletak di tengah Masjidil Haram. Umat islam melakukan thawaf, mengelilingi Ka’bah dan mengucup Hajar al Aswad ( batu hitam di sudut Ka’bah ) bukan bermakna memuja dan menyembah batu. Ka’bah dan Hajar al Aswad tersebut adalah batu sebagaimana batu biasa yang tidak dapat memberi manfaat dan mudharat bagi kehidupan. Kita melakukan thawaf dan mengecup batu tersebut adalah kerana diperintah oleh Allah dan mengikuti sunnah baginda Rasulullah. Itulah sebabnya Sayyidina Umar bin Khattab telah berkata ; ‘ wahai batu hajarul aswad , engkau adalah batu sebagaimana batu yang lain. Kalau bukan disebabkan oleh rasulullah yang telah mengucupmu, maka aku tidak akan mengucupmu “. Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa mengucup batu bukan kerana memuja dan kemuliaan batu atau untuk menyembah batu, tetapi disebabkan untuk mengikuti sunnah rasulullah saw.

Dalam ibadah haji banyak terdapat lambang-lambang untuk mendidik manusia dalam menghadapi kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari , manusia juga banyak memakai lambang. Seperti bendera negara adalah sepotong kain yang sebenarnya sama dengan kain yang lain. Tetapi nilai bendera kebangsaan tidaklah sama dengan kain yang lain, karena bendera tersebut merupakan lambang kehormatan suatu bangsa dan negara. Demikian juga dengan Ka’bah dan Hajar al Aswad. Ka’bah dan Hajar al Aswad adalah lambang beribadah kepada Allah. “ Allah telah menjadikan Ka’bah itu sebagai pusat beribadah bagi umat manusia “ ( Surah al Maidah : 97 ). Thawaf melambangkan nilai-nilai tauhid. Dalam thawaf manusia diarahkan agar selalu mendekatkan diri kepada Allah sebagaimana dekatnya badan dengan ka’bah. Mendekatkan diri kepada Allah bukan hanya satu kali saja, tetapi berulang kali dan setiap waktu dalam kehidupan, sebagaimana dilambangkan dalam ibadah thawaf yang dilakukan tujuh kali putaran. Ini melambangkan agar manusia selalu mendekatkan diri kepada Allah selama tujuh hari dalam seminggu, bermakna setiap hari dalam kehidupan.

Thawaf tersebut dilakukan dengan penuh penghayatan akan kehadiran Allah, berzikir , berdoa dan memohon ampun kepada-Nya. Ini melambangkan agar setiap manusia harus selalu beribadah kepada Allah dengan merasakan kehadiran Allah dalam setiap hari, mengingat kepada-Nya, berzikir, berdoa dan memohon ampun kepada-Nya. Tidal ada hari yang lepas daripada ibadah, zikir, berdoa dan memohon ampun. Inilah kehidupan beribadah seorang muslim. Maksud thawaf ini sesuai dengan lafadz doa iftitah yang dilakukan dalam shalat “ inna shalaati wa nusuki wamahyaaya wa mamaati lillahi rabbil ‘alamin “, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku adalah untuk Allah, Tuhan seluriuh alam “.

Dalam thawaf, kita diwajibkan untuk mengucup Batu Hitam Hajar al Aswad atau memberi isyarat dengan tangan ( istislam ) kepadanya, sebagaimana yang dilakukan oleh baginda Rasulullah. Ini bermakna dalam melaksanakan ibadah kepada Allah, umat islam harus mengikuti sunnah dan contoh yang dilakukan oleh baginda Rasulullah. Mengucup batu hitam tersebut juga merupakan lambang bahwa ibadah harus dilakukan dengan penuh kecintaan kepada Allah subhana wataala. Ibadah dilakukan bukan untuk tujuan dunia, bukan tujuan sementara tetapi hanya dengan tujuan mengharapkan keridhaan Allah dengan penuh rasa cinta kepada-Nya.

Dengan melakukan thawaf, kita harus dapat bertanya kepada diri sendiri sudahkan aku seluruh aktiviti kita dalam kehidupan dilakukan dalam tujuh hari dalam seminggu sebagai ibadah kepada Allah, sebagaimana thawaf yang dilakukan sebanyak tujuh kali ini. Sudahkah aku dapat mendekatkan diri, berzikir kepada-Nya dengan penuh kecintaan dan mengharapkan keridhaan-Nya.? Apakah pelaksanan aktiviti kehidupan dan ibadah yang kulakukan selama ini masih disertai dengan riya, dan tujuan mencari kesenangan sementara.? Sudahkan hidupku seluruhnya merupakan wujud daripada ibadah kepada Allah atau hanya untuk mencari kepuasan dunia dan hawa nafsu..? Apakah kerja yang dilakukan, segala aktiviti yang dilaksanakan dalam kehidupan ini bertujuan untuk mencari ridha Allah ? Seorang pemikir Islam dari pakistan, Muhammad Iqbal dalam syairnya berkata : “ Rahasia Ka’bah adalah persatuan. Kerana seluruh manusia menyatu dalam putaran. Untuk mengabdi dan menyembah Tuhan. Sebab agama hanya akan menjelma dalam dua cara, yaitu penyerahan diri dalam beribadah dengan menghayati kebesaran Tuhan di setiap saat “.

Setelah melaksnakan thawaf sebagai lambang ibadah dan akidah, umat islam diwajibkan melaksanakan ibadah Sa’ie, yaitu berlari anak antara bukit safa dan Marwa sebanyak tujuh kali. Sa’ie, berlari antara dua bukit adalah pendidikan dan pelajaran agar seorang muslim harus dapat bekerja keras dengan sepenuh tenaga untuk menaklukkan dunia , sebagaimana dilambangkan dengan meaklukkan dua bukit Safa dan Marwa. Tugas manusia di dunia adalah menjadi hamba Allah dan khalifah Allah. Itulah sebabnya setelah manusia diwajibkan thawaf, untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dengan ibadah, sebagai sikap yang dituntut dari seorang hamba Allah, maka umat manusia juga diwajibkan untuk bekerja dengan sepenuh tenaga untuk menaklukkan dunia, agar dapat mencapai kajayaan dalam kehidupan dunia, sebagai sikap yang dituntut dari seorang Khalifah Allah di muka dunia.

Pelajaran daripada shalat di maqam Ibrahim.

Setelah melakukan thawaf, maka jamaah haji disunatkan untuk shalat sunat thawaf di maqam Ibrahim. Maqam Ibrahim adalah batu yang dipakai nabi Ibrahim untuk tempat berdiri sewaktu beliau membina Ka’bah bersama naknya Ismail. Dengan shalat di maqam ibrahim , jamaah haji supaya dapat mengambil pelajaran daripada kisah Ibrahim, yang membina Ka’bah tidak dengan melakukannya sendirian saja, tetapi juga mengajak anaknya untuk bersama-sama membina Ka’bah. Sikap bersama membina, sikap mengajak keluarga untuk bertaqwa kepada Allah ini perlu dicontoh dan dilanjutkan oleh jamaah haji. Nabi Ibrahim mengajak anaknya untuk beribadah kepada Allah membina ka’bah. Seorang muslim tidak boleh hanya mementingkan dirinya sendiri , tetapi juga harus berusaha mengajak orang lain (terutama keluarganya ) untuk beramal ibadah , bersama-sama melaksanakan perintah Allah. Konsep berjamaah, konsep peduli dengan keluarga, membina keluarga yang beriman adalah sangat diperlukan dalam membina masyarakat muslim. Menjadikan keluarga menjadi keluarga yang beriman inilah , keluarga yang mendirikan shalat dan perintah Allah inlah merupakan kesempunaan hidup seorang muslim. Inilah makna shalat di maqam Ibrahim.

Disamping itu, dengan shalat di maqam Ibrahim, maka kita akan mengenang jasa Ibrahim bersama nakanya yang telah bersusah payah membina Ka’bah. Berdirinya Ka’bah adalah amal jariyah daripada nabi Ibrahim dan keluarganya. Dengan shalat di maqam Ibrahim agar kita merasa bahwa manusia yang paling baik, manusia yang sempurna adalah manusia yang berjasa bagi manusia yang lain sebagaimana nabi ibrahim dan keluarganya. Itulah sebabnya dalam sebuah hadis disebutkan : “ Sebaik-baik manusia adalah mansuia yang beguna bagi manusia yang lain “. Dengan cara meninggalkan amal jariyah, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis : “ Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal yaitu doa dari anak yang shaleh, pahala dari sedekah jariyah dan pahala dari ilmu yang bermanfaat “. Dengan shalat di maqam Ibrahim mengingatkan kita apakah kita sudah mendidik anak-anak menjadi anak yang shaleh..? Sudahkah kita mempunyai amal jariyah seperti sedekah, infaq, wakaf dan lain sebagainya..? Inilah pelajaran dan makna daripada shalat dua rakaat di maqam Ibrahim.

Pelajaran daripada minum air zamzam.

Setelah thawaf, dan shalat sunat, jamaah haji disunatkan minum air zam-zam. Minum air adalah syarat bagi kesehatan badan. Dengan minum air zam-zam, dapat diambil pelajaran bahwa manusia harus dapat menjaga kesehatan dan kekuatan tubuh, dalam menjalani kehidupan. Sebab untuk menjadi hamba Allah yan taat dan menjadi khalifah Allah diperlukan kesehatan yang baik dan kekuatan tubuh. Dalam sebuah hadis disebutkan yang maksudnya : “ Seorang mukmin yang kuat tubuhnya lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada seorang mukmin yang lemah “.

Untuk mencapai kejayaan dunia dan akhirat, untuk melakukan saie yang berjalan dari bukit Safa ke Marwa, diperlukan kekuatan tubuh. Untuk itulah sebelum melakukan saie, jamaah haji diharuskan minum air zam-zam, sehinnga tubuhnya menjadi sehat dan kuat. Kekuatan tubuh dan kesehatan hanya didapat daripada makanan dan minuman yang baik dan halal. Oleh sebab itu seorang muslim harus dapat menjaga makanan dan minumannya daripada sesuatu yang halal dan berguna .

Dalam Al Quran dinyatakan : “ Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik daripada apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan, karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu “ ( Surah al Baqarah ; 168 ). Dengan minum air zam-zam, maka seorang muslim harus dapat menjaga makanan dan minumannya daripada barang yang halal, dan yang baik serta berguna bagi tubuhnya sebagaimana air zam-zam yang dapat memberikan kekuatan dan kesehatan bagi tubuh manusia. Inilah makna dan pelajaran daripada minum air zam-zam sebelum melakukan saie dari Safa ke Marwa.

Pelajaran daripada ibadah Saie

Kehormatan diri di dunia hanya dapat dicapai dengan kerjaya. Kekayaan dan kesenangan hidup di dunia dapat diraih dengan kerjaya sepenuh tenaga. Semangat kerja yang tak mengenal penat dan terus menerus inilah yang dilambangkan dalam ibadah Saie yang dilakukan dengan berjalan dab berlari anak tujuh kali putaran dari satu bukit Safa menuju bukit Marwa. Ini melambangkan kepada manusia jika ingin berjaya maka dia harus melakukan kerja keras menaklukkan bukit dan gunung dan seluruh potensi alam yang dilakukan dengan terus menerus. Saie diharuskan untuk mendidik umat Islam supaya dapat menguasai dunia, menjadi khalifah dengan cara bekerja keras , berdisiplin, berusaha dengah sepenuh tenaga. Saie mendidik umat islam agar tidak menjadi manusia malas dan lemah. Kerana hanya dengan kerjaya yang dilakukan dengan sepenuh tenaga , maka umat islam dapat berjaya di dunia.

Dengan ibadah secara berterusan seperti yang dilambangkan dengan thawaf, umat islam berjaya di akhirat dan dengan kerjaya dengan sepenuh tenaga dan berketerusan seperti yang dilakukan dalam ibadah Saie dari bukit Safa ke Marwa , maka umat islam akan berjaya di dunia. Kedua perkara ini harus dilakukan untuk mencapai kebagaian di dunia dan di akhira, sebagai wujud melaksanakan amanat suci yang diberikan kepada manusia untuk menjadi hamba Allah dan khalifah Allah .

Inilah makna daripada ibadah thawaf dan ibadah sa’ie yang dilakukan dalam tujuh kali purtaran. Berarti dengan thawaf dan saie, seorang muslim selama tujuh hari seminggu, harus selalu mendekatkan dirinya untuk beribadah kepada Allah dan juga harus dapat bekerja keras menguasai kehidupan dunia sehingga seorang muslim dapat mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat sebagaimana doa yang selalu dibaca : “ Rabbana Athina fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah waqina ‘adzaabannar, Ya Tuhan kami berikanlah kebahagian dunia dan kebahagian akhirat kepada kami, sehingga kami terhindar daripada siksa neraka “.

Pelajaran daripada wuquf di Arafah.

Setelah thawaf dan saie, maka umat islam melakukan wukuf di Arafah. “Wukuf”yang berasal dari kata “ wa-qa-fa “ bermakna berhenti, sedang kata-kata “ Arafah “ yang berasal dari kata “ a-ra-fa “ bermakna mengenal. Dalam ibadah wukuf di padang Arafah semua manusia sama dalam kedudukan , kerana semuanya mempunyai kedudukan yang sama di depan Allah, sebagai hamba. Dengan wukuf, dimaksudkan agar manusia yang telah mencapai bahagia di akhirat dengan thawaf, dan mencapai bahagian dunia dengan ibadah saie, jangan merasa sombong.Dengan thawaf ada yang merasa dekat dengan tuhan, dengan saie ada yang menjadi kaya, maka walaupun dia lebih taat, lebih alim, lebih kaya, lebih hebat, itu semua bukanlah karena kehebatan manusia tetapi karena rahmat Allah, maka manusia yang alim, kaya, mempunyai kedudukan tidak boleh sombong dengan kekayaan dan kedudukannya. Semua manusia baik itu yang kaya, miskin, berpangkat, berkuasa, semuanya sama di depan Allah Taala. Perasaan sama ini akan menimbulkan rasa bersaudara, bersatu dan saling membantu. Untuk dapat menimpulkan rasa bersaudara, bersatu dan saling membantu, maka diperlukan saling mengenal, inilah tujuan daripada wukuf di Arafah.

Setelah thawaf dan saie, kita berwukuf, berarti setelah beribadah dan bekerja, kita berhenti sejenak, untuk melakukan Arafah, untuk mengenal orang-orang yang berada di samping kita, agar kita dapat membantu dan menolong mereka, sebab dalam sebuah hadis disebutkan “ Sesungguhnya Allah akan menolong hamba jika hamba itu selalu menolong yang lain “. Setelah umat diharuskan untuk beribadah dan bekerja keras, maka dia akan mendapat kebahagian berupa kesenangan dunia dan akhirat. Dengan kerjaya manusia mendapat harta dan kedudukan. Setelah manusia berjaya di dunia, mendapat kekayaan, kedudukan dan pangkat, manusia tidak boleh lupa diri, tidak boleh merasa sombong dan angkuh, tetapi harus tetap menjaga hubungan silaturrahim, tetap mengenal orang yang berada disampingnya, seprti orang faqir miskin, orang yang lemah dan lain sebagainya.

Umat Islam adalah umpama tubuh yang satu, maka perbedaan pendapat, perbedaan kekayaan, perpedaan kedudukan tidak boleh menjadi jurang pemisah dan punca perpecahan. Umat Islam baik mereka yang kaya, yang miskin, yang alim, yang bodoh, pemimpin dan rakyat semuanya harus bersatu. Tidak ada perpecahan disebabkan golongan, puak, bangsa dan warna kulit, tetapi semuanya satu, saling membantu dan berpadu membina kesejahteraan umat manusa. Inilah makna wukuf di Arafah dalam setelah melakukan thawaf dan saie. Sikap wukuf dan Arafah ini akan menimbulkan sikap rahmah, sikap kasih sayang sesama makhluk, sikap inilah yang dilambangkan dengan Jabal Rahmah yang berada di Arafah. Di jabal rahmah, nabi Adam dan Hawa bertemu kembali setelah berpisah dari surga, mereka bertemu untuk memberikan kasih sayang kepada seluruh umat manusia. Itulah sebabnya dengan wukuf di Arafah ini kita dididik untuk menjadi manusia yang mempunyai rasa kasih dan rasa sayang kepada semua makhluk, sebagai bukti rasa persaudaraan dan persatuan.

Makna mengambil batu di Mudzdalifah

Setelah wukuf di Arafah, jamaah haji akan berangkat menuju Muzdalifah. Di Mudzdalifah jamaah haji akan mengambil batu sebagai persiapan untuk membaling Jamrah di Mina. Ini bermakna bahwa setelah umat islam merasakan rasa kasih dan sayang antar manusia, maka dia perlu waspada dengan godaan dunia dan syetan yang akan menganggu kehidupannya. Untuk itu , agar hidupnya aman daripada gangguan dunia , nafsu dan syetan, maka umat Islam perlu mempunyai senjata untuk membentengi dirinya daripada gangguan syetan dan godaan dunia. Senjata itu adalah iman di dalam dada. Inilah makna daripada mengambil batu di Mudzdalifah, sebagai lambang umat islam harus mempunyai persiapan dan senjata untuk menghadapi godaan syetan dan dunia , juga dalam menghadapi setiap cabaran dan tantangan hidup.

Dalam kitab suci al Quran , Allah menyuruh orang yang beriman agar selalu mempersiapkan diri dalam menghadapi kehidupan baik kehidupan dunia maupun akhirat : “ Hai orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri mempersiapkan apa yang akan diperbuatnya untuk hari esok ( hari akhirat ) dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu lakukan “ ( Surah al Hasyr : 18 ).

Persiapan menghadapi kehidupan akan datang baik itu di dunia dan akhirat adalah dengan keimanan yang diwujudkan dalam sifat taqwa. Dengan iman dan taqwa inilah manusia dapat mengawal diri dan hawa nafsu, juga dapat mengalahkan syetan yang akan selalu menggodanya. Disamping itu secara berkelompok, secara berjamaah, umat islam juga perlu mempersiapkan diri daripada serangan musuh seperti dari orang-orang kafir yang selalu mengganggu, maka untuk itu umat islam perlu mempersiapkan kekuatan seperti batu-batu sebagai senjata menghadapi mereka. Dalam Al Quran perintah untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi musuh ini dinyatakan dalam ayat yang maksudnya: “ Dan siapkanlah dirimu untuk menghadapi mereka dengan kekuatan apa saja yang kamu sanggupi baik daripada kuda-kuda yang diikat untuk berperang sehingga persiapan itu dapat menggetarkan kekuatan musuh-musuh Allah, juga menggetarkan musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya. “ ( Surah al Anfal : 60 ).

Pelajaran daripada Mina

Di Mina umat Islam dianjurkan untuk melontar jamrah Aqabah, Jamrah Ula dan Jamrah Wustha. Melontar jamrah ini bermakna bahwa dalam menghadapi kehidupan manusia akan mendapat godaan baik itu godaan syetan maupun godaan hawa nafsu. Jika manusia ingin berjaya , maka dia harus dapat melawan godaan tersebut sebagaimana dia melontarkan batu masuk ke dalam lubang-lubang Jamrah. Godaan itu akan datang dalam berbagai bentuk. Ada godaan yang besar, ada godaan yang sedang dan ada godaan yang kecil. Itulah sebabnya ada tiga tempat melontar, Jamra Aqabah, Jamrah Ula dan Jamrah Wustha. Godaan syetan dan nafsu itu akan datang berulang kali, itulah sebabnya orang yang melakukan ibadah haji harus melontar Jamrah berulang kali, yaitu pada hari ke 9, 10 dan 11 Dzul Hijjah bagi yang melakukan nafar awal dan ditambah satu hari lagi bagi yang melakukan nafar Tsani. Godaan syetan dan dunia akan datang dalam kehidupan kita berulang kali, maka kita juga harus dapat melontar godaan syetan, nafsu dan dunia itu berualng kali sehingga hidup kita dapat lulus dari segala godaan.

Godaan syetan dan dunia serta nafsu tersebut hanya dapat dilawan dengan kekuatan iman. Itulah sebabnya dalam melontar Jamrah kita ucapkan “ Bismillahi Allahu Akbar “. Jamaah haji sewaktu melontar batu kepada Jamrah hendaklah melontar dengan penuh keimanan bukan dngan emosi dan nafsu. Itulah sebabnya sewaktu melontar Jamrah, kita tidak melontar tiang dengan penuh emosi, tetapi melontar untuk memasukkan batu ke dalam lubang. Ini bermakna untuk mencapai kejayaan , manusia harus dapat membuang nafsu dan syetan dari dalam dirinya, kerana selama nafsu dan setan masih berada dalam badan, manusia tidak akan dapat melakukan ibadah dengan baik, juga tidak akan dapat melakukan kerja dengan baik, apalagi untuk membantu orang lain dengan penuh kasih sayang. Sewaktu melontar jamrah, sebenarnya kita sedang melontar dan membuang nafsu dari dalam diri kita masing-masing, membuang rasa ego dalam dada, dan melontar syetan yang datang menggoda di dalam hati.

Dengan melontar batu ke dalam lobang jamrah juga memberikan pelajaran kepada umat islam bahwa dalam menghadapi musuh-musuh Islam, menghadapi orang kafir dan selalu menggangu umat islam, maka umat Islam perlu mempunyai senjata, dan dapat memakai senjata tersebut dengan baik, sehingga dapat memberikan ketakutan kepada musuh.

Sikap bersiap menghadapi musuh ini dilakukan dengan strategi dan manajemen yang rapi sebagaimana dilakukannya melontar jamrah yang dilaksanakan dengan strategi dan menajemen yang baik. Inilah pelajaran daripada melontar mina di Mina sehingga kita dapat mempersiapkan diri dengan baik dalam menghadapi musuh baik itu musuh dalam diri sendiri seperti nafsu dan godaan syetan, dan juga musuh dari luar seperti kaum kafir dan manusia yang lain. Konsep mempersiapkan diri dalam jihad inilah yang harus dipunyai oleh mereka yang telah melontar jamrah di Mina.

Makna tahallul ( mengunting rambut ).

Tahallul adalah menggunting rambut untuk melepaskan diri dari ihram. Ihram adalah penyucian diri untuk menghadap Allah. Kesucian diri manusia dalam ibadah juga harus diikuti dengan sikap berbuat baik kepada manusia yang lain. Islam adalah agama yang mengatur hubungan dengan Alah dan juga dengan manusia yang lain. Ibadah dalam islam bukan hanya berhubungan dengan Allah tetapi juga mencakupi hal-hal yang berkaitan dengan manusia yang lain. Oleh sebab itu kesempurnaan ibadah bukan hanya dengan shalat dan zikir , tetapi juga harus dilengkapi dengan zakat, sedekah, menolong faqir miskin, berbuat baik kepada orangtua, saudara dan jiran dan lain sebagainya. Sikap berbuat baik dan membantu yang lain inilah yang terdapat dalam pelajaran tahallul. Dengan mengunting rambut, berarti kita bersedia memberikan sesuatu yang kita miliki kepada orang lain. Rambut adalah kebanggaan setiap insan, maka memberikan sesuatu yang berharga baik itu tanaga, pikiran, harta kekayaan dan apa saja yang dimilikinya kepada orang lain adalah merupakan kesempurnaan iman.

Itulah sebabnya dalam sebuah hadis disebutkan bahwa : “ Tidaklah beriman seseorang kamu yang tidur dalam keadaan kenyang sedangkan disampingnya ada orang yang sedang kelaparan “. Dalam Al Quran juga disebutkan yang maksudnya bahwa : “ Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebaikan yang sempurna sebelum kamu memberikan sebagian daripada harta yang kamu cintai “ ( Surah Ali Imran : 92 ). Kesempurnaan iman adalah dengan memberikan sebgian harta yang kamu cintai kepada orang lain. Inilah konsep tahallul, sehingga dengan tahallul, berarti seseorang itu tidak akan segan lagi untuk memberikan sebagian daripada harta yang disayanginya untuk membantu orang yang lain dan untuk membela demi perjuangan menegakkan kebenaran. Inilah pelajaran daripada tahallul.

Pelajaran daripada menyembelih hewan qurban

Setelah melontar jamrah, jamaah haji disunatkan untuk menyembelih hewan qurban. Ini merupakan pendidikan bahwa dalam menghadapi hidup di dunia dan mendapatkan kebahagian hidup di akhirat kelak, manusia harus siap untuk melakukan pengurbanan. Tiada kemenangan tanpa perjuangan dan tiada perjuangan tanpa pengurbanan. Tiada kejayaan tanpa pengurbanan. Pengurbanan diperlukan dalam setiap perjuangan kehidupan, baik pengurbanan waktu, harta, pemikiran, dan jiwa. Inilah kunci kejayaan seorang manusia dalam menghadapi tantangan kehidupan. Pengurbanan tersebut akan bermakna jika dilakukan dengan setulus hati, dan penuh keikhlasan mengharapkan ridha Allah sebagaimana dijelaskan dalam Al Quran Surah Al Haj yang maksudnya : “ Daging dan darah binatang yang disembelih itu sekali-kali tidak akan mencapai keridhaan Allah, melainkan ketaqwaan daripada kamu sekalian “ ( Surah al Hajj : 37 ). Jika tahallul adalah memotong beberapa helai rambut, adalah memberikan sesuatu yang ada pada diri kita sehingga kita bersedia untuk berqurban dengan diri kita sendiri sebagaimana orang yang mati syahid dalam peperangan, maka menyembelih hewan qurban adalah memberikan sebagian harta demi perjuangan Islam. Kesediaan berqurban baik dengan diri maupun dengan harta ini merupakan tanda cinta kepada Allah dan kunci kejayaan umat islam sebagaimana yang telah dilakukan oleh para nabi dan rasul.


Makna thawaf ifadhah.

Setelah melontar dan menyembelih qurban di Mina, jamaah haji melakukan thawaf ifadhah. Ini melambangkan bahwa seluruh aktiviti baik itu ibadah, kerja keras, menolong orang lain, berkurban, segalanya harus diakhiri dengan mencari ridha Allah, hanya bertujuan untuk beribadah kepada-Nya. Seorang muslim hidup harus dapat melakukan aktiviti kehidupan berdasarkan perintah Allah, dengan niat mencari ridha Allah, ikhlas kepada—Nya, sebab niat yang ikhlas inilah yang akan memberikan nilai baik di dunia dan di akhirat, sebab semua amal akan dinilai sesuai dengan niat masing-masing.

Demikianlah falsafah dan makna daripada ibadah haji yang dilakukan oleh seorang muslim. Ibadah haji adalah sebuah sekolah, universiti dan tempat latihan bagi seorang muslim untuk menghadapi kehidupan dengan bekal nilai-nilai tauhid, ibadah, kerjaya keras, silaturrahim, siap menghadapi godaan dan kesiapan diri untuk berkurban. Jika seorang muslim dapat melakuan semuanya, berarti dia telah mencapai kesempurnaan hidup, dan kesucian diri, dan itu semua merupakan syarak untuk menghadap kepada Allah dengan penuh kesempurnaan dan kesucian berdasarkan nilai-nilai taqwa dengan mengikuti sunnah rasululah.

Inilah kunci kejayaan seorang manusia dalam menghadapi kehidupan. Inilah cara dan jalan untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Ini semua dilakukan dengan mengikuti sunnah dan cara yang dicontohkan oleh rasul dan sahabat beliau. Itulah sebabnya , dengan mengunjungi tanah suci, supaya umat islam dapat mengenang kembali seluruh kepribadian, perjalanan hidup dan perjuangan Rasul bersama para sahabat. Dengan menghayati makna dan falsafah haji inilah , seorang haji akan kembali ke tanah airnya dengan membawa haji yang mabrur, membawa keteladanan bagi seluruh manusia dan masyarakat dunia.

Pada suatu hari rasulullah ditanya oleh seseorang : “ Pekerjaan apakah yang paling baik ? “ rasul menjawab : “ iman kepada Allah “. Orang itu bertanya lagi : ‘ Kemudian perbuatan apa ? “ rasul menjawab ; ‘ Haji yang mabrur “. ( Muttafaq alaihi ). Dalam hadis yang lain juga disebutkan ; “ Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji dan tidak berkata-kata kotor, tidak berbuat maksiat, maka dia akan kembali dari menunaikan ibadah haji tersebut bagaikan seorang bayi yang baru keluar dari rahim seorang ibu “ ( Muttafaq alaihi ). Dari hadis ini dapat dilihat bahwa haji adalah sebuah proses untuk menemukan hidup yang baru, sehingga seorang yang baru pulang dari haji bagaikan seorang “ newborn “. Manusia yang baru dilahirkan, tidak punya dosa, dengan iman yang masih menyala, dan siap untuk berbuat baik kepada manusia yang lain, sehingga kehadirannya menjadi rahmat bagi umat manusia. Inilah manusia yang mendapat gelar “ mabrur “. Mabrur dari kata-kata “ barra – yabirru “ yang bermaksud kebaikan kepada orang lain. Itulah sebabnya berbuat baik kepada orangtua disebut dengan “ birrulwalidaini “. , maka haji mabrur adalah manusia yang selalu berbuat “ birr “ kebaikan bagi manusia yang lain, dengan nilai-nilai taqarrub kepada Allah sebagiamandala thawaf, nilai-nilai kerja keras menundukkan dunia sebagaimana dalam saie, dengan nilai-nilai mengenal dan bersikap kasih kepada manusia yang lain sebagaimana dalam wuquf, dengan nilai-nilai siap menghadapi cabaran dan godaan sebagaimana dlaam mabit di mudzdalifah, dan nilai-nilai siap berjuang, berkorban sebagimana dalam melontar jamrah di Mina, sebagai sikap dari ketauhidan dan ibadah kepada Alah taala. Wallahu A’lam.

( Muhammad Ariffin Ismail )

No comments:

Post a Comment