A L - J A M ’ U
“Al Jam’u” secara harfiyah maksudnya adalah mengumpulkan. Maksud al Jam’u disini adalah mengumpulkan antara perbuatan hamba dengan kehendak dan keputusan Allah, sehingga terjadilah sesuatu perbuatan. Hal ini didasarkan kepada ayat : “ Tidaklah negkau melempar, tetapi Allah yang telah melempar “ ( QS. Al Anfal : 17 ). Ayat ini turun dalam peperangan Badar, dimana Rasulullah melempar batu kepada musuh dan ketika batu itu terkena kepada orang kafir maka orang kafir musyrikin itupun mati. Oleh sebab itu ayat ini menyatakan bahwa wahai Muhammad engkau tidaklah melempar batu itu, tetapi Allah melempar. Maksudnya bahwa engkau yang melempar, tetapi Allah yang menjadikan keputusan lempar itu sehingga orang kafir itu mati disebabkan oleh lemparan yang engkau lakukan. Keyakinan bahwa itu semua terjadi karena kehendak Allah , sehingga perbuatan manusia itu hanya merupakan sebab, itulah yang dinamakan dengan al jam’u ( mengumpulkan dengan menghilangkan sebab, sehingga yang diyakini itu adalah perbuatan dan keputusan dari Allah ).
Ada kumpulan yang salah memahami ayat diatas menyatakan bahwa manusia itu tidak melempar, maka setiap lemparan itu hanyalah Allah yang melempar, oleh sebab itu manusia tidak perlu berikhtiar, sebab semuanya itu terpulang kepada Allah. Ini pendapat kelompok Jabariyah yang salah, sebab manusia yang melakukan lemparan, dan pada waktu manusia itu melempar, itu dengan ikhtiar, dengan usaha (kasb ), dengan kekuatan daripada mansuia, hanya saja pada waktu manusia itu melempar, Allah yang membrikan kepadanya kekuatan, dan keputusan.
Ada lagi kelompok yang menyatakan bahwa manusia itulah yang melempar, bukan Allah sebab manusia itu diberi kekuasaan penuh dalam berikhtiar, tanpa ada hubungan dengan Tuhan. Mereka berlandaskan kepada ayat : “ Sesungguhnya Allah itu tidak merobah apapun daripada suatu kaum sehingga kaum itu yang merobah apa yang ada pada diri mereka sendiri “. ( Surah al ra’d : 11 ). Pendapat dari kelompok Qadariyah ini juga salah, sebab mereka tidak melihat kepada ayat yang lain. Adapun yang benar adalah mengumpulkan kedua ayat, sebagaimana yang diyakini oleh Ahlussunnah wal jamaah, bahwa manusia yang melakukan ikhtiar dan berusaha ( kasb ), hanya segala sesuatu itu tergantung juga dengan iradah dan qudrah daripada Allah Taala. Inilah yang disebut dengan konsep al Jam’u , yaitu mengumpulkan antara ikhtiar dan kasab daripada manusia dengan kehendak dan qudrah daripada Allah, dan menyatakan bahwa keputusan segala sesuatu hanya ada pada Allah.
Dalam memahami konsep “ al Jam’u “ ini, maka seorang ulama tasawuf, Ibnu Athaillah Al Askandari dalam kitabnya yang terkenal “ al Hikam” menyatakan : “ Orang yang lalai akan melihat apakah yang akan dikerjakannya esok hari, sedangkan orang yang berakal akan berkata apakah yang akan Allah perbuat baginya esok hari “. Bagi orang yang lalai dia akan menyangka bahwa dirinya melakukan sesuatu perbuatan, tanpa ada hubungan kait dengan Allah Taala, sedangkan bagi orang yang berakal menyatakan bahwa apapun yang dilakukan pada esok hari itu semua hanya dapat dilaksanakan dengan pertolongan Allah, sebab Allah memberikan kepadanya kesehatan, kekuatan, dan Allah juga yang memberikan kepadanya keputusan daripada perbuatannya tersebut. Itulah sebabnya dalam Al Quran dinyatakan : “ Dan janganlah engkau berkata bahwa besok engkau akan melakukan sesuatu perbuatan melainkan dengan izin dan kehendak Allah “ ( Surah al kahfi : 23-24 ).
Pemahaman “al Jam’u” dalam perbuatan itu dapat dilaksanakan dengan cara bahwa sewaktu akan melakukan perbuatan kita mengucapkan “isnya Allah “, sewaktu mulai melakukan perbuatan dengan ucapan “ Bismillah “, dan sewaktu perbuatan itu berakhakhir , maka kita ucapkan “ Alhamdulillah “. Dengan ucapan itu maka kita memahami bahwa perbuatan manusia tidak ada satupun yang dapat dilepaskan dari pertolongan, qudrah dan iradah Allah, sehingga manusia jika melakukan sesuatu harus meyakini bahwa “ La haula wala quwata illa billah “, tiada upaya dan tiada kekuatan kecuali daripada Allah Subhana wa taala. Manusia melakukan perbuatan, tetapi upaya manusia uitu juga datang darupada Allah. Manusia yang mempunyai tenaga dan kekuatan, tetapi tenaga dan kekuatan juga datang dari Allah, bukan dari badan manusia itu semata-mata. Dengan pemahaman ini, maka manusia akan terlepas daripada riya, bangga dan sombong.
Dengan pemahaman “al jam’u “, manusia juga akan mengakhiri segala perbuatan yang dilakukannya dengan meminta ampun dan taubat kepada Allah, itulah sebabnya rasulullah sendiri setiap mengakhiri sesuatu perbuatan seperti majlis ilmu, selalu melakukan “istighfar’. Demikian juga setiap pagi nabi membaca istighfar dan di perang hari nabi juga membaca istighfar. Seakan-akan mengajarkan kepada umatnya agar memulai hari dengan istighfar dan menutup hari dengan istighfar. Dengan istighfar berarti kita telah merasa bahwa perbuatan kita itu harus kita persembahkan kepada Allah, dan sebab itu kita meminta ampun atas kesalahan ataupun kekurangan yang terdapat dalam perbuatan tersebut.
Ulama juga menyatakan al jam’u dalam ilmu, artinya manusia disuruh Allah mencari ilmu, tapi ingatlah bahwa ilmu itu dfatang daripada Allah : “Bacalah dengan nama Tuhanmu “ ( Surah al Alaq : 1 ) dan dalam ayat lain Allah berfirman : “ Dan kami ajarkan dia ( khidir ) dengan ilmu pengetahuan yang datang dari sisi kami “ ( Surah al Kahfi : 65 ). Carilah ilmu itu dengan nama Allah, walaupun engkau mencari ilmu dengan membaca, mengkaji, dan lain sebagainya, tetapi ilmu itu yang datang kepada kamu itu semua bukan karena pembacaan dan pengkajian, tetapi daripada Allah Taala. Inilah yang dimaksud dengan “ al Jam’u “ dalam ilmu.
“Al jam’u “ juga dalam wujud, sehingga seorang manusia harus meyakini bahwa wujudnya sesuatu itu hanya dapat terjadi dengan wujudnya Allah, dengan kekuasaan Allah dalam menciptakan sesuatu, bukan terjadi dengan sendirinya. Segala kejadian alam, perubahan siang dan malam, itu semua terjadi dengan adanya ketentuan Tuhan dalam setiap proses penciptaan, sebagaimana dinyatakan oleh Al Quran bahwa Allah melakukan segala sesuatu dalam setiap sa’at penciptaan : “ Setiap yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepadaNya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan “ ( Surah ar rahman : 29 ).
Dengan memahami al jam’u dalam wujud baru kita dapat memahami “ aljam-‘u “ dalam kesaksian, dimana seorang mansuia dalam melihat setiap benda, melihat setiap kejadian alam, hanya menyaksikan kebesaran Tuhan, dimana segala diciptakanNya dengan penuh hikmah, dan kasih sayang Allah. Sebab itu segala sesuatu bagi seorang muslim itu merupakan kebaikan sebab segala sesuatu itu diciptakan oleh Allah untuk kebaikan manusia. “ Kadangkala apa yang engkau benci, itu sebenarnya itu baik bagi dirimu dan apa yang engkau suka, itu sebenarnya tidak baik bagi dirimu, sebab hanya Allah Maha mengetahui dan kamu tidak mengetahuinya “ ( Surah alBaqarah : 216 ). Walahu A’lam.
Manusia berdoa itu juga adalah kehendak Allah, manusia beramal itupun kehendak Allah, manusia sholat manusia bermaksiat itupun atas kehendak Allah, yg bermaksiat di neraka yg beramal sholeh disurga, surga dan neraka sudah ditetapkan sebelum manusia itu berbuat atau bahkan sebelum dilahirkan
ReplyDelete