Pages

Showing posts with label AlHikam. Show all posts
Showing posts with label AlHikam. Show all posts

Thursday, April 28, 2016

AL Hikam 120


AL HIKAM 120

مَتَى جَعَلَكَ فِى الظَّاهِرِ مُمْتَثِلاً لأَمْرِهِ وَرَزَقَكَ فِى الْبَاطِنِ الاسْتِسْلاَمَ لِقَهْرِهِ فَقَدْ أَعْظَمَ الْمِنَّةَ عَلَيْكَ

Terjemahan : Apabila Allah telah menjadkan engkau pada zahirnya menurut perintahNya dan dalam hatimu menyerah bulat kepadaNya, berarti Tuhan telah memberi sebesar-besar nikmat kepadamu (  Ibnu Athailah Sakandary /AL Hikam 120 )

Penjelasan : 

Tujuan manusia hidup adalah penghambaan  kepada Allah, sebagaimana dinyatakan dalam kitab suci al Quran : “ Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKU “( QS. Dzariyat/51 : 56 ).

Penyembahan yang sempurna adalah penyembahan yang dilakukan dengan penuh keikhlasan, penyerahan diri kepadaNya : “ Tidaklah aku ( Muhammad ) diperintahkan kecuali hanya untuk menyembah kepada Allah dengan penuh keikhlasan dalam menjalankan agama “ ( QS. Al Bayyinah/98 : 5)

Penyerahan diri kepada Allah secara zahir adalah dengan menjalankan segala perintahNya dan meninggalkan segala laranganNya : “ Apakah mereka mencari selain agama Allah padahal seluruh langit dan bumi telah menyerahkan dirinya kepada Allah “ ( QS. Ali Imran :83 ).

Dalam ayat yang lain dinyatakan juga bahwa “ Sesungguhnya agama yang diridhai Allah adalah agama Islam “ ( QS. Ali Imran/19) “ Dan siapa yang mencari selain agama Islam, maka Allah tidak akan menerimanya “ ( QS. Ali Imran : 85 )”. Maka siapa yang dikehendaki Allah untuk diberi  petunjuk maka Allah akan melapangkan dadanya dalam menjalankan   Islam “ ( QS. Al An’am/6 : 125).

Menjalankan perintah Allah dan meninggalkan laranganNya, itulah ibadah secara zahir, sedangkan keikhlasan menyerahkan diri dengan ridha dalam menerima segala ketentuanNya, itu merupakan ibadah secara batin, serta mendapat kedua-duanya dalam kehidupan itu merupakan kenikmatan hidup yang terbesar.  Ramadhan al Bouty berkata bahwa sifat ubudiyah ( penghambaan ) kepada Allah akan sempurna dengan dua perkara (1) melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan laranganNya (2) penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah dalam segala segala keadaan. Itulah sebabnya Rasulullah mengajarkan umatnya agar membaca kalimat zikir : Aku Ridha  menjadikan Allah sebagai Tuhanku, Aku ridha  menajdikan Islam sebagai agamaku dan Aku ridha akan  Muhammad sebagai Nabi dan Rasul “.

Melakukan amal ibadah dengan penyerahan diri, dan hati yang ikhlas hanya mengharapkan keridhaanNya itulah kenikmatan hidup yang diberikan kepada hambaNya. Sedangkan ada sebagian manusia  yang beribadah kepadaNya bukan untuk mencari keredhaanNya, tetapi untuk mendapatkan tujuan dan kesenangan tertentu. “ Dan diantara  manusia ada yang menyembah Allah hanya ditepi, maka jika dia memperoleh kebajikan, dia puas dan tenang,  tetapi jika dia ditimpa kesusahan, maka dia balik ke belakang. Dia mendapatkan kerugian dunia dan akhirat. Itulah kerugian yang nyata “ ( QS. al Hajj/ 22 : 11 ).

Ibnu Ajibah dalam menerangkan kalimat alhikam ini menyatakan : “ Pelaksanaan ibadah zahir dan batin ini merupakan sebesar-besar pemberian dan nikmat sebab jika seseorang itu dapat melaksanakan perintahNya dan meningalkan larannganNya, dengan penghambaan, keridhaan, penyerahan diri, dan keikhlasan hati dalam menjalankan kehidupan sesua dengan petunjukNya berarti orang tersebut telah makrifat ( mengenal ) Allah dengan sebenar-benar makrifat, sebab melaksanakan perintahNya dan meninggalkan laranganNya itu menunjukkan pada kesempurnaan dalam menjalankan syariat, dan penyerahan diri kepadaNya di dalam batin itu merupakan kesempurnaan tharikat ( jalan menuju kepadaNya ), dan menyatukan keduanya dalam kehidupan itu merupakan hakikat kehidupan, dan itulah puncak kesempurnaan. Oleh sebab itu jika Allah telah menghiasi  zahir dengan ketaatan atas perintahNya, dan menghiasi batin engkau dengan mengenal ( makrifat ) segala ketentuanNya yang dinampakkan dengan  penyerahan diri kepada segala ketentuan dan takdirNya, dan keridhaan dalam menjalankan perintahNya dengan penuh keikhlasan, itu merupakan nikmat terbesar dalam kehidupan yang harus disyukuri sehingga keadaan tersebut dapat membuat dirimu melihat kebesaran Tuhan dengan penuh kecintaan dan kerinduan.

Sebesar-besar nikmat karunia Tuhan kepada hambanya ialah jika Allah memberikan taufik dan hidayah kepada hambaNya untuk melakukan segala perintah kemudian ditambah dengan kekuatan menyerahkan diri, tawakal kepadaNya di dalam batinnya. Dengan kedua nikmat zahir dan batin tersebut maka seseorang itu telah mencapai keperluan hidup di dunia dan di akhirat, sebab manusia itu hanya diperintahkan supaya beribadah dengan tulus ikhlas menuju kepada Allah, sedangkan segala keperluan hidupnya yang lain akan dicukupkan oleh Allah, sebagaimana dinyatakan Wahab bin Munabbih : “ Aku telah membaca dalam sebagian kitab-kitab suci terdahulu dimana Allah berfirman : “ Hai hambaKu, patuhlah kepadaKu pada apa yang Aku perintahkan kepadamu, dan jangan engkau mengajar Aku dengan segala keperluanmu. Aku memuliakan siapa yang memuliakanKu, dan Aku menghinakan siapa yang merendahkan perintahKu kepadanya, dan Aku tidak melihat kepada hak seorang hamba sehinga hamba itu melihat kepada hakKu. “.

Wallahu A'lam bissawab.





ALHIKAM 119

AL HIKAM 119

 لاَ تُطَالِبْ رَبَّكَ بِتَأَخُّرِ مَطْلَبِكَ ، وَلَكِنْ طَالِبْ نَفْسَكَ بِتَأَخُّرِ أَدَبِكَ

Terjemahan : “ Jangan menuntut Tuhan karena terlambatnya permintaan yang telah engkau minta kepada Tuhan, tetapi hendaklah engkau betulkan dirimu, tuntut dirimu supaya tidak terlambat melaksanakan kewajipan-kewajipanmu terhadap Tuhanmu “ ( AL HIKAM 119 )

Penjelasan :

Ibadah dan Doa

Dalam surah al fatihah , Allah berfirman : Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan “ ( Surah al Fatihah/1 : 5 ) Dari pemahaman ayat ini, sebagian ulama menyatakan bahwa sebaiknya doa dimulai dengan ibadah seperti membaca ayat-ayat al Quran, zikir, shalawat , sedekah, berbuat kebajikan dan lain sebagainya.

Doa dan Percaya

Dan apabila hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah, bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi [segala perintah] Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. ( Surah al Baqarah/2 : 186 )

Rasulullah bersabda: Jika seseorag dari kamu berdoa maka janganlah kamu mengucapkan Ya Allah, ampunkanlah dosaku kalau Engkau Berkehendak, Ya Allah, kasihanilah aku jika Engkau berkehendak, untuk menetapkan permintaan itu, sebab sesungguhnya tidak ada yang dapat memaksakan sesuatu kepada Allah Taala “( riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ).
Rasululah bersabda : “ Berdoalah kepada Allah dan kamu yakin akan diterima, dan ketahuilah bahwa Allah Taala tidak akan menerima doa dari hati yang lalai “ ( riwayat Tirmidzi dari Abu Hurairah )

Doa, kebaikan dan khusyu

Maka Kami memperkenankan do’anya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan cemas.  Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami. ( Surah al Anbiya : 90)

Rendah diri dan tanpa kesombongan diri

Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku  akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". ( Surah Ghafir/40 : 60 )“ Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan penuh kerendahan diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas  (Surah al A’raf/7 : 55)

Doa dan membaca bacaan zikir

Salmah bin Akwa berkata : Belum pernah aku mendengar Rasulullah memulai doanya, selan dimulanya dengan membacakan :        سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَلِىِّ الأَعْلَى الوَهَّابِ
 Subhana Rabbiyal Aliyyil A’la Wahhab , artinya  Mahsuci Tuhanku, Dzat Yang Tinggi, Dzat Yang Tertinggi, Dzat Yang Maha Memberi

Doa dan bacaan shalawat

Abu Sulaiman Darani berkata : Barangsiapa bermaksud berdoa kepada Allah untuk suatu keperluan, maka hendaklah dimulanya dengan membaca shalawat kepada Nabi, kemudian meminta keperluannya, kemudian ditutp dengan membaca shalawat kepada Nabi, sesungguhnya Allah akan menerima dua shalawat dan Dia Maha Pemurah daripada meninggalkan (tidak menerima) doa diantara dua shalawat tersebut. 

Doa dan kebajikan

Abu Dzar berkata : “ Cukupkanlah doa itu dengan perbuatan kebajikan, sebagaimana dicukupkan makanan itu dengan garam “.

Doa dan kesabaran

Rasulullah bersabda : “ Mintalah kepada Allah dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Taala itu sangat suka jika diminta, dan termasuk daripada ibadah adalah menantikan kelapangan dari doa tersebut “ ( Hadis riwayat Thabrani, dari Ibnu Mas’ud ).

Rasulullah bersabda : Doa kamu akan diterima selama tidak minta disegerakan, dimana ia mengatakan : Aku telah berdoa, maka doaku tidak diterima, maka apabila kamu berdoa, maka mintalah yang banyak kepada Allah, karena engkau berdoa kepada Allah Yang Maha Pemurah “ ( riwayat Bukhari dan Muslim ).

Jawaban Doa

Rasululah bersabda : “ Sesungguhnya seorang hamba itu, jika berdoa maka jawabannya tidak akan terlepas daripada tiga hal, adakalanya dosa itu diampunkan dengan doa tersebut, adakalanya permintaan itu disegerakan dan adakalanya disimpankan baginya kebajikan di masa mendatang “.


Rasulullah bersabda : “ apabila kamu berdoa dan meminta dikabulkan, maka hendaklahmembaca  الحَمْدْ لِلِّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّلِحَاتُ Segala puji bagi Allah dimana dengan segalanikmatnya sempurnalah semua kebaikan, Dan sesiapa yang terlambat membacanya, maka bacalah الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ    Segala puji bagi Allah atas segala keadaan  ( Hadis riwayat Baihaqi dari Abu Hurairah ) 

Sofyan bin Uyainah berkata : Tidaklah seseorang itu dilarang dari berdoa, walau bagaimana keadaan dirinya, sesungguhnya Allah menerima doa makhluk yang terjahat, Iblis yang telah dikutuk Allah, karena Iblis berkata : Wahai Tuhanku, beri tangguh aku sampai hari kebangkitan , maka Allah menjawab : “ Sesungguhnya engkau termasuk orang yang diberi tangguh “ ( Surah al Hijr : 36-37).

Wallahu A'lam.

AL HIKAM 118

AL HIKAM 118

         سُبْحَانَ مَنْ سَتَرَ سِرَّ الْخُصُوصِيَّةِ بِظُهُورِ الْبَشَرِيَّةِ ،
                        وَظَهَرَ بِعَظَمَةِ الرُّبُوبِيَّةِ فِى إِظْهَارِ الْعُبُودِيَّةِ
Maha Suci Allah yang telah menutupi rahasia-rahasia keistimewaan seorang hamba (khususiyah ) dengan terlihatnya sifat-fifat kemanusiaan. Dan Maha Suci Allah yang telh memperlihatkan kepada hambaNya kebesaran Rububiyah dalam nampaknya penghambaan manusia kepadaNya.

Maksud daripada pernyataan diatas adalah kadang kala ada seseorang yang memiliki  keistimewaan ( wali Allah ) dengan memiliki  ilmu pengetahuan, makrifat, dan pemahaman terhadap kebesaran Allah yang diberikan Allah kepadanya, tetapi manusia sekitarnya tidak mengetahui keistimewaan tersebut sebab secara lahir orang tersebut sama seperti manusia awam biasa baik dalam perbuatan maupun dalam amal ibadah.

Siapakah wali Allah ?
Dalam kitab suci al Quran dinyatakan : “ Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Mereka itu orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan  di akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah. Hal yang demikian itu adalah kemenangan yang besar “. (Surah Yunus : 62-64)
Dalam hadis dinyatakan :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَالَ : مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ ، وَلَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا ، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُع
Rasulullah bersabda , Allah berfirman : Siapa yang memusuhi waliKu maka aku akan berperang dengannya. HambaKu mendekatkan diri  kepadaKu yang dengan sesuatu yang wajib, dan senantiasa dia mendekatkan diri dengan sesuatu yang sunat sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya, penglihatannya, tangannya untuk memegang, kakinya untuk berjalan, dan jika dia meminta kepadaKu, niscaya Aku memberinya dan jika dia berlindung kepadaKu, Aku akan melindunginya ( Riwayat Bukhari/6502 )
Dalam al Quran dinyatakan bahwa Rasul itu adalah ,manusia biasa, melakukan apa yang manusia lakukan, demikian juga para wali-wali Allah, “ Dan Kami tidak mengutus rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan mereka sungguh makan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu Maha Melihat “(Surah al Furqan : 20) 

Dari Anas bin Malik berkata bahwa dia mendengar Rasulullah bersabda : “ Ada orang yang rambutnya kusut, badannya berdebu, mempunyai pakaian yang buruk, jika dia bersumpah kepada Allah niscaya Allah menganugerahkan kebaikan kepadanya “. Hadis riwayat Muslim.


Rasulullah bersabda bahwa Allah telah berfirman : “ Sesungguhnya waliKu yang paling aku suka adalah hamba yang mukmin, sedikit harta, mempunyai kesenangan dengan shalat, membaikkan ibadah kepada Tuhannya, dan mentaatinya pada waktu tersembunyi. Dia tertutup pada manusia, tidak ditunjukkan kepadanya anak jari, kemudian dia bersabar atas yang demikian. ( riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah )

Rasulullah bersabda : “ Apakah tidak aku tunjukkan kepadamu siapakah iantara penduduk surga ? Iaitu orang yang lemah dan dipandang lemah, jikalau ia bersumpah kepada Allah, niscaya Allah mencurahkan kebaikan kepadanya. Dan penduduk neraka iaitu orang yang sombong dan terpandang sombong, dan angkuh dalam gerak-geriknya “ ( riwayat Bukhari dan Muslim ).

Rasulullah bersabda : “ Sedikit dari riya itu adalah sebagian dari syirik. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang yang taqwa dan menyembunyikan amal perbuatannya. Mereka jikalau tidak datang, orang tidak mencarinya. Jika hadir, orang tidak mengenalnya. Hati mereka itu lampu petunjuk. Mereka terlepas dari setiap bumi yang gelap (Thabrani )

Rasulullah bersabda : “ Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah riya dan nafsu syahwat yang tersembunyi, dimana dia lebih tersembunyi daripada merangkaknya semut hitam atas batu besar yang hitam di dalam malam yang gelap “ ( hadis sahih, riwayat Ibnu Majah dan Hakim )

Rasulullah bersabda : “ Tidaklah dua ekor serigala yan buas yang dilepaskan dalam kandang kambing, lebih cepat membat bencana kepada agama daripada kecintaan seseorang terhadap kemuliaan ( ingin dikenal ) dan kecintan terhadap harta “ ( Riwayat Tirmidzi ).

Fudhail bin Iyadh berkata : “ Jika engkau sanggup untuk tidak dikenal, maka lakukanlah : Tidaklah atas engkau untuk dikenal, tidklah atas engkau untuk dipuji, dan tidaklah engkau itu tercela jika engkau itu terpuji di sisi Allah subhana wa taala “.

Rasulullah bersabda : “ Cukuplah seseorang itu daripada kejahatan, bahwa manusia menunjuk kepadanya dengan anak jari tentang agama dan dunianya, kecuali orang yang dipelihara oleh Allah “ ( riwayat Baihaqi dari Anas bin Malik ).


Wallahu A’lam.




AL HIKAM 116

AL HIKAM 116


مَنْ ظَنَّ انْفِكَاكَ لُطْفِهِ عَنْ قَدَرِهِ فَذَلِكَ لِقُصُورِ نَظَرِهِ

Siapa yang mengira terlepasnya hikmat karunia Allah daripada bala ujian yang ditaqdirkan oleh 
Allah, maka yang demikian itu disebabkan karena pendeknya pandangan imannya


Penjelasan :

Setiap yang dijadikan dan ditakdirkan itu mempunya maksud dan tujuan sebagaimana dinyatakan dua kali dalam kitab suci al Quran dengan ayat yang sama : Dan (ingatlah) tidaklah Kami menciptakan langit dan bumi serta segala yang ada di antaranya, secara main-main. (QS. Al Anbiya/21 : 16 / QS. ad Dukhan/44 : 38 )

Oleh sebab itu Rasulullah saw melarang umatnya untuk mencaci maki  taqdir musibah dan kejadian yang telah terjadi, sebagaimana dinyatakan dalam hadis yang  : “ Janganlah kamu menuduh Allah dengan suatu tuduhan yang tidak baik pada setiap kejadian yang sudah ditaqdirkanNya “.
Seorang mukmin harus meyakini bahwa didalam setiap musibah yang telah ditakdirkan itu pasti ada kebaikan, sebagaimana sabda Rasululah : “ Siapa yang dikehendaki Allah untuknya kebaikan maka orang tersebut akan diuji dengan musibah dan bala “ . Abu Hurairah dan Abu Said r.a. menceritakan bahwa Rasulullah bersabda : “ Tiada sesuatu yang mengenai seorang mukmin berupa penderitaan atau kelelahan, atau kerisauan hati dan pikiran melainkan itu semua akan menjadi penebus dosa bagi orang tersebut” ( riwayat Bukhari dan Muslim ).

 Ibnu Mas’ud berkata bahwa Rasulullah bersabda :” Tiada seorang muslim yang terkena musibah dan bala bencana atau penyakit atau sesuatu yang lebih ringan daripada itu melainkan Allah akan menggugurkan dosanya bagaikan daun yang gugur “ . Oleh sebab itu dalam setiap musibah terdapat hikmah kebaikan dan rahmat Allah, dan jika seseorang tidak dapat melihat kebaikan dan rahmat dalam suatu musibah, maka itu disebabkan dangkalnya pandangan orang tersebut atas musibah yang telah ditetapkan Allah kepadanya.
Iman itu mempunyai dua sendi, yaitu yakin dan sabar, sebagaimana dinyatakan oleh sahabat nabi, Syahar bin Hausyab bahwa : “ Sesuatu yang paling sedikit yang diberikan kepada kamu adalah yakin dan sabar “. Artinya di dalam melihat sesuatu kejadian kita meyakini bahwa iu semua datang dari Allah dengan penuh kebaikan dan ahmatNya, oleh sebab itu kita harus menghadapinya dengan penuh kesabaran, sebab di dalam kejadian musibah dan bencana tersebut kita akan mendapatkan pahala, mendapatkan ampunan dosa, dan kenaikan pangkat dan kedudukan di depan Allah subhana wa ta’ala. Jika kita meyakini bahwa musibah itu mendatangkan kebaikan maka kita akan bersyukur dengan bencana dan musibah tersebut. Oleh sebab itu sahabat nabi Ibnu Mas’ud berkata : “ Iman itu memiliki dua sisi, sabar dan syukur “. Diantara doa yang diajarkan nabi kepada kita adalah meminta keyakinan dan kesabaran : “ as’aluka minal yakini ma tuhawwinu alayya bihi min masaibad dunya , Aku bermohon kepada Engkau Ya Allah suatu keyakinan yang dapat memudahkan aku untuk menghadapi musibah-musibah dunia “ ( riwayat Tirmidzi ).

Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata dalam pidatonya : “ Apa yang dianugerahkan Allah kepada seorang hamba daripada nkmat, lalu dicabutnya nikmat tersebut dan digantikannya dengan sabar maka apa yang digantikan Allah tersebut (sabar ) lebih utama daripada nikmat yang dicabutNya “ kemudian dia membaca ayat : “ Sesungguhnya bagi orang yang sabar itu akan disempurnakan Allah ganjaran pahala atas kesabaran tersebut dengan balasan  pahala yang tiada terhingga “ ( QS.az Zumar : 10 ).

Diriwayatkan ada diantara orang-orang salaf ( terdahulu ) berjalan dengan membawa duit yang diletakkan di kantong bajunya. Di tengah jalan, uang tersbeut dicuri oleh seseorang, maka dia berkata : “ Semoga Allah memberikan keberkatan kepada orang yang mengambil uang tersebut, dan semoga orang itu lebih memerlukan uang itu daripada dirinya “. Demikian juga, seorang wanita, istri dari Fatah bin Syukruf al Mosuli jatuh terpeleset, sehingga tercabut kuku kakinya, kemudian dia tertawa dan bergembira. Sewaktu ditanyakan kepadanya mengapa dia bergembira dengan kejadian tersebut, dan tidak merasa sakit, maka dia menjawab : “ Sesungguhnya kelezatan pahala yang terdapat pada musibah ini menghilangkan rasa sakitnya “.

Rumaisha, Ummu Salim menceritakan : Anakku yang laki-laki meninggal dunia, sedang suamiku sedang keluar. Aku bangun berdiri dan menutup muka anakku dan kuletakkan di sudut rumah. Tak lama kemudian datanglah suamiku Abu Talhah, dan aku segera  menyiapkan makanan buka puasa untuknya. Sedang makan, suamiku bertanya : Bagaimana anak kita ? Aku menjawab : “Alhamdulillah, dia dalam keadaan baik ”. Kulihat suamiku senang dengan jawaban tersebut, kemudian aku bertanya : “ Tidakkah engkau heran dengan tetangga kita “, dan dia bertanya : “ Ada apa dengan mereka ? “. Aku menjawab : “ Mereka dipinjamkan dengan suatu pinjaman, tetapi tatkala pinjaman itu diminta kembali, ereka bersusah hati “. Suamiku menjawab : “ Itu adalah akhlak yang buruk “. Kemudian aku melanjutkan pembicaraan : “ Anak lelaki kita itu adalah pinjaman Allah kepada kita, dan sekarang Allah telah mengambilnya dan kembali kepadanya “. Suamiku segera memuji Allah dan bersikap redha dengan keadaan tersebut. Keseokan harinya suamiku menjumpai Rasulullah dan menceritakan keadaan itu, maka Rasul berdoa : “ Allahuma barik lahuma fi lailatihima…Ya Allah berikanlah berkah kepada keduanya dengan sikap mereka berdua pada malam tersebut “. Anas yang menceritakan kisah ini selanjutnya menyatakan : “ Kemudian, aku melihat kedua suami istri tersebut memiliki tujuh orang anak. Semua anak tersebut  pandai membaca al Quran “. Sahabat Jabir jga menceritakan bahwa dia pernah mendengar Rasulullah bersabda : “ Aku bermimpi masuk surga, dan dalam mimpiku tersebut aku bertemu dengan istri Abu Talhah “ ( hadis riwayat Thabrani ).

Pada suatu hari, Rasulullah ditanya: “ Apakah iman ? “,  Rasulullah bersabda : “ Iman itu adalah bersikap sabar dan suka memaafkan “.  Ali bin Abi Thalib  berkata : “Iman itu dibangun atas empat tiang, yakin, sabar, jihad, dan adil”. Kemudian Ali melanjutkan : “ sabar itu dari iman adalah sebagaimana kedudukan kepala dari badan. Tiada badan yang tidak memiliki kepala, dan tiada iman bagi orang yang tidak memiliki kesabaran “. Oleh sebab itu dalam suatu hadis, Rasulullah bersabda : “ Lakukan ibadah kepada Allah dengan penuh keridhaan. Jika kamu tidak sanggup untuk ridha, maka sabarlah kamu atas apa yang kamu tidak suka “ ( Tirmidzi ).

Seorang lelaki menjumpai ulama Sahal Tustary berkata : “ Seseorang telah ke dalam rumah dan mencuri hartaku “. Sahal menjawab : “ Bersyukurlah kepada Allah, sebab yang hilang itu hanya hartamu. Jikalau syetan yang datang dan masuk ke dalam hatimu, dan merusak tauhidmu, apakah yang dapat engkau perbuat..? “. 

Khalifah Umar bin Khattab berkata : “ Tidaklah aku mendapat bencana melainkan ada padanya empat nikmat : (1) Bencana itu bukan bencana yang merusak agamaku, (2) Tiada terjadi bencana yang lebih besar daripadanya (3) Dengan bencana , aku mendapatkan sikap redha kepada takdirNya (4) Dengan bencana, aku bersabar dan mendapatkan pahala dari bencana tersebut.


Wallahu A’lam bis sawaab.

AL HIKAM 115

AL HIKAM 115

 لِيُخَفِّفْ أَلَمَ الْبَلاَءِ عَلَيْكَ عِلْمُكَ بِأَنَّهُ سُبْحَانَهُ هُوَ الْمُبْلِى لَكَ فَالَّذِى وَاجَهَتْكَ مِنْهُ الأَقْدَارُ هُوَ الَّذِى عَوَّدَكَ حُسْنَ الاَخْتِيَارِ 
Terjemahan :
Seharusnya terasa ringan kepedihan bala yang menimpa kepadamu, kerana engkau mengetahui bahwa Allah yang menguji padamu, maka Tuhan yang menimpakan kepadamu takdirNya itu. Dia pula yang telah memberi kepadamu sebaik-baik apa yang dipilihkan untukmu ( Ibnu Athaillah )

Penjelasan :

 1. Hidup adalah ujian 

Segala sesuatu dalam kehidupan ini, baik dan buruk adalah merupakan ujian daripada Allah untuk melihat bagaimana sikap kita sebagai hamba kepada Tuhannya. Dalam al Quran dinyatakan : “ Kami jadikan kebaikan dan keburukan itu suatu ujian bagi kamu “ ( QS. Al Anbiya/21 : 35 )  “ Dan Kami jadikan sebagian kamu dengan sebagian yang lain itu merupakan ujian, apakah kamu dapat bersabar “ ( QS. Furqan/25 : 20 ). “ Sesungguhnya harta kekayaan dan anak-anak yang kamu miliki itu semua merupakan ujian bagi kamu, dan apa yang ada pada sisi Allah itu pahala yang besar “ ( QS. At Taghabun/64 : 15 ).

 2. Kebaikan juga terdapat dalam sesuatu yang tidak engkau suka. 

“ Dan kadangkala pada sesuatu yang kamu benci itu ada kebaikan bagi kamu, dan pada sesuatu yang kamu suka itu ada keburukan bagi kamu, dan Allah Maha Mengetahui, dan kamu tidak mengetahui “ ( QS. al Baqarah : 216 ) “ Kadangkala pada apa yang kamu benci itu, Allah jadikan kebaikan yang banyak “ ( QS. an Nisa : 19 ) 

 3. Tidak semua kenikmatan itu terdapat kebaikan.

Jika seseorang mendapat nikmat yang banyak, dapat berakibat kepada sikap yang melampau sebagaimana dinyatakan dalam al Quran :  “ Dan jika Allah lapangkan rezeki bagi hambaNya di muka bumi, maka mereka akan bersikap melampau “ ( QS. as Syura : 37 )

Nikmat yang banyak juga dapat menjadkan seseorang itu lupa akan erngatan Tuhan.  “ Pada waktu mereka lupa atas apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami akan bukakan bagi mereka semua pintu-pintu segala sesuatu, dan apabila ereka bergembira dengan apa yang datang kepada mereka, Kami akan ambil apa yang telah Kami berikan tersebut, dan mereka akan gagal sepenuhnya “ ( QS. Al An’am : 44 ) 

Oleh sebab itu dalam kesabaran menunggu jawaban atas permintaan dan dosa atas  itu terdapat kebakan, sebagaimana dinyatakan dalam al Quran : “ Orang yang sabar itu akan mendapat keselamatan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang yang mendapat petunjuk “ ( Qs. al Baqarah : 157 ) . Rasulullah bersabda : “ Di dalam kesabaran atas apa yang kamu tidak suka itu terdapat kebaikan yang banyak “ ( riwayat Tirmidzi ) 

 4. Tanda Iman : Syukur, sabar dan ridha 

Ibnu Abbas menceritakan bahwa pada suatu hari Rasulullah bertanya kepada sahabat : Apakah kamu termasuk orang yang beriman ? Sahabat terdiam, dan Umar bin Khtaatb menjawab : Ya, Rasulullah, kami orang yang beriman. Rasululah kembali bertanya : Apakah tanda iman kamu ? Sahabat menjawab : Kami bersyukur dengan nikmat, sabar dengan musibah, dan ridha dengan segala ketetapan Allah “. Rasulullah bersabda : Demi Tuhan yang memiliki Ka’bah, jika demikian, kamu adalah orang yang beriman “ ( riwayat Thabrani ). 

 5. Kebaikan di balik kesabaran.

Sabar itu memilki nilai pahala,  “ Sesungguhnya orang yang sabar itu akan mendapatkan balasan dengan pahala yang tidak terhitung “ ( QS. az Zumar : 10 ) “

Dalam kisah dinyatakan,  seseorang lelaki berkata kepada Rasulullah : Ya rasulullah beri aku wasiat, maka Nabi bersabda : “ Janganlah kamu menuduh atas segala yang telah Allah tetapkan “, kemduian Rasul meneruskan : “ Ada perkara yang menakjubkan bagi kehidupan seorang yang beriman keppada Allah : Jika ditakdirkan mendapat kesenangan, dia ridha dan itu adalah kebaikan bagi dirinya, dan jika ditakdirkan baginya suatu keburukan, maka dia juga ridha dan itu juga merupakan kebaikan bagi dirinya ( riwayat Muslim )

 6. Kedudukantinggi dicapai  dengan sabar.

 “ Sesungguhnya seseorang itu akan mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi Allah yang mana kedudukan itu tidak akan tercapai dengan amal biasa, sehingga dia diuji dengan bala dan musibah pada badannya dan dengan itu dia mendapatkan kedudukan mulia “ ( riwayat Abu Daud ).

 7. Ampunan dosa di balik musibah. 

Sewaktu turun ayat 123 dari surat an Nisa : “ Sesiapa yang mendapat keburukan, maka dia mendapatkan pahala “, maka Abu bakar bertanya : Apakah maksud ayat ini ? Rasulullah menjawab : “ Allah memberikan ampunan kepada engkau wahai Abu bakar, bukankah engkau pernah sakit..? Bukankah engkau pernah dianiaya, bukankah engkau pernah sedih ? Itu semua akan mendapat balasan pahala daripada Allah “ ( riwayat Tirmidzi ) .

Wallaahu A’lam.

Friday, February 25, 2011

AlHikam 12 : Uzlah Hati

IBNU ATHAILLAH DALAM AL HIKAM 12 :
" TIADA SESUATU YANG SANGAT BERGUNA BAGI HATI SEBAGAIMANA UZLAH (MENGASINGKAN DIRI) UNTUK MASUK KE MEDAN TAFAKUR (BERPIKIR)"

Dalam mencari kebenaran dan solusi kehidupan, seorang manusia memerlukan kesucian berpikir, sehingga apa yang diputuskan oleh akal pikiran tersebut merupakan langkah yang terbaik dalam hidupnya. Kesucian berpikir tersebut memerlukan keadaan yang tenang, sunyi dari kesibukan dan kebisingan, lepas dari pengaruh emosi dan hawa nafsu, sehingga pikiran dapat dihubungkan dengan Tuhan si pemberi cahaya kehidupan, dengan merenungi, dan memahami ayat-ayat yang telah disampaikanNya, sehingga langkah yang diambil tetap berlandaskan hukum dan perintahNya, dan mendapat keridhaanNya. Mengasingkan diri dari segala sesuatu kebisingan suasana dan memfokuskan diri untuk menghubungkan diri dengan Tuhan dengan memikirkan solusi setiap persoalan kehidupan berlandaskan ayat-ayatNya, sehingga mendapatkan solusi yang terbaik itulah yang disebut dengan “uzlah”.

Menurut ulama, Uzlah terbagi dua :
1. Uzlah dengan hati dan diri, yaitu menjauhkan diri dari keramaian kehidupan, sebagaimana uzlah nabi Muhammad saw di Gua hira, dan uzlah pemuda Kahfi di dalam gua.
2. Uzlah dengan hati tetapi jasmani tetap bergaul dengan manusia. Pergaulan dengan manusia, situasi yang dihadapinya, tidak dapat mempengaruhi suasana hati yang tetap istiqamah berhubungan , mengingat Allah, dan merasakan kehadiran Allah dimanapun dia berada.

Kalimat “uzlah” tersebut berdasarkan pada ayat AlQuran :

وَإِذِ ٱعۡتَزَلۡتُمُوهُمۡ وَمَا يَعۡبُدُونَ إِلَّا ٱللَّهَ فَأۡوُ ۥۤاْ إِلَى ٱلۡكَهۡفِ يَنشُرۡ لَكُمۡ رَبُّكُم مِّن رَّحۡمَتِهِۦ وَيُهَيِّئۡ لَكُم مِّنۡ أَمۡرِكُم مِّرۡفَقً۬ا (١٦) ۞

Dan apabila kamu (pemuda Kahfi) meninggalkan mereka (masyarakatnya) dan meninggalkan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. (QS. Al Kahfi : 16)

Dalam ayat diatas pemuda Kahfi meninggalkan kaumnya yang sedang melakukan penyembahan kepada berhala-berhala mereka, dan mereka mencari perlindungan dari pengejaran penguasa kaumnya tersebut ke dalam gua, sehingga di dalam gua tersebut mereka mendapatkan rahmat Allah, yaitu keselamatan diri dan akidah mereka dari penguasa yang dzalim.

Demikian juga dengan nabi Muhammad saw, mengasingkan diri untuk bertafakkur di Gua Hira dengan mengharapkan hidayah Allah dalam menghadapi sikap kaumnya yang menyembah berhala. Sehingga Allah menurunkan wahyu kepadanya dengan ayat al Alaq 1-5. Tetapi perlu dicatat bahwa Nabi Muhammad saw melakukan “uzlah” tersebut sebelum beliau mendapatkan wahyu, dan setelah mendapatkan wahyu, nabi tidak lagi melakukan “uzlah” ke dalam Gua, tetapi melakukan shalat tahjjud untuk berkomunikasi dengan Tuhannya dan mencari solusi atas problematika yang dihadapi.

Mendirikan shalat tahajjud merupakan cara “uzlah” seorang muslim dengan Tuhannya, untuk mengadukan nasib dan keadaannya dan meminta petunjuk dan hidayahNya dalam mencari solusi atas problem yang dihadapinya. Itulah sebabnya dalam al Quran dinyatakan :

وَمِنَ ٱلَّيۡلِ فَتَهَجَّدۡ بِهِۦ نَافِلَةً۬ لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبۡعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامً۬ا مَّحۡمُودً۬ا (٧٩) وَقُل رَّبِّ أَدۡخِلۡنِى مُدۡخَلَ صِدۡقٍ۬ وَأَخۡرِجۡنِى مُخۡرَجَ صِدۡقٍ۬ وَٱجۡعَل لِّى مِن لَّدُنكَ سُلۡطَـٰنً۬ا نَّصِيرً۬ا (٨٠)
“ Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadat tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. Dan katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah [pula] aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong (QS. AlIsra: 79-80)

Dengan menghubungkan diri kepadaNya melalui shalat tahajuud dimalam hari, membaca ayat-ayat al Quran sebagai pedoman kehidupan, maka Allah akan memberikan “kalimat-kalimat yang berat dan bernash, ide yang cemerlang, solusi yang tepat dan diridhaiNya. Mendapatkan solusi yang tepat dalm menghadapi persoalan itu akan meningkatkan kedudukan kita yang dinyatakan al Quran sebagai kedudukan yang tinggi “maqamam mahmuda “.

Uzlah, dalam arti mengasingkan diri dari kesibukan dan menghadirkan diri di hadapan Tuhan dari kesunyian dengan bermunajat dan membaca serta memahami ayat-ayatNya tersebut merupakan jalan untuk mendapatkan solusi kehidupan yang tepat, ide yang segar sebagaimana dinyatakan AlQuran :

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلۡمُزَّمِّلُ (١) قُمِ ٱلَّيۡلَ إِلَّا قَلِيلاً۬ (٢) نِّصۡفَهُ ۥۤ أَوِ ٱنقُصۡ مِنۡهُ قَلِيلاً (٣) أَوۡ زِدۡ عَلَيۡهِ وَرَتِّلِ ٱلۡقُرۡءَانَ تَرۡتِيلاً (٤) إِنَّا سَنُلۡقِى عَلَيۡكَ قَوۡلاً۬ ثَقِيلاً (٥) إِنَّ نَاشِئَةَ ٱلَّيۡلِ هِىَ أَشَدُّ وَطۡـًٔ۬ا وَأَقۡوَمُ قِيلاً (٦)
“ Hai orang yang berselimut [Muhammad], (1) bangunlah [untuk sembahyang] di malam hari [1] kecuali sedikit [daripadanya], (2) [yaitu] seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, (3) atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur’an itu dengan perlahan-lahan. (4) Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. (5) Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat [untuk khusyu’] dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. (QS. AlMuzammil : 1-6)

Uzlah mengasingkan diri dengan melakukan shalat tahajjud, membaca, serta memahami ayat-ayatNya merupakan jalan untuk bertafkkur dengan merasakan kelemahan diri di depan Tuhan, sehingga pikiran yang suci tersebut akan menghasilkan solusi dan ide yang terbaik sebab melalui proses shalat, membaca alQuran dan tafakkur.Uzlah diri dan hati di malam hari tersebut dapat menjadi Uzlah hati dalam kehidupan dan keramaian, menjadikan pribadi Uzlah, pribadi yang tangguh dan istiqamah, tetap dlam prinsip dan sikap, tidak terpengaruh oleh godaan dunia, dan tidak terpengaruh oleh sikap kawan, situasi, keadaan yang dapat melupakan diri daripada Allah subhana wataala.
Pribadi Uzlah adalah pribadi yang tidak mudah terpengaruh setiap godaan dan rayuan yang datang dari kaum keluarga, kerabat dan kawan, atau situasi dan keadaan. Pribadi uzlah adalah pribadi yang tetap istiqamah dalam melangkah dengan tujuan yang pasti untuk meraih keridhaan Allah, pribadi yang hatinya tetap bersih daripada segala penyakit hati, perbuatannya tetap terpelihara daripada kemungkaran, tujuan hidupnya hanya mencari keridhaan Tuhan bukan kesenangan nafsu dunia,walaupun dia hidup di tengah-tengah masyarakat yang kafir dan lingkungan yang penuh dengan dosa dan maksiat, sebab setiap perbuatan yang dilakukan adalah buah dari hati dan pikiran yang suci, yang telah disinari oleh cahaya dan cahaya dan nur Ilahi. Pribadi Uzlah, adalah pribadi yang tetap merasakan kehadiran Ilahi ditengah keramaian manusia, dan kebisingan dunia.Pribadi uzlah ditengah masyarakat,lebih baik daripada pribadi yang menjauhkan diri dari masyarakat, sebagaimana dinyatakan dalam hadis : “ Seorang mukmin yang bergaul dengan masyarakat dan sabar atas segala godaan dan penderitaan lebih tinggi derajatnya daripada seorang mukmin yang tidak bergaul dengan masyarakat dan tidak sabar atas penderitaan yang didahapinya “ ( Hadis riwayat Ibnu Majah/432). Wallahu A’lam ( Muhammad Arifin Ismail, Pengajian Ummahatul Muslimah, Kuala Lumpur, Jumat 25 /02/2011)

Saturday, February 12, 2011

ALHIKAM 11 : IKHLAS DAN KHUMUL

ALHIKAM 11 :

" TANAMLAH DIRIMU DALAM TANAH KERENDAHAN SEBAB (KHUMUL) SEBAB TIAP SESUATU YANG TUMBUH DARI SESUATU YANG TIDAK DITANAM MAKA HASILNYA TIDAK SEMPURNA HASIL. ( IBNU ATHAILLAH)


Ikhlas adalah kunci utama dalam setiap amal perbuatan. Lawan ikhlas adalah riya’. Riya adalah keinginan diri untuk dikenal dalam melakukan sesuatu perbuatan. Diantara cara untuk mengikis dan mematikan sikap riya, dan menghilangkan keinginan untuk dikenal , adalah dengan cara merendahkan diri (tawadhu) dan merasa tidak ingin dikenal ( khumul ) sewaktu kita melakukan suatu perbuatan. Dalam kitab suci al Quran dinyatakan : “ Kehidupan akhirat itu Kami berikan kepada mereka yang tidak menghendaki ketinggian dan tidak membuat kerusakan di muka bumi “ ( QS. Qashash : 83 ).
Dari Anas, menceritakan bahwa Rasulullah saw bersabda : “ Cukuplah sudah dapat diktakan suatu kejahatan, jika manusia menunjuk kepadanya dengan anak jari, tentang agama dan dunianya, kecuali orang yang dipelihara oleh Allah “ ( riwayat Baihaqi ).
Dalam hadis yang lain juga dinyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda : “ Cukuplah menjadi suatu kejahatan, jika manusia menunjuk kepadanya dengan anak jari, tentang agama dan dunianya. Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupanya, akan tetapi Dia memandang kepada hati dan amap perbuatanmu “ ( Thabrani dan Baihaqi ).
Dalam hadis Qudsi, Rasulullah bersabda : “ Allah berfirman : sesungguhnya waliKu yang paling aku suka adalah hamba yang mukmin, sedikit harta, mempunyai kesenangan hati dengan shalat, selalu memperbaiki ibadahnya kepada Alah, dan selalu mentaatiNya walaupun dalam keadaan tersembunyi. Dia tertutup daripada manusia, tidak ditunjukkan kepadanya dengan anak jari, kemudian dia bersabar atas yang demikian “ ( riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah ).
Umar bin Khattab masuk ke dalam masjid dan melihat Muaz bin Jabal sedang menangis, maka dia bertanya : Wahai Muadz, mengapa engkau menangis ? Muadz menjawab : “ Aku mendengar Rasulullah saw bersabda : “ Sedikit daripada riya itu merupakan syirik. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertaqwa yang menyembunyikan amal perbuatannya. Mereka itu jika tidak ada (ghaib) maka orang tidak mencarinya. Jika mereka ada, orang tidak mengenalnya dan menghiraukannya. Hati mereka merupakan lampu petunjuk dan , mereka terlepas dari setiapkegelapan dunia “ ( Thabrani ).
Dalam hadis yang lain dikatakan : “ Apakah kalian mau aku tunjukkan penghuni syurga. Mereka itu adalah orang-orang yang lemah dan dipandang rendah, padahal jika dia bersumpah dengan nama Allah, maka Allah akan segera mencurahkan kebaikan kepadanya. Sedangkan penghuni neraka adalah setiap orang yang sombong dan angkuh dalam gerak-geriknya “ ( riwayat Bukhari dan Muslim ).
Rasulullah saw bersabda : “ Banyak orang yang rambutnya kusut, badannya berdebu, mempunai pakain yang buruk, tidak diperdulikan orang. Jikalau dia bersumpah kepada Allah, niscaya Allah anugerahkan dia kebaikan, dan diantara mereka adalah Barra bin Malik “ ( Hadis riwayat Muslim ). Dalam hadis yang lain disebutkan : “ Banyak orang yang berpakaian buruk, yang tidak diperdulikan orang. Jika ia bersumpah kepada Allah, niscaya Allah mencurahkan nikmat kepadanya. Jika dia berdoa : Ya Allah, sesungguhnya aku memohon surge kepadaMu “, niscaya Allah akan mengabulkannya. Dan tidak dianugerahkan Allah kepadanya sedikitpun daripada kekayaan dunia “. ( Riwayat Ibnu Abiddunya ).
Abu Hurairah menceritakan dalam suatu majlis, Nabi Muhammad saw berkata kepada sahabat-sahabatnya : Besok akan datang salah seorang penghuni syurga yang shalat bersama kamu. Abu Hurairah berkata dalam hatinya : “ Aku berharap orang itu adalah saya. Maka pagi-pagi hari saya shalat di belakang Rasulullah dan terus berada di majlis walaupun orang lain segera pulang. Tidak lama kemudian datanglah seorang hamba berkulit hitam berkain compang camping datang berjabat tangan dengan Rasulullah sambil berkata : “ Ya Rasulullah, doakan agar aku mati syahid “. Nabi berdoa untuknya. Setelah itu orang itupun pergi. Kami (sahabat ) mencium aroma wangi dari badannya. Kemudian kami bertanya : Siapakah orang itu ya Rasulullah. Rasul menjawab : Dia itu hamba sahaya dari Bani Fulan. Abu Hurairah berkata : “ Mengapa engkau tidak memerdekakannya ?. Nabi menjawab : Bagaimana saya dapat memerdekakannya sedangkan Allah telah menjadikannya salah seorang raja di dalam syurga nanti “. Kemudian nabi berkata : “ Hai Abu Hurairah sesungguhnya Allah sayang kepada makhluknya yang hati suci (ikhlas) , walaupun datang dengan rambutnya kusut, kempis perutnya kecuali dari makanan yang halal, sehingga apabila dia masuk menghadap raja, dia tidak diizinkan, dan apabila dia akan meminang wanita bangsawan , tidak akan diterima, bila dia tidak ada, maka dia tidak dicari, dan bila dia ada, dia tidak dihiraukan, bila dia sakit, tidak dikunjungi orang, bahkan bila dia mati, tidak banyak orang yang akan melayat kematiannya “. Sahabat bertanya : “ Tunjukkan kepada kami serang dari mereka “. Nabi menjawab : Uwais al Qarni, seorang yang berkulit coklat, mempunyai bahu yang lebar, selalu menundukkan kepala sambil membaca al Quran, tidak terkenal di bumi, tetapi terkenal di langit, andaikan dia meminta sesuatu kepada Allah, segera dikabulkan. Hai Umar dan Ali, jika kamu bertemu dengannya, mintalah kepadanya supaya membaca istighfar untukmu “.
Uwais Al Qarni adalah seorang pemuda yang telah masuk Islam di masa Rasulullah, hanya dia masuk Islam melalui dakwah yang disampaikan oleh sahabat yang datang ke Yaman. Uwais sangat rajin mendlami agama, dan melaksanakan ibadah, walaupun dia belum pernah berjumpa dengan Rasulullah. Dia sangat ingin dapat berkunjung ke Madinah untuk berjumpa Rasulullah. Pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaann Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi dirumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”.Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang.
Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”. Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru. Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya.
Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anakyangtaatkepadaibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rosulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rosulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudahitubeliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat.

Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk
membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut,siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?”
Uwais kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”. Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”.
Sikap tidak ingin dikenal, merupakan cara untuk mendapatkan kesempurnaan ikhlas. Pada suatu hari, banyak orang berjalan di belakang Ubay bin Ka’ab. Tiba-tiba khalifah bin Umar melihat keadaan demikian, maka dia segera mengambil cemeti mengusir orang-orang yang mengikuti sahabat Ubay tadi. Melihat sikap Umar, ada sahabat bertanya : Wahai Umar, apa yang kau lakukan ini ? Umar menjawab : Keadaan ini (mengikuti seseorang sahabat ) dapat menjadi kehinaan bagi yang mengikuti dan menjadi bencana (fitnah ) bagi orang yang diikuti “.
Ibnu Muhairiz berkata : “ kalau engkau sanggup untuk mengenal dan engkau tidak dikenal, engkau berjalan dan orang tidak berjalan kepada engkau, engkau bertanya dan engkau tidak ditanya, maka buatlah yang demikian “.
Ali bin Abi Thalib berkata : “ Engkau member dan engkau tidak termasyhur (terkenal). Dan jangan engkau mengangkat diri engkau supaya engkau disebut orang. Belajarlah dan sembunyikanlah dan diamlah, niscaya engkau selamat.”.
Wallhu A’lam.
*Disampaikanoleh Muhammad Arifin Ismail dalam pengajian Ummahatul Muslimah, Condo Bestari, Kuala Lumpur, Jumat 9 Februari 2011.