IBNU ATHAILLAH DALAM AL HIKAM 12 :
" TIADA SESUATU YANG SANGAT BERGUNA BAGI HATI SEBAGAIMANA UZLAH (MENGASINGKAN DIRI) UNTUK MASUK KE MEDAN TAFAKUR (BERPIKIR)"
Dalam mencari kebenaran dan solusi kehidupan, seorang manusia memerlukan kesucian berpikir, sehingga apa yang diputuskan oleh akal pikiran tersebut merupakan langkah yang terbaik dalam hidupnya. Kesucian berpikir tersebut memerlukan keadaan yang tenang, sunyi dari kesibukan dan kebisingan, lepas dari pengaruh emosi dan hawa nafsu, sehingga pikiran dapat dihubungkan dengan Tuhan si pemberi cahaya kehidupan, dengan merenungi, dan memahami ayat-ayat yang telah disampaikanNya, sehingga langkah yang diambil tetap berlandaskan hukum dan perintahNya, dan mendapat keridhaanNya. Mengasingkan diri dari segala sesuatu kebisingan suasana dan memfokuskan diri untuk menghubungkan diri dengan Tuhan dengan memikirkan solusi setiap persoalan kehidupan berlandaskan ayat-ayatNya, sehingga mendapatkan solusi yang terbaik itulah yang disebut dengan “uzlah”.
Menurut ulama, Uzlah terbagi dua :
1. Uzlah dengan hati dan diri, yaitu menjauhkan diri dari keramaian kehidupan, sebagaimana uzlah nabi Muhammad saw di Gua hira, dan uzlah pemuda Kahfi di dalam gua.
2. Uzlah dengan hati tetapi jasmani tetap bergaul dengan manusia. Pergaulan dengan manusia, situasi yang dihadapinya, tidak dapat mempengaruhi suasana hati yang tetap istiqamah berhubungan , mengingat Allah, dan merasakan kehadiran Allah dimanapun dia berada.
Kalimat “uzlah” tersebut berdasarkan pada ayat AlQuran :
وَإِذِ ٱعۡتَزَلۡتُمُوهُمۡ وَمَا يَعۡبُدُونَ إِلَّا ٱللَّهَ فَأۡوُ ۥۤاْ إِلَى ٱلۡكَهۡفِ يَنشُرۡ لَكُمۡ رَبُّكُم مِّن رَّحۡمَتِهِۦ وَيُهَيِّئۡ لَكُم مِّنۡ أَمۡرِكُم مِّرۡفَقً۬ا (١٦) ۞
Dan apabila kamu (pemuda Kahfi) meninggalkan mereka (masyarakatnya) dan meninggalkan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. (QS. Al Kahfi : 16)
Dalam ayat diatas pemuda Kahfi meninggalkan kaumnya yang sedang melakukan penyembahan kepada berhala-berhala mereka, dan mereka mencari perlindungan dari pengejaran penguasa kaumnya tersebut ke dalam gua, sehingga di dalam gua tersebut mereka mendapatkan rahmat Allah, yaitu keselamatan diri dan akidah mereka dari penguasa yang dzalim.
Demikian juga dengan nabi Muhammad saw, mengasingkan diri untuk bertafakkur di Gua Hira dengan mengharapkan hidayah Allah dalam menghadapi sikap kaumnya yang menyembah berhala. Sehingga Allah menurunkan wahyu kepadanya dengan ayat al Alaq 1-5. Tetapi perlu dicatat bahwa Nabi Muhammad saw melakukan “uzlah” tersebut sebelum beliau mendapatkan wahyu, dan setelah mendapatkan wahyu, nabi tidak lagi melakukan “uzlah” ke dalam Gua, tetapi melakukan shalat tahjjud untuk berkomunikasi dengan Tuhannya dan mencari solusi atas problematika yang dihadapi.
Mendirikan shalat tahajjud merupakan cara “uzlah” seorang muslim dengan Tuhannya, untuk mengadukan nasib dan keadaannya dan meminta petunjuk dan hidayahNya dalam mencari solusi atas problem yang dihadapinya. Itulah sebabnya dalam al Quran dinyatakan :
وَمِنَ ٱلَّيۡلِ فَتَهَجَّدۡ بِهِۦ نَافِلَةً۬ لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبۡعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامً۬ا مَّحۡمُودً۬ا (٧٩) وَقُل رَّبِّ أَدۡخِلۡنِى مُدۡخَلَ صِدۡقٍ۬ وَأَخۡرِجۡنِى مُخۡرَجَ صِدۡقٍ۬ وَٱجۡعَل لِّى مِن لَّدُنكَ سُلۡطَـٰنً۬ا نَّصِيرً۬ا (٨٠)
“ Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadat tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. Dan katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah [pula] aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong (QS. AlIsra: 79-80)
Dengan menghubungkan diri kepadaNya melalui shalat tahajuud dimalam hari, membaca ayat-ayat al Quran sebagai pedoman kehidupan, maka Allah akan memberikan “kalimat-kalimat yang berat dan bernash, ide yang cemerlang, solusi yang tepat dan diridhaiNya. Mendapatkan solusi yang tepat dalm menghadapi persoalan itu akan meningkatkan kedudukan kita yang dinyatakan al Quran sebagai kedudukan yang tinggi “maqamam mahmuda “.
Uzlah, dalam arti mengasingkan diri dari kesibukan dan menghadirkan diri di hadapan Tuhan dari kesunyian dengan bermunajat dan membaca serta memahami ayat-ayatNya tersebut merupakan jalan untuk mendapatkan solusi kehidupan yang tepat, ide yang segar sebagaimana dinyatakan AlQuran :
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلۡمُزَّمِّلُ (١) قُمِ ٱلَّيۡلَ إِلَّا قَلِيلاً۬ (٢) نِّصۡفَهُ ۥۤ أَوِ ٱنقُصۡ مِنۡهُ قَلِيلاً (٣) أَوۡ زِدۡ عَلَيۡهِ وَرَتِّلِ ٱلۡقُرۡءَانَ تَرۡتِيلاً (٤) إِنَّا سَنُلۡقِى عَلَيۡكَ قَوۡلاً۬ ثَقِيلاً (٥) إِنَّ نَاشِئَةَ ٱلَّيۡلِ هِىَ أَشَدُّ وَطۡـًٔ۬ا وَأَقۡوَمُ قِيلاً (٦)
“ Hai orang yang berselimut [Muhammad], (1) bangunlah [untuk sembahyang] di malam hari [1] kecuali sedikit [daripadanya], (2) [yaitu] seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, (3) atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur’an itu dengan perlahan-lahan. (4) Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. (5) Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat [untuk khusyu’] dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. (QS. AlMuzammil : 1-6)
Uzlah mengasingkan diri dengan melakukan shalat tahajjud, membaca, serta memahami ayat-ayatNya merupakan jalan untuk bertafkkur dengan merasakan kelemahan diri di depan Tuhan, sehingga pikiran yang suci tersebut akan menghasilkan solusi dan ide yang terbaik sebab melalui proses shalat, membaca alQuran dan tafakkur.Uzlah diri dan hati di malam hari tersebut dapat menjadi Uzlah hati dalam kehidupan dan keramaian, menjadikan pribadi Uzlah, pribadi yang tangguh dan istiqamah, tetap dlam prinsip dan sikap, tidak terpengaruh oleh godaan dunia, dan tidak terpengaruh oleh sikap kawan, situasi, keadaan yang dapat melupakan diri daripada Allah subhana wataala.
Pribadi Uzlah adalah pribadi yang tidak mudah terpengaruh setiap godaan dan rayuan yang datang dari kaum keluarga, kerabat dan kawan, atau situasi dan keadaan. Pribadi uzlah adalah pribadi yang tetap istiqamah dalam melangkah dengan tujuan yang pasti untuk meraih keridhaan Allah, pribadi yang hatinya tetap bersih daripada segala penyakit hati, perbuatannya tetap terpelihara daripada kemungkaran, tujuan hidupnya hanya mencari keridhaan Tuhan bukan kesenangan nafsu dunia,walaupun dia hidup di tengah-tengah masyarakat yang kafir dan lingkungan yang penuh dengan dosa dan maksiat, sebab setiap perbuatan yang dilakukan adalah buah dari hati dan pikiran yang suci, yang telah disinari oleh cahaya dan cahaya dan nur Ilahi. Pribadi Uzlah, adalah pribadi yang tetap merasakan kehadiran Ilahi ditengah keramaian manusia, dan kebisingan dunia.Pribadi uzlah ditengah masyarakat,lebih baik daripada pribadi yang menjauhkan diri dari masyarakat, sebagaimana dinyatakan dalam hadis : “ Seorang mukmin yang bergaul dengan masyarakat dan sabar atas segala godaan dan penderitaan lebih tinggi derajatnya daripada seorang mukmin yang tidak bergaul dengan masyarakat dan tidak sabar atas penderitaan yang didahapinya “ ( Hadis riwayat Ibnu Majah/432). Wallahu A’lam ( Muhammad Arifin Ismail, Pengajian Ummahatul Muslimah, Kuala Lumpur, Jumat 25 /02/2011)