Pages

Thursday, December 11, 2014

PIAGAM MADINAH


Setelah sampai di Madinah, sebagai pemimpin masyarakat Madinah, maka nabi membuat piagam Madinah sebagai konstitusi tertulis pertama di dunia, sebab sebelum Rasulullah, seluruh raja dan pemimpin Negara mengatur kerajjaannya dengan peraturan yang dikeluarkan secara lisan, sebab setiap ucapan raja adalah undang-undang. Berbeda dengan Rasulullah, sebab beliau adalah pemimpin Negara madinah yang terdiri dari kaum Arab Muhajirin Makkah, Arab Madinah, dan masyarakat yahudi yang hidup di Madinah, maka peraturan yang mengikat seluruh penduduk yang terdiri dari bebagai kaum dan kabilah yang menjadi penduduk Madinah, diletakkan di bawah undang-undang dasar tertulis yang disebut dengan piagam Madinah. Adapun isi dari piagam Madinahyang terdiri dari 47 pasal itu itu adalah sebagai berikut : 

 “ Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ini adalah piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan muslimin (yang berasal dari) Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka 

(1)Sesungguhnya mereka (kaum muhairin dari Makkah ,kaum anshar dari madinah dan kaum yang menggabungkan diri dengan mereka dalam wlayah madinah ) itu merupakan satu umat, diantara komunitasmasyarakat lain.
(2) Kaum muhajirin dari Quraisy tetap dalam kebiasaan mereka dalam bahu membahu membayar diat (tebusan atas pembunuhan) di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin.
(3) Banu Auf tetap dengan kebiasaan mereka dan bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara kaum mukminin. 
(4) Banu Sa’idah tetap dengan kebiasaan mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara kaum mukminin.
 (5) Banu Al-Hars tetap dengan kebiasaan mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin. 

(6) Banu Jusyam tetap dengan kebiasaan mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin. (7) Banu An-Najjar tetap dengan kebiasaan mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin. (8)Banu ‘Amr bin ‘Awf tetap dengan kebiasaan mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

 (9)Banu Al-Nabit tetap dengan kebiasaan mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin. (10) Banu Al-‘Aws tetap dengan kebiasaan mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin. 

(11) Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang lain dalam menanggung beban yang berat dalam tebusan dan diat diantara mereka tetapi membantunya dengan baik dalam poembayaran tebusan atau diat tersebut.
 (12) Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat menyalahi perjanjian yan telah dibuat dengan mukmin lainnya tanpa persetujuan dari padanya. 
(13) Orang-orang mukmin yang taqwa harus menentang orang yang mencari atau menuntut sesuatu secara zalim , atau bermaksud jahat, atau melakukan permusuhan dan kerusakan di kalangan mukminin. Setiap orang harus bersatu dalam menentang kedzaliman tersebut, sekalipun itu dilakukan oleh anak dari salah seorang di antara mereka. .

(14) Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya untuk membantu orang kafir. Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman. 
(15)Jaminan Allah itu satu untuk seluruh kaum. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka yang dekat dalam hubungan kekarabatan.. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, dan tidak boleh bergantung kepada golongan yang lain.
 (16)Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita, mereka berhak mendapatkan pertolongan dan bantuan, selama kaum mukminin tidak terzalimi dan mereka (yahudi) itu tidak melakukan permusuhan denga mereka.
(17)Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka.
 (18) Setiap pasukan yang ikut berperang bersama kita, maka kita harus bahu membahu dan membantu satu sama lain. 
(19) Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus. 
(20) Orang musyrik Madinah dilarang memberiakan perlindungan harta dan jiwa orang musyrik Quraisy Makkah, dan tidak boleh ikut campur tangandalam perang melawan orang beriman.

 (21) Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela untuk menerima diat. Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya. 
(22) Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, maka dia akan mendapat kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan.
 (23) Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya dirujuk kepada ketentuan Allah Taala dan keputusan Muhammad SAW.
 (24) Kaum Yahu bersama kaum muslimin diikut memikul biaya peperangan yang terjadi dengan serangan musuh dari luar Madinah.
 (25) Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah mempunyai hak yang sama kaum mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Kebebasan beragama ini berlaku bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat sebab hal demikian akan merusak diri dan keluarga.

 (26) Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. 
(27)Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
 (28) Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
 (29) Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. 
(30) Kaum Yahudi Banu Al-‘Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.

 (31) Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
 (32) Kaum Yahudi Banu Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
 (33) Kaum Yahudi Banu Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
 (34) Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Banu Sa’labah). 
 (35) Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi) dalam Madinah.

 (36) Tidak seorang pun dibenarkan untuk berperang, kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi seseorang untuk (menuntut pembalasan) akibat luka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali jika ia teraniaya. Sesunggunya Allah sangat membenarkan ketentuan ini.
 (37) Bagi kaum Yahudi memiliki kewajiban untuk membayar biaya dan bagi kaum muslimin ada kewajiban biaya . Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu membantu dalam menghadapi musuh yang melanggar piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasehat. Dan memenuhi janji. Seseorang tidak boleh menanggung hukuman akibat (kesalahan) orang lain. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.
 (38) Kaum Yahudibersatu dengan kaum muslimin dalam menghadapi serangan luar. 
(39) Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi warga yang mengikuti piagam ini. 
 (40) Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat.

(41) Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya. 
(42) Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan dapat menimbulkan bahaya, maka urusannya diserahkan penyelesaiannya menurut ketentuan Allah Azza Wa Jalla, dan keputusan Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik atas isi piagam ini.
(43)Sungguh tidak ada perlindungan bagi kaum kafir Quraisy Mekkah dan juga bagi para pendukung mereka.
 (44) Mereka (pendukung piagam) harus bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib

(45) Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi perdamaian serta melaksankan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-masing sesuai tugasnya.

 (46) Kaum Yahudi Al-‘Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik isi piagam ini.

 (47) Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Demikianlah isi perjanjian, yang berasal dari Muhammad Rasulullah. Demikianlah isi dari piagam Madinah yang merupakan konstitusi tertulis pertama di dunia, dan sejak itu seluruh Negara dan pemerintahan di dunia mengikut sistem undagng-undang tertulis sebagaimana yang telah dirintis oleh Rasulullah. Fa’tabiru Ya Ulil albab.

HIJRAH, PERSAUDARAAN DAN EKONOMI

Setelah membangun Masjid Madinah, langkah pertama yang dilakukan nabi dalam memimpin masyarakat Madinah adalah mempersaudarakan antara kaum Muhajirin, yang datang dari Makkah dengan kabilah Arab Anshar yang berasal dari Madinah. Persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar dari umat Islam ini sangat penting, sebab diantara masyarakat Madinah juga terdapat masyarakat yahudi, dan sejarah telah membuktikan bahwa sebelum kedatangan nabi ke Madinah, masyarakat Madinah yang terdiri dari kaum Kharaj dan Aus terlibat dalam peperangan yang berlangsung selama dua ratus tahun. Peperangan tersebut disebabkan isu-isu yang ditiup-tiupkan oleh masyarakat yahudi Madinah, sehingga kabilah Arab disibukan dengan peperangan, sehingga akhirnya masyarakat yahudi dapat menguasai politik dan ekonomi Madinah. Untuk menghindari perpecahan yang mungkin timbul antara Muhajirin dan Anshar, maka langkah pertama yang dilakukan adalah mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar yang diikat dengan ikatan persaudaraan iman. 

Rasulullah mempersaudarakan satu orang Muhajirin dengan satu orang Anshar seperti Abubakar dengan Kharijah bin Zaid, Umar bin Khatab dengan Ataba bin Malik, Usman bin Affan dengan Aus bin Tsamit,Bilal bin Rabah dengan Abu Ruwaihah, Salman al Farisi dengan Abu darda, Ammar bin Yasir dengan Huzaifah bin Yaman, Abdurahman bin Auf dengan Saad bin Abi Rabi’. Persaudaraan tersebut merupakan persaudaran sejati sehingga sewaktu Sa’ad bin Abi rabi’ menerima Abdurahman bin Auf sebagai saudaranya, maka untuk membuktikan persaudaraan tersebut dia berkata kepada Abdurrahman bin Auf : Wahai Abdurahman, sebab engkau sekarang adalah saudaraku, maka aku akan memberikan kepadamu sepatuh dari harta kekayaan yang aku miliki “. Tetapi disebabkan Abdurahman bin Auf adalah sahabat yang beriman dan berakhlak mulia, maka dia menjawab : “ Wahai saudaraku, tidak usah engkau membagi dua harta kekayaanmu itu, tetapi beri aku informasi dimana letak pasar di Madinah ini sehingga aku dapat berniaga “. Begitulah tingginya nilai persaudaraan antara kaum Anshar dan Muhajirin, sehingga riwayat mengatakan bahwa ada sahabat dari kaum Anshar yang mewariskan 1/6 dari harta kekayaannya kepada muhajirin, sebab pada waktu itu hukum waris yang sebenarnya belum diturunkan. 

 Melihat persaudaraan Muhajirin dan Anshar yang begitu erat, Kaum Yahudi Madinah tidak merasa senang dengan keadaan tersebut, sehingga mereka menyebarkan isu dan fitnah bahwa kedatangan kaum Muhajirin ke Madinah itu hanya memberatkan masyarakat kaum Anshar Madina, sebab banyak diantara kaum Muhajirin menumpang hidup di rumah kaum Anshar. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka semua masyarakat Muhajirin mulai mencari pekerjaan yang sesuai dengan profesi dan keahlian mereka masing-masing, sebagamana yang dicontohkan oleh Abdurahman bin Umar, dimana beliau adalah seorang yang berjiwa pedagang, sehingga sewaktu ditawari harta kekayan, beliau menolak pemberian tersebut, digantikan dengan informasi tempat berniaga, sehingga beliau dapat memulai kembali perniagaan sebagaimana yang beliau lakukan sewaktu berada di Makkah. 

Kawasan Madinah adalah kawasan kebun kurma, sedangkan kawasan Makkah adalah kawasan gunung batu yang tidak memiliki kebun, sehingga masyarakat Makkah belum mengenal bagaimana cara berkebun sebagaimana yang dilakukan oleh penduduk Madinah. Sebagian Muhajirin yang berjiwa niaga, mulai perlahan-lahan kembali memulai perniagaan mereka dari kota Madinah, sedangkan sebagian Muhajirin mencoba mengikuti masyarakat Madinah untuk berkebun kurma di Madinah. Sejarah mencatat bahwa pada awal hijrah tersbeut, semua Muhajirin yang datang ke Madinah mencari pekerjaan untuk menghidupi diri mereka sendiri dengan perniagaan, atau berkebun kurma, atau bekerja di kebn kurma milik masyarakat madinah. Dengan demikian, maka masyarakat Muhajirin tidak menggantungkan hidupnya dari belas kasihan dan pertolongan masyarakat Anshar, tetapi masyarakat yang mandiri , dan sebagai pembuktian bahwa persaudaraan yang dibina bukanlah persaudaraan atas kepentingan dan keuntungan, tetapi persaudaraan atas dasar agama, sebagaimana Rasul berkata kepada dua sahabat yang diikat denganpersaudaraan iman dari kaum Muhajirin dan Anshar tersebut dengan sabda beliau: “ Bersaudaralah kamu berdua karena Allah “. 

 Masyarakat Madinah sudah berpengalaman dalam berkebun kurma, dimana kurma itu akan berbuah disebabkan perkawinan antara bunga kurma yang jantan dengan bunga betina. Perkawinan tersebut dapat terjadi disebabkan oleh angina yang berhembus dan juga disebabkan oleh perkawinan yang dilakukan oleh manusia. Masyarakat Makkah tidak berpengalaman dalam bekebun kurma, sehingga mereka menyangkan bahwa buah kurma itu hanya dapat terjadi dengan perkawinan yang dilakukan oleh angin, dan dengan ketentuan Allah, tanpa harus dikawinkan dengan tangan manusia. Akibatnya banyak dari pokok kurma dari kebun kaum Muhajirin Makkah memiliki buah yang tidak sebanyak dari hasil kaum kurma yang dimiliki oleh masyrakat Anshar Madinah. Mereka mengadu kepada Nabi Muhammad, akhirnya nabi memerintahkan kaun Muhajirin Makkah tersebut untuk berguru dengan pengalaman kaum Anshar dalam mengawinkan bunga kurma lelaki dengan bunga kurma perempuan. Itulah sebabnya nabi berkata kepada kaum Anshar Madinah bahwa : “ Kamu itu ( masyarakat Anshar Madinah ) lebih mengetahui dengan urusan dunia kamu “, maksudnya bahwa masyarakat Madinah itu lebih mengetahui dalam urusan berkebun kurma sebab mereka lebih berpengelaman daripada masyarakat Muhajirin Makkah, oleh sebab itu nabi menyarankan kepada masyarakat Muhajirin untuk belajar dari pengalaman kaum Anshar Madinah dlam urusan berkebun kurma sehingga dapat menghasilkan hasil kurma yang banyak. 

Demikian juga dengan nabi Muhammad sendiri, beliau juga membuktikan bahwa diri beliau merupakan pekebun kurma yang terbaik, sebagaimana sewaktu di Makkah beliau membuktikn sebagai peniaga yang terbaik sewaktu membawa barang dagangan dari Khadijah binti Khuwalaid. Demikian juga di Madina, nabi Muhammad membuktikan dirinya sebagai peneliti dan pekebun kurma yang terbaik sehingga beliau kurma yang ditanam beliau ( kurma ajwa ) merupakan kurma yang memiliki mempunyai kualitas terbaik. Berarti jika memakan sunnah itu merupakan sunnah nabi yang digalakkan untuk diikuti, maka sebenarnya melakukan penelitian tentang kurma dan menanam bibit kurma yang terbaik yang juga dapat dikiaskan supaya umat Islam melakukan penyelidikan dan riset tentang buah-buahan, dan dapat memproduk hasil peranian, perkebunan, yang terbaik juga merupakan sunnah nabi Muhammad saw, tetapi sangat disayangkan har ini banyak umat Islam sibuk dengan sunnah makan kurma, tetapi tidak sibk dengan sunah nabi dalam melakukan riset dan pennyelidikan hasil pertanian dan perkebunan sehingga umat Islam dapat menjadi umat yang memiliki dan menguasai pertanian, perkebunan, yang terbaik sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah pada waktu beliau di Madinah. Bukan hanya menjadi peniaga dan pekebun kurma, tatapi Nabi menggalakkan masyarakat Madinah untuk menghasilkan segala keperluan hidup sehingga umat islam menjadi umat yang produktif dan tidak bergantung dengan barang produk dari negeri lain, apalagi jika produk itu dikuasai oleh orang kafir.

 Oleh sebab itu dalam piagam Madinah nabi Muhammad saw menekankan bahwa masyarakat Madinah tidak boleh bergantung dengan orang lain, sehinnga semua keperluan umat Islam dapat dihasilkan dan dibuat oleh umat Islam sendiri. Nabi juga memerintahkan sahabat untuk membuat alat persenjataan perang seperti pedang, panah, tombak, baju besi, rantai, palu, godam, dan lain sebagainya. Dalam beberapa peperangan yang terjadi pasukan kafir Makkah tidak menyangka jika umat islam Madinah memiliki alat perang yang banyak, sehingga pada tahun kesembilan sewaktu perang Tabuk terjadi, umat islam sudah memiliki 40 ribu pedang, 40 ribu pnah, dan 40. Ribu tombak disamping tombak, rantai, godan yang palu yang bakyak. Oleh sebab itu kita dapat melihat bahwa Nabi Muhammad dalam memimpin masyarakat Madina, maka usaha pertama kali dilalukan adalah menguatkan ukhuwah persaudaraan antar umat, kemudian menguatkan ekonomi umat Islam, sehingga umat Islam tidak memiliki ketergantungan dengan masyarakat lain, dari keperluan biasa sampai kepada alat senjata perang. Sebab itu dapat dikatakan bahwa persaudaran dan ekonomi masyarakat merupakan syarat dalam kejayaan suatu umat dalam memimpin dunia, dan perpecahan serta kelemahan ekonomi suatu umat merupakan sebab kelemahan suatu umat. Sudahkah umat Islam hari ini memiliki persaudaraan dan kekuatan ekonomi sebagaimana masyarakat Madinah terdahulu.. ? Fa’tabiru Ya Ulil albab.

MEMBANGUN PASAR MADINAH

Sebelum hijrah dan kedatangan Rasul, maka kota Madinah memiliki empat buah pasar, sebagai tempat orang berniaga. Pertama pasar Zabalah dan kedua pasar Al Yasar kepunyaan kelompok Yahudi Bani Qainuqa. Pasar ketiga bernama Pasar Safasir, dan keempat bernama Zaqaq. Dari semua pasar tersebut maka Pasar Qainiqa yang dimiliki orang yahudi merupakan pasar yang paling maju dan lengkap, sebab segala keperluan hidup masyarakat terdapat disana sampai kepada tukang besi, tukang emas, penukaran uang dan lain sebagainya. Oleh sebab itu kegiatan pasar dan kegiatan ekonomi masyarakat Madinah sangat tergantung dengan ekonomi yang dikuasai oleh kelompok Yahudi yang ada di kota Madinah. 

Orang Islam sudah muenjadi pelaku ekonomi, tetapi pasar masih dikuasai oleh kelompok bukan Islam. Oleh sebab itu , Nabi Muhamad melihat bahwa kaum muslimin Madinah harus melepaskan diri dari ketergantungan ekonomi kepada kelompok yang lain. Untuk itu, maka umat islam perlu mempunyai pasar perniagaan sendiri. Menurut riwayat Ibnu Zabalah dari Abas bin Sahal dari ayahnya disebutkan bahwa Nabi Muhammad untkmerealisasikan pasar tersebut mendatangi orang Bani Saidah ( kaum Saad bin Ubadah ) dan meminta mereka untuk dapat menyerahkan tanah kosong yang semula disediakan untuk tanah perkuburan. Permintaan Nabi tersebut mereka kabulkan, dan akhirnya nabi jadikan sebagai tempat perniagaan bagi umat Islam yang disebut dengan Saniyatul Wada’i. Nabi kemudian berkata sambil memukulkan tongkatnya ke atas tanah tersebut : “ Inilah pasar kamu. Semoga pasar ini tidak sempit dan tidak boleh dipungut hasil ( tidak ada uang sewa atau retribusi berniaga ) daripadanya “. Jika orang yang berniaga di Pasar Yahudi dipungut sewa, maka berniaga di pasar kaum muslimin ini bebas daripada sewa dab bea.

 Akibatnya dalam sebentar saja, maka perniaga yang pada mulanya berjualan di Pasar Yahudi segera pindah ke pasar umat Islam. Jika di pasar yahudi harga barang sangat tinggi, sebab peniaga harus membayar sewa, sedangkan di pasar umat Islam, peniaga tidak dipungut sewa tempat, sehingga harga barang menjadi ebih murah dari pasar yahudi. Akibat perbedaan tersebut, maka penduduk Madinah lebih banyak berbelanja di pasar Islam daripada pasar yahudi.Oleh sebab itu, dalam waktu yang tidak terlalu lama, akhirnya pasar yahudi terpaksa ditutup, sebab tiada peniaga yang mau berniaga di pasar tersebut, sebab peniaga lebih memilih pasar yang tidak memungut sewa tempat daripada pasar yahudi yang masih tetap memungut sewa tempat. 


Dengan demikian, kegiatan ekonomi pasar dikuasai oleh umat Islam. Disebabkan pasar tersebut merupakan pasar wakaf, dan tsebaagi pemimpin masyarakat Madinah, Nabi selalu ikut mengawasi jalannya perniagaan yang ada di pasar tersebut. Menurut Ibnu Abi Zuaib menyatakan bahwa pernah pada suatu hari Nabi Muhammad saw melintas pasar tersebut dan mendapatkan ada suatu khemah , maka nabi segera bertanya : Ini khemah tempat perniagaan siapa..? Orang yang mendengar menjawab : “ Ini adalah kehmah tempat seorang lelaki dari bani Harisah menjual kurma “. Mendengar hal tersebut maka Nabi berkata : “ Bakar kalian akan hemah tersebut “. Maka khemah tersebut dibakar oleh Muhamad bin Maslamah, salah seorang panglima Rasulullah. Nabi menyruuh membakar khemah tersebut sebab didirikan di pasar kaum muslimin, sedangkan menurut peraturan bahwa pasar tersebut tidak boleh dimiliki oleh seseorang, atau di monopoli oleh seseorang sebagaimana sabda beliau sewaktu membuka pasar tersebut : “ Janganlah kamu sekat menyekat di tempat ini “. Jadi pasar umat Islam merupakan pasar bebas, bukan pasar monopoli seseorang atau satu kelompok. Rasul juga melakukan inspeksi pemeriksaaan pasar. 

Dalam riwayat dari Abdurrahman bin Yakub menceritakan bahwa pada suatu hari menurut riwayat Nabi Muhammad saw datang ke pasar madinah tersebut, dan beliau melihat ada orang yang berjualan tepung gandum. Nabi segera memasukkan tangannya ke dalam tumpukan tepung gandum tersebut, dan nabi merasa di kawasan bawah terdapat gandum yang basah, sedangkan diatasnya kering. Nabi bertanya kepada si penjual : “ Apa ini, mengapa di bawah ada gandum yang basah ? Penjual tersebut menjawab : “ Gandum yang basah itu sebab kena hujan Ya Rasululah “. Mendengar jawaban dari si penjual yang demikian, nabi berkata : “ Kenapa engkau tidak letakkan gandum yang basah itu di atas, sehingga dapat dilihat orang. Siapa yang menipu maka dia itu bukan dari golongan umatku. “. Nabi marah kepada orang tersebut karena mencampur gandum yang kering dengan yang basah, dan hal tersebut dalam Islam sudah dianggap suatu penipuan. Ibnu Mughirah menceritakan bahwa suatu hari Rasulullah berjalan melalui seorang lelaki yang menjual makanan di pasar itu dengan harga yang tinggi daripada yang lain. Rasul bertanya kepada orang tersebut : Apakah kamu menjual di pasar ini dengan harga yang lebih tinggi daripada yang kami tetapkan di pasar ini..? Orang itu menjawab : “ Benar Ya Rasulullah”. Rasul kemudian bertanya lagi : Apakah engkau lakukan itu karena mengharapkan keredhaan Allah ? “. Orang itu menjawab : “ Benar ya Rasululah “. Nabi bersabda : “ Ketahuilah olehmu bahwa orang yang datang membawa barang ke pasar ini sama dengan orang yang berjihad di jalan Allah. Tetapi orang yang menyimnpan barang dan menaikan harga di pasar ini sama seperti orang yang ingkar kepada Allah “. Dari riwayat ini dapat dilihat bahwa berniaga dengan kejujuran adalah jihad, sedangkan berniaga dengan tipu menipu, atau menaikan harga dari harga yang ditetapkan adalah merupakan suatu kesalahan dan dosa, dan ingkar kepada Allah.

 Pengawasan pasar sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah juga dilanjutkan oleh khalifah beliau, seperti Umar bin Khattab. Riwayat menyatakan suatu hari Umar bin Khattab melihat ada seorang tukang pandai besi membuat tempat di tepi pasar nabi tersebut, maka Umar segera menyuruh untuk meruntuhkan tapak pandai besi tersebut dan berkata : “ Jangan dikurangi pasar yang telah dibuat oleh Rasulullah “. Artyinya Umar bin Khattab tidak mengizinkan seorangpun mendirikan bangunan permanen di tempat tersebut, jika ada penjual yang ingin membuat tempat jualan yang permanen, maka tidak boleh di dalam pasar, tetapi di luar kawasan pasar. Dari riwayat diatas dapat dilihat bahwa Rasululah sangat memperhatikan bagaimana agar umat islam mempunyai pasar sendiri, sehinga tidak tergantung dengan pasar yahudi, dan sejarah menyatakan bahwa tak sampai beberapa lama maka pasar yahudi di bani Qainuqa mengalami kehancuran, sebab akhirnya pasar yang ramai di madinah adalah pasar Rasulullah, sedangkan pasar yahudi yang awalnya ramai tetapi lama kelamaan menjadi kosong. Mengapa demikian, bukan karena sentimen agama , tetapi lebih utama di pasar Rasulullah, perniaga harus berakhlak dengan akhlak mulia, sehingga penjual tidak merasa tertipu atau terdzalimi. Di pasar yahudi pembeli tidak ada jaminan keselamatan dari penipuan dan lain sebagainya. Di pasar Rasulullah, harga terkontrol dengan baik, sedangkan di pasar Yahudi harga tidak terkontrol. Akibatnya maka pengunjung pasar Rasululah tambah lama tambah ramai, bukan hanya dari kalangan umat Islam tetapi juga dari kalangan yang lain. 

Dsamping itu Rasulullah juga selalu mendidik umat islam untuk berniaga dengan penuh kejujuran sehingga beliau mengatakan bahwa peniaga yang jujur adalah sama dengan orang yang berjihad, sedangkan peniaga yang tidak jujur adalah sebuah pengingkaran kepada perintah Allah. Sejarah menyatakan bahwa inilah yang dilakukan Rasulullah pada awal hijrah, yaitu membangun ekonomi masayarakat muslim sehingga dalam tempo singkat masyarakat muslim mempunyai kekuatan ekonomi yang mengalahkan masyarakat yahudi Madinah. Dalam waktu hanya setahun, orang Islam tetalh dapat memenuhi keperluan hidupnya sendiri tanpa ketergantungan dengan kelompok yang lain. Inilah sepatutnya yang dapat menjadi pelajaran bagi Umat islam di masa sekarang. Umat islam perlu membangun ekonomi yang kuat dan kokoh dengan system ekonomi yang berakhlak dan professional, bukan hanya membangun ekonomi Islam bersifat emosional dengan mengandalkan sentimen agama.Jika pada masa dahulu, umat Islam Madinah dapat mengalahkan perniagaan yahudi dan penguasaan pasar, bagaimana umat Islam hari ini..? Banyak terlihat umat Islam melakukan kegiatan ekonomi, tetapi ekonomi umat masih di bawah kekuasaan umat lain, sebab umat Islam tidak memiliki shoping center dan lain sebagainya, malahan hari ini kita lihat bagaimana pasar-pasar raya yang dimiliki oleh bukan Islam memperkejakan umat Islam, sehingga masyarakat muslim sementara merasa aman sebab mereka melihat bahwa kounter dan kasir serta pegawai shoping complek terdiri dari umat Islam, sedangan mereka tidak mengetahui bahwa pemilik pusat perniagaan tersebut adalah non=muslim, sehingga tanpa sadar perputaran ang muslim dikuasai oleh kelompok lain, padahal Rasul telah mengajarka n umatnya agar menguasai kegiatan perniagaan dan juga menguasai tempat pemasaran dan penjualan, sehingga seluruh keuntungan tersebut dipakai untuk menguatkan ekonomi potensi umat. Semoga dimasa mendatang setiap lokasi umat Islam memiliki pasar-pasar wakaf sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dengan pasr wakaf Madinah..Fa'tabiru Ya Ulil albab.

MEMBANGUN PERUMAHAN DAN BENTENG MADINAH

Sebagai pemimpin masyarakat Madinah, Rasulullah juga bertanggung jawab untuk menata permahan masyarakat Madinah, sehingga Madinah terlihat sebagai sebuah kota yang modern. Pada mulanya, sebelum Hijrah , kota Madinah yang bernama Yatsib tidak terlihat sebagai sebuah kota yang tertata, sebab diantara satu kawasan penduduk dengan kawasan penduduk yang lain terdapat tanah-tanah kosong. Oleh sebab itu sebagai pemimpin Negara, nabi menata kota Yatsib agar menjadi sebuah kota yang indah dan ramai. Oleh sebab itu pada tahun pertama Hijrah, setelah menata ekonomi dan membangun pasar, Nabi menata perumahan dan pemukiman masyarakat Madinah dengan baik. Setelah Nabi Muhammad mempersaudarakan antara seorang muhajirin dengan seorang anshar, maka dengan ikatan iman yang sama, kaum Anshar menawarkan pertolongan dan bantuan kepada kaum Anshar. Pada awalnya kaum Muhajirin tersebut tinggal di rumah saudaranya Muhajirin, sehingga persaudaraan mereka bertambah erat dengan ikatan kekeluargaan. Sebagai saudara, kaum Anshar mempersilahkan saudaranya dari kaum Muhajirin untuk berkongsi segala sesuatu yang mereka miliki, dari harta kekayaan, tanah perkebunan, malahan ada diantara mereka yang berkata kepada saudara Muhajirin : “ Saya memiliki beberapa orang istri, maka aku persilakan kepada saudaraku dari kaum Muhajirin untuk memilih salah satu dari istriku tersebut sehingga aku dapat menceraikannya agar engkau dapat menikahinya “. Begitulah sikap kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin. Walaupun mendapat tawaran bantuan yang begitu hebat dari kaum Anshar, kaum Muhajirin yang telah ditempa dengan akhlak yang mulia selama mereka di kota Makkah tidak mau menerima bantuan yang ditawarkan, tetapi mereka berusaha sendiri, baik dengan bertani, atau berniaga, atau menjadi pandai besi dan lain sebagainya, atau bekerja di kebun kurma milik masyarakat madinah, demikian dengan tawaran pembahgian harta kekayaan, mereka menolak tawaran tersbeut, dan merusaha untuk mandiri. Sebab kaum Muhajirin tidak mau menerima tawaran kaekayaan dan tanah dari kaum Anshar, maka kaum Anshar sebagai bukti persaudaraan dengan kaum Muhajirin, mereka memberikan sebagian tanah dan rumah yang mereka miliki kepada Rasulullah, dengan harapan tanah dan rumah itu dapat dipergunakan bagi kepentingan masyarakat yang memerlukan. Sahabat kaum Anshar yang pertama memberikan tanahnya kepada Rasulullah untuk dibagi-bagikan kepada kaum Muhajirin adalah sahabat Harisah bin Nukman dari kaum Anshar. Selain tanah , kaum Anshar juga memberikan rumah mereka kepada Nabi untuk dibagi-bagikan kepada sahabat Muhajirin. Menurut pakar sejarah Islam, Ibnu Sa’ad dalam kitab Tabaqaat mengatakan bahwa Rasulullah telah mengatur pembangunan rumah-rumah di Madinah untuk sahabat-sahabat yang memelukan. Misalnya kepada Bani Zuhrah , Nabi memberikan tanah yang berada di ujung masjid nabi. Abdurahman bin Auf juga mendapat sebatang pohon kirma yang masih kecil, yang terkesan disebabkan lama tidak disiram. Abdullah bin Mas;ud mendapat sepotong tanah dekat masjid nabi. Zubair bin Awam mendapat tanah yang luas, tetapi merupakan tanah yang tidak baik. Talhah mendapat tanah yang cukup untuk mendirikan rumah. Abubakar juga mendapat sepotong tanah yang dipakai untuk membangun rumahnya di dekat masjid nabi. Usman bin Affan, Khalid bin Walid, Al Miqdad, dan lain-lain sahabat mendapat sebidang tanah untuk dibangun rumah.Kalau tanah itu kurang baik, maka rasul membagikan tanah yang memiliki kawasan yang luas berbeda luas dengan tanah yang baik atau tanah yang telah dipakai atau rumah yang telah dipakai oleh kaum Anshar. Rumah yang pertama kali berada di sekeliling masjid nabi adalah rumah sahabat Abdullah bin Umar yang berada di jurusan kiblat. Rumah Abubakar pintunya bertemu dengan pintu masjid Nabi, sehingga sewaktu nabi sakit, nabi menyuruh tutup pintu masjid selain pintu masjid yang mengarah ke pintu rumah Abubakar Shiddiq. Al Miqdad bin Aswad dan Rabah, pembantu Rasulullah juga mendapat rumah. Demikian juga Abbas bin Abdul Muthalib diberi tanah untuk membuat rumah. Demikian juga dengan Hakim bin Hizam, Khalid bin Walid, Asma binti Husein. Disamping rumah Usman bin Affan terdapat rumah Abu ayub al Anshari., Ja;far Shadiq. Dengan kata lain, setiap sahabat yang berkemampuan, mereka diberi tanah untuk membangun rumah mereka sendiri; sedangkan sahabat yang tidak memiliki kemampuan, nabi memberikan kepada mereka rumah – rumah yang telah diserahkan pemiliknya kepada Rasul untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat madinah yang memerlukan. Disampng pemberian secara individu sahabat, Nabi juga mengatur penempatan pemukiman kepada kelompok-kelompok dan kabilah di dalam masyarakat Madinah. Sebagai contoh, nabi memberikan kabilah Bani Ghifari kawasan antara rumah sahabat Katsir bin Abu Salt sampai ke dekat rumah Abu Sabrah. Kabilah Bani Amru bin Nuaim mengambil kawasan antara Bani Mubasyir. Kabilah Banu Ahmar mendapat mendapat tempat antara masjid dengan pasar Tamarin. Kabilah Nabi Umar bin Yasar mengambil tempat dengan masjid Bani Qandal. Nabi mebagi-bagikan tanah pemukiman di dalam kota Madinah, sehingga tidak terlihat lagi tanah – tanah yang kosong di temgah kota Madinah sehingga sejarah mencatat bahwa dari masjid nabi sampai ke kawasan Uhud penuh dengan perumahan masyarakat madinah, demikian juga dari kawasan masjid nabi di Madinah sampai ke dekat masjid Quba. Dengan pembagian tanah dan rumah tersebut kepada masyarakat madinah, maka kota Yatrib yang pada awalnya memiliki kawasan perumahan yang berpencar-pencar menjadi kota Madinah Muhawaarah yang dihuni oleh seluruh warga kota Madinah, sehingga tidak terlihat kawasan kosong di dalam kota Madinah. Pembaca dapat membayangkan bagaimana padatnya kota Madinah pada zaman rasulullah, dimana tidak ada kawasan tanah yang kosong yang tidak diisi, sebagai contoh kawasan antara masjid nabi dengan gunung uhud yang ditaksir berjarak sekitar dua puluh kilo itu penuh dengan perumahan penduduk. Inilah gambaran kepadatan penduduk di Madinah pada zaman Rasulullah tersebut, berbeda dengan kawasan hari ini, dimana jika kita berjalan dari masjid nabawi ke bukit uhud, atau dari masjid nabi ke Bir Ali, atau dari masjid nabi ke masjid Quba, seluruhnya merupakan kawasan pemukiman penduduk. Setelah nabi mengatur pemukiman masyarakat Madinah, maka nabi membangun pintu kota Madinah yang merupakan banteng di empat penjuru kota. Menurut sejarawan Islam, Nuruddin Ali bin Ahmad Samhudi dalam Kitab Wafa’ul Wafa menyatakan bahwa pintu pertama berada sebelah barat dikenal dengan nama Babul Musalla ( pintu shalat ), pintu kedua dikenal dengan nama Babus Saghir (pintu kecil ), pintu ketiga dikenal dengan nama Babus Syam ( pintu dari arah Syam ), dan pintu keempat di sebelah timur dikenal dengan nama Babul Baqi ( pintu menuju Baqi ). Dengan demikian kawasan pemukiman Madinah tersebut berada di dalam dinding banteng yang kokoh sebagai jaminan perlindungan dan pertahanan kota. Demikianlah Rasulullah sebagai pemimpin Negara Madinah menata kota dan memberikan perhatian atas perumahan penduduk, dan memberikan perlindungan kepada masyarakat yang berada di bawah kepemimpinannya. Sikap Rasulullah tersebut sesuai dengan prinsip bahwa seorang pemimpin itu harus dapat menjadi pelayan bagi masyarakatnya dan dapat menjadi pelindung bagi orang yang dipimpinnya. Semoga pemimpin muslim hari ini juga dapat mengambil pengajaran dari kepemimpinan Rasulullah dalam mememberikan pelayanan dan perlindungn kepada masyarakat yang dipimpinnya. Fa’tabiru Ya Ulil albab.