( Makalah disampaikan oleh Muhammad Arifin Ismail dalam Seminar Pemurnian Akidah di Masjid Wilayah Kuala Lumpur 2 Nopember 2008 ataskerjasama Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan dengan Jawatan Agama Islam Wilayah Persekutuan Malaysia)
1. Mukadimah.
Dalam rekomendasi Rand Corporation kepada kerajaan Amerika sebagaimana tertulis dalam buku ” Civil Democratic Islam : Partners, Resources, and Strategies” ( Cheryl Benard, 2003, m.s. 61-64 ) dinyatakan bahwa untuk menghadapi umat Islam maka mereka perlu memecah umat Islam dengan memberikan dukungan kepada kelompok islam fundamentalis yang memberikan kesan Islam keras, dan mengakibatkan pertentangan dengan kelompok islam tradisional, dan disisi yang lain kerajaan Amerika memberikan dukungan kepada kelompok Islam liberal. Dengan pembahagian umat Islam kepada kelompok Islam Fundamentalis dan Islam Liberal, disamping menghidupkan semula tarekat-tarekat sufi yang menyimpang, maka gambaran majoriti umat Islam sebenar yang mengikuti manhaj ahlussunnah wal jamaah dan menjadi ummat pertengahan ( tidak ekstreem-fundamentalis dan tidak ekstreem-liberal ) tidak akan terlihat dengan jelas.
Pada awalnya umat islam tidak memerlukan suatu manhaj akidah sebab sejak masa Rasulullah, dan sahabat umat Islam tidak menghadapi kelompok-kelompok pemikiran, tetapi dengan munculnya kelompok Khawarij, Syiah Rafidah, Muktazilah, Qadariyah, Jabariyah, maka para ulama memandang perlu menyusun sebuah manhaj akidah yang bersumber daripada akidah yang disampaikan oleh Rasulullah saw, dan dikuti oleh para sahabat dan tabiin serta majoriti umat Islam. Manhaj akidah tersebut disepakati dengan nama manhaj akidah Ahlussunnah waljamaah.
Sejarah kembali berulang, dimana umat islam dewasa ini, akan menghadapi serangan dua kelompok yang dibesar-besarkan oleh musuh melalui media, tivi yaitu kelompok islam fundamentalis dan kelompok islam liberal. Oleh sebab itu sebagaimana para ulama salaf terdahulu, maka umat islam perlu kembali mengenali kedua tantangan tersebut dan menghidupkan kembali manhaj ahlussunnah waljamaah, serta menyebarluaskan pemahaman ahlussunah waljamaah kepada umat islam disamping memberikan gambaran kekeliruan pemahaman yang terdapat dalam kumpulan islam Fundamentalis, dan kumpulan islam Liberal, disamping kumpulan Syiah-Rafidhah, dan kumpulan tarekat-sufi yang sesat. Dalam makalah ini, penulis hanya akan memberikan kajian ringkas tentang prinsip-prinsip khawarij dan islam liberal, sehingga diharapkan para ulama, ustadz, guru-guru agama dapat mengembangkan, mengkaji dan mengidentifikasi pemikiran tersebut dalam masyarakat modern sekarang ini, serta memberikan jawaban dan solusi kepada masyarakat muslim dengan menjelaskan dan menghidupkan kembali pemahaman yang benar terhadap manhaj akidah ahlusunah waljamaah.
2. Mengenal Pemikiran Khawarij.
Imam Syahrastani dalam kitab al Milal wan Nihal menyatakan bahwa Khawarij adalah : ” semua kumpulan masyarakat yang keluar daripada ketaatan kepada kepemimpinan (imam) yang sah dan yang sudah disepakati oleh majoriti umat Islam, samada kumpulan tersebut terjadi pada masa kepemimpinan sahabat khulafaurrasyidin, atau masa kepemimpinan tabi’in (pengikut sahabat), atau masa kepemimpinan umat islam di setiap zaman ”( Syahrastani, Kitab AlMilal wanNihal , jilid 1, m.s.129 ).
2.1. Sejarah Khawarij.
Sejarah mencatat bahwa kaum Khawarij muncul setelah peristiwa ”Tahkim” antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah, sebagai upaya mencari jalan damai dalam mengakhiri peperangan Siffin. Pada awalnya Khalifah Ali menginginkan Abdullah Ibnu Abbas sebagai juru damai dari pihak Ali, sebab dia merupakan sahabat yang sangat memahami kitab suci Al Quran, tetapi kumpulan Qurra mengusulkan agar juru damai diberikan kepada Abu Musa al Asyari, sebab menurut mereka Abu Musa al Asyari selama ini tidak terlibat dalam pertikaian dan peperangan dan pergi mengasingkan diri. ( Bidayah wan Nihayah, jilid 7, m.s. 427 ). Kelompok Muawiyah mengutus Amr bin Ash sebagai juru damai. Tatkala Khalifah Ali bin Abi Thalib mengutus Abu Musa al Asyari ke Daumatul Jandal ( tempat perjanjian damai ), maka kumpulan Khawarij mengisytiharkan untuk menentang Ali bin Abi Thalib dengan mengutus Zur’ah ibn Burj al Tai dan Harqus ibn Zuhair al Sa’diy untuk menemui Ali dan berkata : ” Tiada hukum melainkan hukum daripada Allah....Wahai Ali sekiranya engkau tidak mahu meninggalkan urusan tahkim dengan kitab Allah ini, nescaya aku akan membunuhmu. Apa yang aku mahu daripada tindakan ini adalah rahmat Allah dan keridhaanNya semata-mata ”. Selanjutnya kumpulan Khawarij berkumpul di rumah Abdullah bin Wahab al Rasiby dan memilih Abdullah al Rasiby sebagai pemimpn kumpulan( Bidayah wan Nihayah, jilid 7, m.s. 441,443). Rasiby dipilih sebab dia sangat rajin beribadah sehingga dinyatakan bahwa tempat-tempat yang pernah dia sujud menjadi kering dan rosak lantaran kesungguhannya dan banyak bersujud sehingga dia digelar dengan Dzul Bayyinat ”orang yang mempunyai banyak bukti tempat sujud ” ( Bidayah wan Nihayah, jilid 7, m.s.450 ).
Dalam tahkim, Abu Musa al Asyari berdiri dan menyatakan bahwa Khalifah Ali dan Muawiyah diturunkan dan pemilihan kekhalifahan diserahkan kembali kepada umat. Amr bin Ash menyatakan bahwa sebab khalifah Ali telah diturunkan, maka saya melantik Muawiyah sebagai khalifah. Amr bin Ash berijtihad demikian sebab kekhawatiran terjadi kekacauan di tengah umat sewaktu tidak ada pemimpin atau sewaktu pemilihan kepemimpinan. Sebenarnya pihak Ali bin Abi Thalib tidak setuju dengan keputusan tersebut, tetapi untuk menghindari pertumpahan darah dan menjaga perpaduan umat maka mereka menerima keputusan tahkim.
Setelah keputusan tahkim, Sayidina Ali bin Abi Thalib membawa pasukannya ke Kufah, tetapi di tengah perjalanan sebagian pasukan tidak redha dengan keputusan tahkim, dan mereka memisahkan diri dari pasukan Ali serta memilih untuk tinggal di kampung Harurah ( dekat Kufah ), dan mereka menyatakan kepada Ali sebagaimana yang dinyatakan oleh Mahraz bin Jarisy : Wahai Amirul Mukminin, Tidak ada jalan kembali kecuali hanya dengan kitabullah, Demi Allah sesungguhnya aku khawatir kembalinya kita ini hanya mewariskan kehinaan ” ( Tarikh Thabari,jilid 8, m.s. 196 ). Diantara pengikut mereka, Kharit bin Rasyid an Naji juga menyatakan kepada Ali bin Abi Thalib : ” Demi Allah, kami tidak lagi manta’ati perintahmu, dan tidak akan shalat dibelakangmu, dan sesungguhnya aku telah memisahkan diri daripadamu karena engkau telah menghukum dengan kitab tetapi engkau lemah dalam menegakkan kebenaran, dan engkau mengikuti kumpulan yang dzalim, maka saya menolak untuk mengikutimu dan membalas mereka yang mendzalimimu, dan bagi kamu semua keterangan yang jelas ” ( Tarikh Thabari, jilid 8, m.s. 197).
Ibnu Kasir menyatakan bahwa jumlah pasukan yang keluar tersebut sekitar 12 ribu atau 16 ribu orang dan diantara mereka 8.000 terdiri daripada Qurra, dan setelah Sayidina Ali bin Abi Thalib mengantar Ibnu Abbas memberikan kesadaran kepada mereka , maka 4000 ribu orang kembali kepada kebenaran dan bertaubat. ( Bidayah wan Nihayah, jilid 7, m.s.433,4350).
Dengan bilangan pengikut yang ramai tersebut, maka kumpulan Khawarij tersebut terbagi dalam berbagai kelompok. Fakhruddin ar razi dalam ”itiqadat firaqul muslin wal musyrikin” menyebutkan mereka terbagi dalam duapuluh satu kelompok, al Baghdadi dalam ’alfarqu bainan firaq” menyebutkan mereka terbagi dalam dua puluh kelompok, ( al farqu bainal firah , m.s. 49-77) al Malathi dalam ” al-tanbih warrrad ala ahlul ahwa ” menyebutkan mereka terbagi dalam sepuluh kelompok ( Mustafa Helmi, Khawarij, m.s.53) dan Syahrastani dalam ” al Milal wan Nihal ” menyebutkan mereka terbagi dalam delapan kelompok besar ( Syahrastani, m.s. 129-148)
2.2. Ajaran Khawarij.
Shahrastani membagi Khawarij dalam delapan kumpulan yaitu Muhakimah, Azariqah, Najadat, Baihasiyah, Ajaridah, Tsa’alibah, Ibadiyah dan Sufriyah Ziyadihah.. Dalam kertas kerja ini penulis jelaskan ke delapan kumpulan besar tersebut secara ringkas :
(1).Muhakimah artinya orang yang berhukum dengan hukum Allah karena mereka selalu berkata : ” Tiada hukum kecuali dengan hukum Allah ”.Mereka menentang khalifah Ali dan menganggap Sayidina Ali telah berdosa sebab menerima hukum dari manusia karena sayidina Ali menerima keputusan tahkim. Prinsip mereka adalah : (a) mengkafirkan Ali dan pengikutnya (b) Wajib menurunkan atau membunuh pemimpin jika berbuat dzalim (c) Mengkafirkan mereka yang berbuat dosa (d) dibenarkan membunuh anak-anak dan kaum wanita.
(2) Azariqah adalah pengikut Nafi bin Al Azraq yang menyatakan : (a) Sesiapa yang menyalahi mereka adalah musyrik (b) Sesiapa yang tidak berhijrah bersama mereka adalah syirik (c) Wajib menguji sesiapa yang berhijrah bersama mereka, dan membunuh mereka yang diangap munafik (d) Membunuh anak-anak dan wanita yang tidak sesuai dengan prinip mereka (e) Menganggap negeri mereka adalah Darul hijrah dan negeri kaum muslimin di luar mereka sebagai Darul Kufr (f) Sesiapa yang berbuat dosa besar adalah kafir. Menurut al malathi mereka ini orang-orang yang wara’, dan tekun beribadah siang dan malam.
(3) Najadat adalah pengikut Najdat bin Amir yang menyatakan : (a) kafir sesiapa yang tidak mengikuti mereka (b) Kafir mereka yang tidak mengikuti pemimpin mereka (c) Pengikut mereka tidak akan masuk neraka, walaupun berdosa akan diazab bukan dengan api neraka (d) Berlanjutan dalam dosa kecil menjadi syirik (e) Boleh membunuh ahludz dzimmah yaitu mereka yang tidak mengikuti ajaran mereka. Menurut al Malathi mereka ini juga mengkafirkan ulama salaf dan khalaf.
(4) Baihasiyah yaitu pengikut Baihas al Haisham bin Jabir yang menyatakan : (a) Seseorang belum dianggp muslim kecuali setelah mengenal Allah dan rasulNya. (b) Tiada haram kecuali yang diharamkan oleh al Quran dan yang tidak disebutkan dalam al Quran tentang harmnya berarti halal (c) Tidak membedakan antara ushul aqidah dan hukum fiqhiyah.
(5) Ajaridah yaitu pengikut Abdul Karim bin Ajrad yang menyatakan : (a) Tidak boleh mengatakan kafir atau muslim terhadap seorang anak muslim sampai dia diajak memeluk Islam dan waib diajak memeluk Islam ketika mencapai usia baligh (b) Membenarkan kawin dengan cucu dari keturunan anak perempuan (c) wajib menurunkan pemimpn yang dzalim dan menghukum pengikutnya. (d) Surah Yusuf tidak termasuk dalam bagian surah al Quran.
(6) Tsa’labiyah yaitu pengikut Tsa’labah bin Musytakan yang berpendapat : (a) Orang yang tidak mengikuti mereka bukan kafir dan juga bukan muslim (b) Sesiapa yang meninggalkan shalat menjadi kafir (c) Mengambil zakat daripada hamba sahaya.(d) Menyatakan Allah bersifat dengan sifat manusia ( tasybih ) sebagaimana pendapat Jabariyah Jahm bin Sofyan.
(7) Ibadiyah yaitu pengikut Abdullah bin Ibadh at Tamimiy yang menyatakan ajarannya bahwa : (a) Orang muslim yang tidak menyetujui kelompoknya dianggap kafir tetapi bukan kafir musyrik (b) Negeri muslim yang tidak setuju dengan ajaran dan pendapat mereka adalah negeri tauhid ( bukan negeri islam ) dan kawasan tentara negeri tersebut merupakan Darul Harb (d) Orang yang melaksanakan ajaran al Quran termasuk mukmin dan yang tidak melaksanakannya dinamakan kafir musyrik (e) Semua dosa besar dan kecil merupakan perbuatan syirik (f) Boleh membunuh sesiapa yang tidak setuju dengan pendapat mereka.
(8) Sufriyah Ziyadiyah yaitu pengikut Zayad bin Ashfar yang menyatakan : (a) Dosa yang terkena hukum hudud tidak menjadi kafir, sedang dosa yang tidak ada hukum hudud seperti meninggalkan shalat dan puasa menjadi kafir ( b) Tidak mengkafirkan sesiapa yang tidak mengikuti mereka.
2.3. Khawarij dalam kajian Sunnah.
Abu Said al Khudri berkata : Sewaktu Rasulullah saw sedang membahagi-bahagikan harta (kepada kaum muslimin) tiba-tiba Dhul Khuwaysirah al Tamimiy datang dan berkata : ” Berlakulah adil wahai rasulullah ”. Mendengar teguran yang kasar itu baginda berkata : ” Celakalah kamu, siapakah yang akan menegakkan keadilan sekiranya aku tidak melakukannya ? ”. Umar bin Khtatab mencelah, ” Wahai Rasulullah, adakah anda membenarkanku untuk memancung lehernya ? ”. Baginda menjawab : ” Biarkanlah dia karena suatu hari nanti dia akan mempunyai pengikut yang akan mencela shalat kamu semua dengan membandingkan dengan shalat mereka, mereka juga mencerca puasa kamu dibandingkan dengan puasa mereka, mereka keluar daripada agama ( Islam ) sederas anak panah yang keluar daripada busurnya ” ( Muslim/2456; Bukhari/6933;Muwattha/156; Abu Daud/6741).
Rasulullah saw bersabda : ” Nanti akan muncul dinatara umatku kaum yang membaca al Quran, bacaan kamu tidak ada nilainya dibandingkan bacaan mereka, dan shalat kamu tidak ada nilainya dibandingkan shalat mereka, dan puasa kamu tidak ada artinya dibandingkan puasa mereka, mereka membaca al Quran sehingga kamu akan menyangka bahwasanya Quran itu milik mereka sahaja, padahal sebenarnya Quran itu akan melaknat mereka, Tidaklah shalat mereka melalui kerongkongan mereka, mereka itu akan memecah agama Islam sebagaimana keluarnya anak panah daripada busurnya ” ( Muslim/ 2467, Abu daud/4748 ).
Said al Khudri menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda : ” Nanti akan muncul diantara kamu kaum yang menghina shalat kamu dibandingkan dengan shalat mereka, dan puasa kamu dibandingkan dengan puasa mereka, amal perbuatan kamu dibandingkan dengan amap perbuatan mereka, mereka itu membaca al Quran tetapi bacaan mereka tidakakan melewati kerongkongan mereka, dan mereka akan memecah agama sebagaimana anak panah keluar dari busurnya ” ( Hadis Bukhari/5058 ).
Sayidina Ali bin Abi Thalib menyatakan bahwasanya dia mendengar Rasulullah saw bersabda : ”Pada akhir zaman nanti akn muncul kaum berusia muda ( ahdasul asnan ) berpikiran pendek ( sufahaul ahlam ), mereka memperkatakan sebaik-baik ucapan kebaikan, mereka membaca al Quran tetapi bacaan mereka itu tidak melebihi(melampui) kerongkongan mereka, mereka memecah agama sebagaimana keluarnya anak panah dari busurnya maka dimanapun kamu menjumpainya maka perangilah mereka sebab dalam memerangi mereka terdapat pahala disisi Allah pada hari kiamat kelak ” ( Bukhari/6930, Muslim/2462, Abu Daud/4767, Nasai/4107 Ibnu Majah/168, Ahmad/616 ).
Daripada Anas berkata : Ada seorang lelaki pada zaman Rasulullah berperang bersama Rasulullah dan apabila kembali (dari peperangan) segera turun dari kenderaannya dan berjalan menuju masjid nabi melakukan shalat dalam waktu yang lama sehingga kami semua terpesona dengan shalatnya sebab kami merasa shalatnya tersebut melebihi shalat kami, dan dalam riwayat lain disebutkan kami para sahabat merasa ta’ajub dengan ibadahnya dan kesungguhannya dalam ibadah, maka kami ceritakan dan sebutkan namanya kepada Rasulullah, tetapi rasulullah tidak mengetahuinya, dan kami sifatkan dengan sifat-sifatnya, Rasulullah juga tidak mengetahuinya, dan tatkala kami sednag menceritakannya lelaki itu muncul dan kami berkata kepada Rasulullah : Inilah orangnya ya Rasulullah. Rasulullah bersabda : ” Sesungguhnya kamu menceritakan kepadaku seseorang yang diwajahnya ada tanduk syetan. Maka datanglah orang tadi berdiri di hadapan sahabat tanpa memberi salam. Kemudian Rasulullah bertanya kepada orang tersebut : ” Aku bertanya kepadamu, apakah engkau merasa bahwa tidak ada orang yang lebih baik daripadamu sewaktu engkau berada dalam suatu majlis ”. Orang itu menjawab : Benar ”. Kemudian dia segera masuk ke dalam masjid dan melakukan shalat dan dalam riwayat kemudian dia menuju tepi masjid melakukan shalat, maka berkata Rasulullah : ” Siapakah yang akan dapat membunuh orang tersebut ? ”.Abubakar segera berdiri menuju kepada orang tersebut, dan tak lama kembali. Rasul bertanya : Sudahkah engkau bunuh orang tersebut? Abubakar menjawab : ” Saya tidak dapat membunuhnya sebab dia sedang bersujud ”. Rasul bertanya lagi : ” Siapakah yang akan membunuhnya lagi ? ”. Umar bin Khattab berdiri menuju orang tersebut dan tak lama kembali lagi. Rasul berkata : ” Sudahkah engkau membunuhnya ? Umar menjawab : ” Bagaimana mungkin saya membunuhnya sedangkan dia sedang sujud”. Rasul berkata lagi ; Siapa yang dapat membunuhnya ? ”. Ali segera berdiri menuju ke tempat orang tersebut, tetapi orang terebut sudah tidak ada ditempat shalatnya, dan dia kembali ke tempat nabi. Rasul bertanya : Sudahkah engkau membunuhnya ? Ali menjawab : ” Saya tidak menjumpainya di tempat shalat dan tidak tahu dimana dia berada ”. Rasulullah saw melanjutkan : ” Sesungungguhnya ini adalah tanduk pertama yang keluar dari umatku, seandainya engkau membunuhnya, maka tidaklah umatku akan berpecah. Sesungguhnya Bani Israel berpecah menjadi 71 kelompok, dan umat ini akan terpecah menjadi 72 kelompok, seluruhnya di dalam neraka kecuali satu kelompok ”. Sahabat bertanya : ” Wahai nabi Allah, kelompk manakah yang satu itu ? Rasulullah menjawab : ” Al Jamaah ”. ( Musnad Abu Ya’la/ 4127 , Majma’ Zawaid/6-229).
Rasulullah saw bersabda : ” Nanti pada akhir zaman akan muncul kaum mereka membaca al Quran ttetapi tidak melebihi kerongkongan, merka memecah Islam sebagaimana keluarnya anak panah dari busurnya, dan mereka akan terus bermunculan sehingga keluar yang terakhir daripada mereka bersama Dajjal, maka jika kamu berjumpa dengan mereka, maka perangilah sebab mereka itu seburuk-buruk makhluk dan seburuk-buruk khalifah ”. ( Nasai/4108, Ahmad/19783 )
Abu Said al Khudri menceritakan bahwa Ali –sewaktu berada di Yaman-menghantarkan Dhahiibah dalam taribahnya kepada Rasulullah. Barang tersebut dibagi-bagikan rasulullah kepad : Aqra’ bin Habis al Handzali, dan Aynah bin Badr al Fazari, Alqamah bin Alasah al Amiri, dan salah seorang daripada Bani Kilab, dan Zaid al Khair al Thai, dan salah seorang Bani Nabhan. Pembahagian itu membuat kaum Qurasiy dan Anshar merasa tidak senang sehingga berkata : Ya Rasulullah, baginda telah memberikannya kepada kelompok Askar daripada Najad dan meninggalkan kami ”. Rasulullah menjawab : ” Aku berbuat demikian, semata-mata untuk menjinakkan hati mereka ” . Abu Said melanjutkan : Tidak lama kemudian datang seorang lelaki yang buta, lebar dahinya, lebat janggutnya, gundul kepalanya berkata : ” Ya Muhammad, bertakwalah kamu kepada Allah ”.Baginda berkata :” Siapakah lagi yang akan taat kepada Allah jika aku tidak taat kepadaNya. Dia (Allah) telah memberikan kepercayaan kepadaku untuk menjaga bumi ini, mengapa engkau tidak percaya kepadaku ?..Abu said melanjutkan : ” selanjutnya seorang lelaki –menurut sebagian riwayat Khalid bin Walid-telah meminta izin kepada Nabi untuk membunuh lelaki tersebut tetapi baginda melarangnya. Setelah lelaki itu pergi rasulullah saw bersabda : ”Sesungguhnya dari keturunan lelaki ini nanti akan muncul sebuah kaum yang membaca al Quran teapi ia tidak melepasi pangkal tengkorak mereka. Mereka mmecah Islam sebagaimana keluarnya ank panah dari busurnya. Mereka membunuh umat islam dan membiarkan umat penyembah berhala. Sekiranya aku menjumpai mereka, niscaya aku akan memerangi mereka seperti yang menimpa kaum Ad ” ( Bukhari/3344; Muslim/2451).
Dari hadis diatas dapat diambil kesimpulan bahwa diantara umat Muhammad ada kaum yang akan keluar dari jamaah umat islam sampai akhir zaman dengan sifat-sifat sebagai berikut :
Mencela dan menuduh kaum yang tidak mengikutinya dengan tuduhan kafir atau sesat sebagaimana mereka berkata kepada Rasulullah : Wahai rasulullah, bersikap adilah kamu ”.
Buruk sangka kepada kaum lain sebagimana mereka buruk sangka kepada Rasulullah.
Berlebih-lebihan dalam ibadah sehingga menghina ibadah kaum yang lain.
Merasa lebih baik daripada kaum muslimin yang lain.
Memerangi sesama kaum muslimin dan membiarkan penyembah berhala.
Kurang ilmu dan kurang dalam pengalaman.
2.4. Khawarij kontemporer.
Sebagaimana hadis diatas menyebutkan bahwa kumpulan Khawarij tersebut akan terus bermunculan sampai keatangan Dajjal sebelum hari kiamat. Hadis juga tidak menyebutkan nama kumpulan, tetapi memberikan penjelasan beberapa sikap dan sifat mereka, sehingga umat Islam dapat melihat jika suatu kumpulan mempunyai sifat dan ciri-ciri khawarij masa lalu, dan sesuai dengan sifat yang diberikan oleh hadis Rasuulullah maka hal itu merupakan tanda kumpulan khawarij, walaupun kumpulan tersebut tidak memakai nama khawarij. Dr.Nasir bin Abdul Karim al Aql dalam kitabnya ” Al Khawarij ” menyatakan bahwa sifat-sifat khawarij adalah :
Mengkafirkan orang yang berbuat dosa besr dan menghukum kaum muslimin yang tidak sepaham dengan mereka dengan kafir.
Tidak mengikuti ulama-ulama kaum muslimin baik dalam akidah maupun dalam amalan.
Keluar dari jamaah kaum muslimin, dan melakukan muamalah dengan kaum muslimin sebagaimana muamalah dengan kafir, serta menghalalkan harta dan darah mereka.
Memakai nash-nash amr makruf dan nahi munkar kepada pendapat-pendapat para ulama dan menghina mereka serta membunuh sesiapa yang bercanggah dengan pendapat mereka.
Majoriti mereka sibuk dengan membaca al Quran tanpa memahaminya dengan pemahaman yang baik.
Menampakkan tanda-tanda yang zahir dalam ibadah dan berlebih-lebihan dalam ibadah sehingga menghina ibadah kelompok yang lain.
Lemah dalam ilmu fiqah dan seluk beluk hukum syariat.
Berpendapat tanpa rujukan kepada sahabat, atau ulama fiqah.
Merasa lebih hebat daripada ulama terdahulu, sehingga kadang-kadang merasa lebih hebat daripada ulama mujtahidin dan sahabat.
Keliru dalam metodologi mengambil keputusan hukum sehingga mengambil ayat ancaman tanpa melihat ayat-ayat janji; mengambil ayat-ayat yang untuk orang kafir ditujukan kepada orang muslim yang tidak sepaham dengan mereka sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Umar : Mereka mengambil ayat untuk orang kafir ditujukan kepada orang muslim ”.
Kurang ilmu dengan sunnah dan hadis nabi yang sangat luas, dan hanya mengambil yang suai dengan pemahaman mereka sahaja.
Mengangap setiap orang yang tidak sepaham dengan mereka sebagai salah dan sesat, tanpa meneliti lebih mendalam.
Memutuskan sesuatu tanpa ilmu yang mendalam, dan kajian yang luas.
Bersikap kasar, teras, tanpa memahami keadaan orang lain, dan suka bertengkar dengan orang lain.
Menghukum sesuatu hanya dengan anggapan dan dzan,
Tidak memiliki wawasan yang luas, berpikiran sempit, tidak sabar , dan ingin mendapatkan natijah amal dengan segera.
Memusuhi dan memerangi sesama kaum muslimin, dan membiarkan kaum kafir serta kaum penyembah berhala. ( Nasr al Aql, AlKhawarij, m.s.26)
Selanjutnya Nasir al Aql berkata sifat-sifat Khawarij ini masih terdapat pada kaum muslimin seperti pada kelompok ” Takfir wal Hijrah ” sehingga terlihat dalam kumpulan tersebut anak-anak muda yang belum mempunyai ilmu yang cukup dan tidak merujuk ilmunya kepada ulama-ulama mujtahidin, tetapi mereka hanya saling belajar sesama mereka atau hanya dengan membaca kitab dengan pemahaman sendiri secara harfiyah tanpa merujuk kepada ulama yang pakar dibidangnya, walaupun mereka kadangkala terdiri dari kaum yang terpelajar dalam bidang akademik, tetapi tidak tafaqquh dalam agama. Kelompok seperti ini merupakan kelanjutan daripada kelompok khawarij ibadiyah pada masa terdahulu. ( Nasr Aql, AlKhawarij, m.s.44).
Dr. Umar Abdullah Kamil dalam kitab ” Al Mutatharrifun : Khawarij al-judud ” menyatakan bahwa diantara ciri khawarij kontemporer ini adalah :
Fanatik atas pendapat sendiri ( Ta’assub ) dan tidak mengakui kebenaran pendapat yang lain, walaupun pendapat yang lain berdasarkan dalil syar’i, sehingga seakan akan merka menyatakan : ” pendapatku benar tidak ada salah sedikitpun, dan pendapat yang lain adalah salah dan tidak memiliki kebenaran walau sedikit ”.
Memuliakan ulama dari kelompok mereka dan berbangga dengan kumpulan mereka sahaja serta menghina, merendahkan, kelompok lain, dan mencari kekuarangan dan kelemahan ulama atau pemimpin dari kelompok yang lain.
Taqlid kepada pemimpin, kelompok dan kitab-kitab mereka dengan taqlid buta tetapi pada saat yang sama mereka mencela kumpulan madzhab yang bertaqlid dengan imam mazhab fiqih sebab tidak sesuai dengan pendapat mereka.
Menutup pikiran daripada kebenaran yang disampaikan oleh pihak lain walaupun pihak lain mempunyai dalil yang jelas.
Menutup diri daripada mendalami ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan keagamaan, dan membatasi diri dengan pengajian kumpulan, kitab-kitab tertentu, dengan rujukan ulama kelompok serta menamakan kelompok mereka dengan kelompok yang selamat ( firqah najiyah ).
Kekurangan ilmu dan memahami agama dengan tidak seimbang, dan melebihkan satu ilmu dan memandang rendah ilmu yang lain.
Mudah memberikan fatwa terhadap suatu hukum halal dan haram, kafir dan syirik, sesat dan bid’ah tanpa memiliki kemampuan untuk memahami nash-nash al quran dan hadis dan tidak memiliki kemampuan untuk menarik kesimpulan dari suatu hukum.
Menuduh ulama terdahulu dengan tuduhan jahil dan sesat sebab mereka tidak memahami metodologi ushul fiqah, tidak memahami nash qathi dan dzanni, tidak memahami perbedaan ulama mujtahid dalam mengambil hukum.
Kaku kepada kelompok lain, sehingga mereka tidak akan memberi salam jika berjumpa dengan kelompok yang lain, tetapi akan berpelukan jika berjumpa dengan kelompoknya sendiri. Mereka tidak peduli dengan keadaan kelompok lain tetapi sibuk membantu kelompoknya sendiri.
Pemahaman yang salah terhadap salaf, sehingga mereka menyangka hanya kelompok mereka sahaja yang mengikut ulama salaf, sedangkan ulama lain tidak mengikuti salaf. Padahal mengikuti salaf adalah mengikuti akan kaedah memahami nash yang berkaitan dengan akidah, hukum dan akhlak dengan mengikuti metodologi penafsiran nash, dan merujuk kepada cara salaf dalam berijtihad dan memutuskan hukum.
Bersikap keras dan memberatkan, sehingga mereka tidak mengenal adanya keringanan (rukhsah), kemudahan di dalam hukum. ( Umar Abd.Kamil, al Mutatharrifun, m.s.111-124).
2.5. Kesalahan dalam metodologi keilmuan.
Dr. Umar Abd Kamil juga menyatakan bahwa kumpulan Khawarij bersikap demikian karena mereka salah dalam metodologi keilmuan seperti :
Kesalahan dalam metode berfikir tanpa membedakan antara kulliyah dan juziyyah, muhkamat dan mutasyabih, dzanniyat dan qath’iyyat, kaedah memadukan antara ta’arudh dan tarjih, perbedaan antara hadis daif dan maudhu’, dan lain sebagainya.
Memakai metode ” Dhahiriy ” dan ” harfiyah ”, dan menolak qiyas, maslahaat, ihtihsan dan tidak melihat kepada maqasid syariah dan illat hukum.
Memakai Mutasyabih menjadi Muhkamat. Maksud Mutasyabih adalah sesuatu yang mempunyai berbagai tafsiran, tetapi mereka menetapkan tafsiran mereka tanpa melihat tafsiran yang lain.
Kekeliruan dalam istilah antara Iman, Islam, Kafir, Syirik, Fasik, Dzalim, Munafiq, Jahiliyah, dan lain sebagainya, disebabkan tidak memahami makna bahasa antara makna Majaz dan Hakikat, antara iman dan iman yang sempurna, antara kafir maksiyat, dan kafir i’tikad, antara syirik besar dan syirik kecil,antara munafik akidah dan munafik amal, antara bid’ah yang sesat dan bid’ah yang hasanah.
Berlebih-lebihan dalam mengharamkan sesuatu, tanpa membedakan antara haram dan makruh, antara makruh lit tahrim dan makruh lit tanzih.
Mengambil ilmu hanya berdasarkan bacaan atas kitab, akhbar , atau majalah tanpa mengkaji lebih lanjut atau bertanya dan merujuk kepada ulama yang pakar dalam bidang tersebut.
Lemah dalam sejarah rasul, sejarah sahabat, dan sejarah islam, dan sunatullah dalam kehidupan, serta fiqh keadaan dan keutamaan ( fiqhul waqi/fiqhul awlawiyat ) dan strategi dakwah(fiqh dakwah).
Metode berlawanan, sebagian-sebagian dan tidak menyeluruh. Pada waktu umat islam tertinggal dalam kehidupan dunia, segera mereka meninggalkan kehidupan spiritual sibuk mengejar dunia, sedangkan di pihak yang lain meninggalkan dunia dan hidup zuhud, padahal islam mengajarkan perpaduan antara kehidupan dunia dan akhirat, antara ilmu dan agama, antara kerja dan amal, antara material dan spiritual, dan lain sebagainya.( Umar Abd.Kamil, al Mutatharifun, m.s.143-154).
3. Islam Liberal.
Istilah Islam liberal pada mulanya dimunculkan oleh buku ” Liberal Islam : A Source Book” yang ditulis ole Charles Kuzman ( London, Oxford University Press, 1988 ) dan buku ” Islamic Liberalism : A critique of Development Ideologies ” yang ditulis oleh Leonard Binder ( Chigaco, University of Chicago Press, 1998 ). Walaupun buku ini terbit tahun 1998, tetapi ide yang mendukung liberalisasi telah muncul terlebih dahulu seperti gerakan modernisasi islam, gerakan sekulariasi dan lain sebagainya. Oleh sebab itu walaupun Jaringan Islam Liberal di Indonesia berdiri tahun 2001, tetapi ide-ide Islam Liberal di Indonesia sudah ada sejak tahun 1970 dengan munculnya ide sekulariasi dan modernisasi Islam yang dimunculkan oleh Nurkholis Majid, Harun Nasution, Mukti Ali, dan kawan-kawannya ( lebih lanjut baca buku 50 Tokoh Islam Liberal di Indonesia , Budi Handrianto, Jakarta ,2007 ).
Gerakan liberalisme ini sebenarnya adalah pengaruh dari filsafat liberalisme yang berkembang di negara Barat yang telah masuk ke dalam seluruh bidang kehidupan seperti liberalisme ekonomi, liberalisme budaya, liberalisme politik, dan liberalisme agama. Gerakan Liberalisme di Barat diawali dengan gerakan reformasi yang bertujuan menentang kekuasaan Gereja, menghadkan kekuasaan politik, mempertahankan pemilikan serta menetapkan hak asasi manusia ( Harorld Laski dan John L. Stanley, The Rise of European Liberalisme , London, 1997, m.s. 15 ). Gerakan Liberalisme tersebut masuk ke dalam bidang agama, sebagai contoh gerakan reformasi Inggeris bertujuan untuk menghapuskan ketuanan dan kekuasaan golongan agama ( papal jurisdiction ) dan menghapuskan cukai terhadap gereja ( clerical taxation ). Oleh sebab itu gerakan Liberalisme berkait brapat dengan penentangan terhadap agama dan sistem pemerintahan yang dilakukan oleh golongan agama (gereja) atau raja-raja yang memerintah atas nama Tuhan. ( Khalif Muammar, Atas nama kebenaran , m.s. 75 ).
Gerakan liberalisais agama ini telah lama terjadi pada agama yahudi dan kristen. Sebagai contoh, Gerakan Yahudi Liberal ( Liberal Judaism ) telah muncul pada abad ke-19 sebagai upaya menyesuaikan dasar-dasar agama yahudi dengan nilai-nilai zaman pencerahan ( Enlightenment ) tentang pemikiran rasional dan bukti-bukti sains. Organisasi Yahudi Liberal didirikan pada tahun 1902 oleh orang yahudi yang memiliki komitment terhadap filsafat liberal dengan tujuan mempercayai kepercayaan dan tradisi yahudi dalam dunia kontemporer. Akibatnya dari pemahaman liberal tersebut maka 31 Pemuka agama yang tergabung dalam persatuan Rabbi yahudi Liberal ( Liberal Judaism’s Rabbinic Conference ) terdapat empat orang rabbi lesbian dan dua orang rabbi gay. (Adian Husaini, dalam pengantar buku 50 Tokoh Islam Liberal, Budi Handrianto, m.s.xvii)
Dalam agama kristen juga terdapat kelompok Kristen Liberal, dimana mereka melakukan rekontruksi keimanan dan hukum dengan memakai metode sosio-historis dalam agama ( merubah prinsip iman dan hukum agama sesuai dengan perkembangan masyarakat ), sehingga Charles A. Briggs, seorang kristen Liberal menyatakan : ” It is sufficient that Bibel gives us the material for all ages, and leaves to an the noble task of shaping the material so as to suit the wants of his own time ” ( Alister E. McGrath, The Balckwell Encyclopedia of Modern Christian Thought, Oxford, 1993 ).
Akhir-akhir ini pengaruh liberalisme agama yang telah terjadi di dalam agama yahudi dan kristen mulai diikuti oleh sekumpulan sarjana dan pemikir muslim seperti yang dilakukan oleh Nasr Hamid Abu Zayd ( Mesir ), Muhammad Arkoun ( AlJazair ), Abdulah Ahmed Naim ( Sudan ), Asghar Ali Enginer ( India ), Aminah Wadud ( Amerika ), Nurkholis Majid, Syafii Maarif, Abdurrahman Wahid, Ulil Absar Abdalla ( Indonesia ), Muhamad Shahrour ( Syria ), Fetima Mernisi ( Marocco )Abdul Karim Soroush ( Iran ), Khaled Abou Fadl ( Kuwait ) dan lain sebaginya. Disamping itu mereka kelompok diskusi, dan institusi seperti Jaringan Islam Liberal ( JIL – Indonesia ), Sister in Islam ( Malaysia ) hampir si seluruh negara islam ( lihat laman web .unc.edu/~kurzman/LiberalIslamLink.)
3.1. Program Islam Liberal.
Greg Barton dalam Ph.D thesis di Monash Universiti yang berjudul ” Gagasan Islam Liberal di Indonesia ” menyatakan bahwa program Islam Liberal di Indonesia yaitu :
Kepentingan kontekstualisasi ijtihad.
Komitmen terhadap rasionaliti dan pembaharuan agama
Penerimaan terhadap pluralisme sosial dan pluralisme agama
Pemisahan agama dari partai politik dan adanya posisi non-sektarian negara.
( Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Jakarta, 1999,m.s.21-22)
Menurut Adian Husaini, ada tiga bidang dalam ajaran Islam yang menjadi sasaran liberalisasi yaitu :
Liberalisasi bidang akidah dengan penyebaran paham pluralisme agama.
Liberalisasi bidang syariah dengan melakukan perubahan metodologi ijtihad.
Liberalisasi konsep wahyu dengan melakukan dekontruksi terhadap AlQuran.
( Adian Husaini, Liberalisasi Islam di Indonesia, 2006, m.s.11)
3.1.1.Liberalisasi Akidah.
Liberalisasi akidah dilakukan dengan menyebarkan paham Pluralisme agama, yaitu paham yang meyakini bahwa semua agama adalah sama-sama benar, dan merupakan jalan untuk menuju kepada Tuhan yang sama. ( lebih lanjut tentang Pluralisme Agama sila baca Dr. Anis Malik Taha, Tren Pluralisme Agama, Perspektif, Jakarta, 2002 )
Ulil Absar Abdallah, penyelia Jaringan Islam Liberal di Indonesia menyatakan bahwa “ Semua agama adalah sama. Semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan agama yang paling benar “ ( Majalah Gatra, 21 Desember 2002 ).
Budhy Munawar Rahman, pensyarah Universitas Paramadina menyatakan : ” Teologi pluralis memberikan legitimasi kepada kebenaran semua agama, dan pemeluk agama apapun layak disebut sebagai orang yang beriman, dengan makna ”orang yang percaya kepada Tuhan ”, karena sesuai dengan al Quran Surah 49:10-12, sebab mereka semua adalah bersaudara dalam iman. Karenanya, hal yang diperlukan sekarang dalam penghayatan Pluralisme agama adalah pandangan bahwa siapapun yang beriman adalah sama di hadapan Allah, karena Tuhan kita semua adalah Tuhan yang Satu ” ( Wajah Islam Liberal, 2002, m.s. 51-53 ).
Abdul Munir Mulkan, pensyarah Uniersitas Islam Negeri Yogyakarta menulis : ” Yang harus diyakini bahwa surga Tuhan yang satu itu terdiri dari banyak pintu dan kamar. Tiap pintu adalah jalan pemeluk tiap agama untuk memasuki kamar surganya. Syarat memasuki surga adalah keikhlasan pembebasan manusia dari kelaparan, penderitaan, kekerasan,dan ketakutan, tanpa melihat agamanya, Inilah jalan universal surga bagi semua agama ”. ( Ajaran dan Jalan kematian Syekh Siti Jenar, 2002, m.s.44 ) .
Dr. Nurcholis Madjid, juga menyatakan : ’ Ibarat roda, pusat roda itu adalah Tuhan, dan jari-jari itu adalah jalan dari berbagai agama. Filsafat perenial juga membahagi agama pada level esoterik (batin) dan eksoterik (zahir). Satu agama berbeda dengan agama lain dalam level eksoterik, tetapi sama dalam level eksoterik. Oleh karena itu ”Satu Tuhan Banyak Jalan ”. ( Tiga Agama Satu Tuhan, 1999, m.s.xix ). ” Jadi Pluralisme sesungguhnya adalah sebuah aturan Tuhan ( Sunnatullah ) yang tidak akan berubah, sehingga juga tidak mungkin dilawan atau diingkari ”. ( Islam dan Doktrin Peradaban, Paramadina, 1995, m.s.lxxxviii).
3.1.2.Liberalisasi Syariah.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Greg Barton bahwa diantara tujuan Islam Liberal adalah merobah hukum-hakam agama Islam sehingga dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman. Oleh sebab itu pemahaman al Quran harus disesuaikan dengan perkembangan zaman sebagaimana dinyatakan oleh Azyumardi Azra, mantan rektor Universitas Islam Negeri Jakarta ( dulu bernama IAIN Jakarta ) : ” AlQuran menunjukkan bahwa risalah Islam –disebabkan universalitasnya- adalah selalu sesuai dengan lingkungan kultural apapun, sebagaimana (pada saat turunnya) hal itu disesuaikan dengan kepentingan lingkungan semenanjung Arab. Karena itu al Quran harus selalu dikontekstualisasikan ( disesuaikan ) dengan lingkungan budaya penganutnya, dimanapun dan kapan saja ”.( Pengantar dalam buku Dari Neo-modernisme ke Islam Liberal , Dr. Abu A’la, 2003, hal.xi ).
Dr. Nurkholis Madjid menyatakan dalam syarahan di Taman Ismail Marzuki 21 Oktober 1992 tentang ahlul kitab : ” Danpatut kita camkan benar-benar pendapat Muhammad Rasyid Ridha sebagaimana dikutip oleh Abdul Hamid Hakim bahwa pengertian Ahlul Kitab tidak hanya terbatas pada kaum Yahudi dan Kristen sahaja seperti tersebut jelas dalam al Quran serta kaum majusi seperti tersebutkan dalam sebuah hadis, tetapi juga mencakup agama-agama lainnya yang mempunyai suatu bentuk kitab suci ”. ( Liberalisasi Islam di Indonesia, m.s. 48 ).
Kumpulan Islam Liberal di Indonesia telah menerbitkan buku ” Fiqah Lintas Agama ” yang menyatakan : ” Soal pernikahan laki-laki non-Muslim dengan wanita muslimah merupakan urusan ijtihad dan terikat dengan konteks tertentu, diantaranya konteks dakwah islam pada saat itu, dimana jumlah umat islam tidak sebesar saat ini, sehingga pernikahan antar agama merupakan sesuatu yang terlarang. Karena kedudukannya sebagai hukum yang lahir dari proses ijtihad, maka amat dimungkinkan bila dicetuskan pendapat baru bahwa wanita muslimah boleh menikah dengan laki-laki non-muslim atau pernikahan beda agama secara lebih luas amat dibolehkan apapun agama dan aliran kepercayaannya ”. ( Mun’im Sirry (ed) , Fiqih Lintas Agama, 2004, m.s. 164 ).
Dalam Rancangan Kompilasi Hukum Islam ( Counter Legal Draft ) yang diajukan kepada Kementeria Agama, kumpulan Islam Liberal Indonesia dibawah penyelia Dr. Musdah Mulia memberikan beberapa perubahan hukum Islam :
Pasal 3 ayat 1 : Asas perkawinan adalah monogami dan perkawinan poligami adalah tidak sah dan harus dinyatakan batal secara hukum.
Pasal 9 : Ijab-kabul boleh dilakukan oleh isteri –suami atau sebaliknya suami – istri.
Pasal 54 : Perkawinan beda agama antara muslim atau muslimah dengan non-muslim disahkan.
Pasal 59 : Talak tidak dijatuhkan oleh pihak laki-laki, tetapi boleh dilakukan oleh suami atau istri di depan sidang pengadilan agama.
Pasal 88 ayat 7a : Masa iddah bukan hanya dimiliki oleh wanita tetapi juga untuk lelaki. Masa iddah bagi lelaki adalah seratus tiga puluh hari.
Pasal 8 ayat 3 : Bagian warisan anak laki-laki dan wanita adalah sama.
Itulah beberapa ijtihad Liberal yang diajukan untuk merubah anakmen perkawinan , tetapi syukur kepada Allah, rancangan tersebut di tolak oleh Parlemen dan Kementerian Agama republik Indonesia.
3.1.3. Liberalisasi Al Quran.
Islam Liberal juga menggugat kesucian kitab suci Al Quran dengan melakukan studi kritis terhadap al Quran. Lutfi Syaukani, pengasas Jaringan Islam Liberal di jakarta mengatakan : ” Sebagian besar kaum muslimin meyakini bahwa Al Quran dari halaman pertama hingga terakhir merupakan kata-kata Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad secara langsung baik dalam lafadz maupun dalam makna. Kaum muslimin juga meyakini bahwa al Quran yang mereka lihat dan baca hari ini adalah persis sama seperti yang ada pada masa Nabi lebih dari seribu empat ratus tahun silam. Keyakinan semacam itu sesungguhnya lebih merupakan formulasi dan angan-angan teologis ( alkhayal al-diniy ), yang dibuat oleh para ulama sebagai bagian daripada doktrin islam. Hakikat sejarah penulisan al Quran sendiri sesungguhnya penuh dengan berbagai keadaan yang kacau dan tidak lepas dari perdebatan, pertentangan, tipu daya dan rekayasa ”.( Litfi Syaukani, Merenungkan Sejarah Al Quran, dalam Abd.Muqsith Ghazali, Ijtihad Islam Liberal, 2005, hal.1.).
Kumpulan Islam Liberal dalam mengkritik Al Quran memakai metode penafsiran Hermeneutika yaitu ” to understand the discourse just as well as even better than its creator ” ( Freidrich Schleiemenrcher ” The Hermeneutics : Outline of the 1819 lectures ”, dalam Hermeneutic Tradition, 1990, m.s.93 ). Pada awalnya Hermeneutika ini dipakai oleh pemikir Barat untuk memahami kitab Bible , sebab kitab Bible merupakan kitab yang mempunyai banyak persoalan yang tidak jelas. Islam Liberal memakai metode penafsiran ini untuk menafsirkan Al Quran ( lihat Adnin Armas, Pengaruh Kristen-Orientalis terhadap Islam Liberal, 2003 ). Malahan bagi Nas Hamid Abu Zayd telah menjadikan Hermeneutika dan “ textual criticism” sebagai kaedah yang terbaik dalam menafsirkan Al Quran ( Mafhumun Nash ; Dirasah fi Ulumil Quran, m.s.9 ).
Demikian juga dengan Muhammad Arkoun yang menyatakan bahwa hermeneutika adalah cara terbaik untuk menafsirkan al Quran sebab dengan Hermeneutika kita dapat menafsirkan al Quran sesuai dengan tinjauan sejarah , sosiologi, dan antropologi sehingga dengan demikian kita akan menolak bentuk penafsiran yang mensucikan dan memuliakan al Quran sebagaiman yang telah dilakukan secara teologis dan tradisional ( Muhammad Arkoun, Rethinking Islam, 1994, m.s.36 ) Dengan pernyataan ini Arkoun mengangapbahwa Al Quran itu tidak suci dan mulia, sama dengan buku yang dapat dianalisa dan dikaji sesuai dengan kondisi dan situasi tertentu.
Demikianlah beberapa pemikiran Islam Liberal yang sangat berbahaya, apalagi jika pemikiran mereka telah masuk ke institusi pendidikan islam, sebagaimana yang dinyatakan oleh Donald Rumsfeld : “ Amerika Syarikat perlu menciptakan lembaga bantuan keuangan untuk mengubah kurikulum pendidikan Islam yang radikal menjadi moderat. Lembaga pendidikan Islam dapat lebih cepat menumbuhkan teroris baru, lebih cepat dibandingkan kemampuan Amerika untuk menangkap atau membunuh mereka “ ( Harian Republika, 3/12/2005 ).
Semoga tulisan ringkas tentang ini dapat menggugah kesadaran kita terhadap cabaran akidah yang pada saat sekarang ini, dan semoga Allah memberikan petunjuk dan kekuatan agar kita mendapatkan cara dan ikhtiar yang terbaik dalam menghadapi serangan pemikiran khawarij kontemporer dan islam liberal, sehingga umat islam dan kebenaran agama islam tetap terjaga sampai di akhir masa. Wallahu A’lam
( Muhammad Arifin Ismail / K uala Lumpur , 8 syawal 1428 )