Dengan kemajuan teknologi yang
berkembang dengan pesat, maka masyarakat dunia juga mengalami perkembangan
pemikiran dan budaya, sehingga setiap kurun waktu kita melihat istilah yang
baru, seperti modernisasi, globalisasi dan lain sebagainya. Globalisasi berasal
dari kata-kata Global yang bermakna sesuatu yang mendunia. Oleh sebab itu
Globalisasi dimaksudkan juga merubah dunia menjadi perkampungan dunia,
maksudnya jika dulu jarak, informasi antara satu tempat dengan tempat yang lain
dirasakan sangat jauh, maka dengan kecanggihan teknologi informasi, maka
informasi dunia tidak mempunyai jarak lagi, dimana kejadian di dunia lain, dalam
hitungan detik, sudah dapat didengar dan dilihat oleh penduduk dunia lain.
Karena itu sebagian orang mengatakan bahwa globalisasi adalah melenyapkan
dinding dan jarak antara satu bangsa dengan bangsa lain, dan antara satu
kebudayaan dengan kebudayaan yang lain, sehingga semuanya menjadi dekat dengan
kebudayan dunia, pasar dunia, dan keluarga dunia.
Istilah Globalisasi (
Globalization ) pada awalnya muncul di Amerika Serikat, yang artinya
menggeneralisasi (menjadikan sesuatu menjadi general ) sesuatu dan memperluas
jangkauannya sehingga ke seluruh tempat. Globalisasi juga dimaksudkan
menjadikan sesuatu mendunia atau bersifat internasional, yakni menjadikannya
dari terbatas dan terawasi kepada tidak terbatas dan sulit diawasi. Yang
dimaksudkan terbatas adalah level nasional yang terbatas oleh batas-batas
geografis dan dibawah pengawasan khusus. Jadi Globalisasi dapat mengandung arti
“menghilangkan batas-batas kenasionalan dalam bidang ekonomi (perdagangan ) dan
membiarkan segala sesuatu bebas melintas dunia dan menembus level internasional
sehingga dapat mengancam identitas budaya dan ekonomi suatu bangsa dan
Negara. Oleh sebab itu, menurut Jalal
Amin, Globalisasi adalah penyempitan jarak secara cepat antara masyarakat, baik
yang berkaitan dengan pindahan barang, orang, modal, informasi, pemikiran
maupun nilai-nilai, sehingga tampak globalisasi bagi kita adalah sepertinya
mengiringi perkembangan peradaban manusia “.
Pada awalnya globalisasi
berkaitan dengan ekonomi dan perdagangan bebas sebagaimana yang dimunculkan di
Amerika, tetapi pada saat ini, globalisasi telah berkembaga dalam setiap bidang
kehidupan masyarakat termasuk dalam budaya, agama, pemikiran, sustem hukum,
politik, dan lain sebagainya. Globalisasi dalam arti yang sangat luas, maka
dampak globalisasi tersebut dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat yang
telah terjaga dengan nilai-nilai agama dan budaya, hukum, tradisi yang sudah
berlaku dalam suatu bangsa dan negara. Akibat globalisasi pada saat ini
terlihat dalam segala bidang, baik itu ekonomi, budaya, agama, politik dan lain
sebagainya, sehingga jika umat Islam tidak waspada dan pandai melihat dimana
aspek positif dan negative, maka umat Islam akan kehilangan identitas dirinya
sebagai muslim dan umat Islam. Sepatutnya umat islam dapat bersikap tegar dalam
menghadapi setiap serangan budaya luar, sebab umat Islam memiliki pedoman hidup
yang tidak pernah berubah, yaitu al Quran dan Sunnah Nabi, dan memiliki sejarah
Rasululah yang dapat dijadikan contoh teladan dalam setiap kehidupan.
Globalisasi ekonomi terlihat
dengan berdirinya hypermarket dunia di setiap sudut kota, sehingga produk dunia
dapat dibeli dan dijangkau di seluruh pelosok dunia. Akibatnya budaya
konsumeris dan sikap mubazir menjadi budaya masyarakat. Globalisasi budaya
merupakan globaliasi yang sangat mudah merusak masyarakat sebab globalisasi
budaya berprinsipkan kepada pergaulan bebas yang permissive sehingga dapat
menghilangkan identitas budaya dan merusak peraturan dan hukum agama.
Globalisasi agama dengan merubah tatanan hukum fiqah dan merubah tatanan
hukum dengan nilai-nilai universal
seperti nilai kebebasan, hak asasi
manusia, persamaan agama (pluralism agama ) dengan menggagas fiqih global,
theology global dan etika global. Untuk itu, umat Islam harus bijak dalam
bersikap terhadap Globalisasi. Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa untuk menghadapi
globalisasi terdapat 3 sikap : (1) Sikap berlebihan dengan menerima globalisasi secara mutlak.(2)
Sikap yang menolak total.(3) Sikap pertengahan dengan mengambil manfaat dari
perkembangan teknologi global tetapi menghindar dari sisi negative dengan
memegang teguh orisinilitas nilai-nilai agama. Menurut Qardhawi, sikap terbaik
adalah dengan mengambil manfaat dari perkembangan teknologi informasi
globalisasi dan menolak sisi negative dari globaliasi, dengan menguatkan
nilai-nilai keimanan dan identitas diri sebagai masyarakat muskim yang
berwawasan masa depan, tanpa kehilangan nili-nilai iman, identitas diri, dan
keistimewaan budaya lokal.
Untuk menghadapi serangan budaya
globalisasi ini, diperlukan ketahanan diri yang dibentuk dalam ketahananan
keluarga dan kekuatan iman yang diaplikasikan dalam sikap kehidupan. Keluarga
adalah basis utama kehidupan bermasyarakat. Rapuhnya tatanan kehidupan keluarga
mengakibatkan rapuhnya tatanan masyarakat. Kekuatan tatanan keluarga menjadi
factor utama ketahanan masyarakat.Oleh karena itu ajaran Islam sangat
memperhatikan tatanan keluarga sebagaimana al Quran menyatakan: “ Jagalah
dirimu dan keluargamu daripada siskaan api neraka “ ( QS. Ah tahrim : 6 ). Rasulullah
menjadi contoh terbaik dalam kehidupan keluarga sehingga beliau bersabda :
“Orang yang terbaik daripada kamu adalah orang yang terbaik dengan keluarganya,
dan aku ( rasululah ) adalah orang yang terbaik untuk keluarganya “.( QS.an
Nisa : 34 ).
Kerapuhan ketahanan keluarga pada
masa kini menjadikan generasi yang kosong dari perhatian, pendidikan, sehingga
mereka mencari perhatian dan lingkungan yang telah dirusak oleh budaya
pergaulan bebas, narkoba, seks bebas, hiburan, dan lain sebagainya. Ketahanan
keluarga dapat tercapai dengan peran yang dimainkan oleh setiap orang di dalam
keluarga. Seorang ayah sebagai kepala keluarga berperan untuk memimpin
keluarga, baik istri dan anak-anaknya memiliki orientasi hidup yang jelas,
memastikan istri dan anak-anaknya diberikan makanan yang halal,sehingga segala
tindak tandul dan pergaulan mereka sesua dengan tuntunan dan pedoman ilahi.
Itulah sebabnya al Quran menyatakan : “ Orang lelaki itu ( suami/ayah ) adalah
orang yang berkuasa di hadapan kaum wanita “.( QS. An Nisa : 34 ) Suami dan ayah dapat memimpin agar istri dan
anaknya tetap dalam nilai-nila iman, dan syariah, serta akhlak yang mulia.
Disamping itu setiap anggota keluarga juga harus melakukan tugas dan kewajiban
dalam bidang masing-masing, sebagaimana dinyatakan dalam hadis yang disampaikan
oleh Abdllah bin Umar menyatakan bahwa dia mendengar Rasulullah bersabda : “
Setiap orang daripada kamu semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa
yang dipimpinnya. Orang lelaki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan dia
bertanggungjawab atas apa yang dipemimpinnya, orang perempuan juga pemimpin
atas keadaan rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atas apa yang
dipimpinnya. Seorang pembantu juga adalah pemimpin untuk menjaga harta benda
majikannya, dan dia bertanggungjawab atas apa yang dipimpinnya “.( hadis
riwayat Bukhari dan Muslim ).
Keluarga juga harus dapat
memperhatikan dan memberikan lingkungan yang terbaik bagi anak-anaknya, sebab
lingkungan dan suasana yang dihadapi mereka dapat mempengaruhi nila-nila hidup,
pola pikir dan pola sikap mereka, sebab lingkungan yang buruk, pergaulan yang
merusak itu merupakan sesuatu yang
menular sehingga dpat merobah sesuatu
yang baik menjadi buruk.Oleh sebab itulah memperhatikan
lingkungan dan pergaulan yang baik merupakan kewajiban suatu keluarga,
sebagaimana hadis menyatakan bahwa : “ Tidak ada seorang manusia yang
dilahirkan melainkan dia itu dilahirkan
dalam keadaan fitrah yang suci, maka kedua orangtualah yang bertanggungjawab
jika sekiranya anak yang suci
tersebut berobah menjadi seorang yahudi,
atau nasrani atau majusi “( hadis riwayat Bukhari ). Dari hadis ini dapat
dilihat bahwa seorang yang dilahirkan muslim dan beriman kepada Allah dapat
berubah menjadi yahudi, nasrani atau majusi jika seandainya orangtua tersebut
tidak peduli dengan keadaan perkembangan hidup anak-anak mereka terutama
kehidupan globalisasi barat yang tidak memiliki nilai-nila agama, sebab budaya
barat hari ini adalah budaya yang berasaskan nila-nilai atheis ( tidak mengenal
kehiduapn akhirat ) , materialisme ( kehidupan materi semata ) dan hedonism ( budaya hidup yang ditujukan
untuk mencari kepuasan hawanafsu ). Mari
kita kembalikan nila-nila agama dan iman melalui tatanan keluarga sehingga kita
tetap dapat bertahan dalam nilai=nilai agama di tengah budaya global, sebab
hidup kita bukan hanya ingin mendapatkan kebahagiaan untuk dunia saja tetapi
juga kita ingin mendapatkan kebahagiaan yang kekal di akhirat kelak.
Fa’tabiru Ya Ulil albab.
No comments:
Post a Comment