Thursday, November 28, 2013
SEJARAH HITAM QARAMITHAH
Qaramithah adalah suatu kelompok yang merupakan bagian dari pengikut ajaran Syiah Ismailiyah dibawah pimpinan Hamdan al Qaramit, sehingga pengikutnya disebut dengan Qaramithah. Ajaran Qaramithah terus berkembang dalam masyarakat terutama diantara kelompok Syiah Ismailiyah. Pada waktu itu Ismailiyah Fatimiyah mengaku bahwa Imam al Mahdi akan datang dari keturunan mereka, sedangkan menurut Qaramithah datangnya Imam Mahdi tetap dengan munculnya Imam ke-tujuh Ismail bin yang sedang menghilang hingga waktu tertentu. Qaramithah sangat membenci kelompok Nasibi, yaitu kelompok yang mengakui kepemimpinan Abubakar, Umar dan Usman bin Affan. Malahan mereka selalu menganggu dan membunuhnya. Pada tahun 294 Hijriyah mereka pernah menghadang jamaah haji yang pulang dari tanah suci dan membunuhnya. Mereka selalu mengintai jamaah haji yang pulang dari menunaikan jamaah haji dan menganggu mereka, atau merampas harta mereka malahan sampai kadang kala membunuh mereka. Khalifah Islam pada waktu itu sangat lemah, sehingga kaum pemberontak Qaramithah sangat berleluasa menganggu keamanan dan ketenteraman umat. Mereka kaum Qaramithah menganggap bahwa tanah Karbala, tempat terbunuhnya Husein itu lebih suci daripada Ka’bah, sebagaimana termaktub dalam halaman 370 dari kitab “ Fiqhul wal Aqaid” karangan ulama mereka Muhammad Huseini Syirazi menyatakan bahwa : “ Dikatakan bahwa tanah Karbala lebih utama daripada tanah Makkah, dan sujud diatas tanah makam Husein itu lebih utama daripada sujud di atas tanah Masjidil haram , apakah itu benar ? Syirazi menjawab : Ya itu benar “. Oleh sebab itu dalam sejarah kaum Qaramithah pernah menyerang Ka’bah, merusak Hajaral Aswad dan membunuh jamaah haji yang ada pada waktu itu.
Ibnu Kasir dalam kitab Bidayah wan Nihayah menceritakan bahwa pada hari Tarwiyah yaitu hari kedelapan Zulhijah tahun 317 Hijriyah bertepatan dengan musim Haji 929 Masehi, pasukan tentera Syiah Qaramithah diketuai oleh Hamadan Ibn Al-Ashath Al-Qurmuti menyerang kota Makkah dan membunuh semua jemaah haji yang datang peda waktu itu. Kemudian Hamdan menyerang Kaabah, dan menageluarkan batu hitam Hajar Aswad dari tempatnya di sudut Ka’bah serta memecah batu tersebut menjadi dekapan potongan kecil, sebagaimana yang terlihat pada batu Hajaral Aswad sekarang.
Hamdan juga menarik keluar pintu Kaabah dan kemudian memecahkannya, menarik kain Kabah dan memotongnya kecil-kecil dan memberikannya kepada sahabat-sahabat beliau. Setelah itu beliau mengarahkan pengikut-pengikut beliau untuk memusnahkan Mizab Al-Kabah, saluran untuk menyalurkan air (sekiranya hujan) yang terletak datas Kaabah. Sewaktusalah seorang pengikut beliau mencoba untuk memusnahkan saluran ini, pengikut yang disuruh tersebut terjatuh dari bumbung Kaabah dan mati.
Hamadan kemudiannya menyuruh pengikutnya mencampakkan mayat-mayat jemaah haji yang telah mereka bunuh ke atas bumbung Kaabah, sehingga Mizab (saluran air) dari atas Kabah itu mengalirkan darah orang muslim buat pertama kalinya dalam sejarah. Beliau kemudian mencampakkan mayat-mayat jamaah haji yang lain kedalam telaga Zam-Zam sehingga telaha zam-zam penuh dan kemudian menutup telaga ini dengan batu yang besar.
Wanita Qaramithah akan membawa air kononnya untuk menyiram mayat-mayat jemaah haji ini atau memberi minum kepada jemaah haji yang tercedera, akan tetapi apabila mereka berjumpa dengan jemaah haji yang masih hidup, mereka akan membunuhnya tanpa memberi air. Wanita Qaramithah percaya bahwa jika mereka perlu membunuh sekurang-kurangnya 3 orang Sunni (Nasibi, gelaran yang mereka berikan pada orang Sunni) yang dahaga itu , maka mereka mendapat tempat di Surga. Sebagian mayat-mayat yang lain ada yang ditanam di dalam Masjidil Haram dimana mereka (jemaah haji) dibunuh tanpa dikafankan, tanpa simandikan dan tanpa disolatkan.
Kemudian Hamadan pemimpin Qaramithah yang menyerang Makkah tersebut berdiri di depan pintu Kaabah dan menjerit ke langit dan berkata: “ Akulah yang berani mencabar ALLAH, akulah yang berani mencabar Tuhan, DIA mencipta kamu dan aku membunuh kamu semua (jemaah haji)”. Pengikut-pengikutnya yang turut memusnahkan Hajar Aswad juga menjerit ke langit: “Dimana burung-burung Ababil ENGKAU? Dimana batu Sijjil (batu dari tanah yang terbakar) ENGKAU?” Merujuk kepada peristiwa serangan bergajah yang dipimpin oleh raja Abrahah sebelum kedatangan agama Islam.
Kemudian Hamdan Qaramitah membawa batu Hajar Aswad ke arah timur yaitu le kota Al-Qatif dengan menggunakan 70 ekor unta sebab dalam perjalanan setiap unta yang membawa batu Hajar Aswad akan jatuh sakit dan kemudian mati di tengah padang pasir. Jika unta yang membawa batu Hajar aswad itu mati, maka Hamdan menggantikan unta itu dengan unta yang lain, sehingga seluruh unta yang membawa sampai ke bilangan tujuh puluh. Di kota al Qatif mereka membangun bangunan seperti Ka’bah yang mereka namakan ‘AinulKuaibah’ dan meletakkan batu Hajar Aswad di bangunan tersebut dan menyuruh orang ramai untuk mengerjakan haji di tempat tersebut, tetapi tidak seorangpun orang muslim yang pergi kesana kecuali pengikut Qaramithah saja. Batu Hajarl Aswad di kuasai oleh Qaramithah selama 22 tahun, hingga pada tahun 339 Hijriyah / 952 Masehi datanglah pasukan Khalifah Al-Muktadir Billah sebanyak 80 ribu tentara menyerang pengikut-pengikut Qarmatiah dan menyerang tiga ribu pasukan Qaramithah. Khalifah al Muktadir Billah setelah mengalahkan pasukan Qaramithah, kemudian baginda mengembalikan batu Hajaral Aswad ketempatnya semula sebagaimana yang kita lihat sekarang. Itulah sebabnya jika kita memperhatikan keadaan batu Hajaral Aswad sekarang terlihat jelas bekas pecahan potingan kecil yang disatukan kembali. Syukur Alhamdulillah batu tersebut tidak dihanciurkan atau dihilangkan tetapi masih dapat ditemukan walaupun telah hilang dari tempatnya selama 22 tahun. Penyerangan Khalifah terhadap pasukan Qaramithah tersebut telah melemahkan kekuatan Qaramithah dan menghilangkan jejak mereka, tetapi diantara pasukan Qaramithah tersebut, terdapat kumpulan kecil, lebih kurang 10 buah keluarga lolos dari serbuan dan dapat melarikan diri ke Syria dan bersembunyi di pegunungan Arab dalam bebrapa lama agar mereka tidak dibunuh. Kelompok kecil ini lama-kelamaan menjadi besar dan menurut kajian sejarah diantara kelompok tersebut lahirlah masyarakat Syiah Nusriyah, Syiah Alawiyah dan diantara mereka terdapat keluarga Al-Assad, yang memerintah Syria pada hari ini.
Dari kilasan sejarah diatas dapat kita lihat bagaimana sejarah mencatat bahwa ada sebagian kelompok Syiah yang sangat membenci masyarakat Islam, sehingga dapat membunuh orang-orang islam yang lain, malahan menyerang Makkah dan mengeluarkan batu Hajaral Aswad dari tempatnya. Oleh sebab itu kita tidak heran jika pada saat ini, pasukan Basyar Assad dengan ringannya membunuh umat Islam dengan alasan pemberontakan atas negara dan lain sebagainya. Padahal ajaran agama Islam sangat melarang umat Islam saling membunuh, malahan tindakan tersebut dinyatakan dalam al Quran : “ Barangsiapa yang membunuh manusia seorang manusia bukan karena dia telah membunuh yang lain, dan bukan karena telah membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya “ ( QS. AlMaidah : 32 ). Jika kita semua menghayati makna dan mengamalkan maksud ayat tersebut, maka perdamaian di dunia akan terwujud, dan sejarah Qaramithah tidak akan terulang lagi. Fa’tabiru Ya Ulil Albab.
GHADIR KHUM
Dalam pelaksanaan haji wada’, Rasulullah berada di Makkah selama sepuluh hari sahaja. Dalam perjalanan menuju Madinah, nabi berhenti di suatu tempat yang bernama Ghadir Khum. Di tempat ini Rasulullah mengumpulkan sahabat dan berkhutbah. Dalam khutbah Nabi menerangkan tentang kelebihan Sayidina Ali bin Abi Thalib yang sedang bertugas di Yaman. Di dalam khutbah itu Rasulullah menyatakan : “ Siapa yang mengakui aku adalah maulanya (tuannya ) maka Aku adalah maulanya, kemudian nabi berdoa : “ Ya Allah tolonglah orang yang menolong Ali, musuhilah orang yang menolong Ali, kasihanilah orang yang mengasihani Ali, bencilah orang yang membenci Ali, tolonglah orang yang menolong Ali, dan hinakan orang yang menghina Ali, dan berilah kebenaran kepada Ali kemana saja dia pergi “.
Sejarah mencatat bahwa khutbah nabi tersebut berkaitan dengan seseorang yang mengadukan kepemimpinan Ali di Yaman. Nabi mengutus Ali ke Yaman untuk menghadapi kabilah Najran di Yaman yang masih tidak patuh kepada kepemimpinan Rasulullah, tetapi Ali mengetahui tentang rencana nabi untuk pergi haji, sehingga dia telah mengatur perjalanan dari yaman untuk dapat haji bersama Rasulullah. Sewaktu nabi berada di makkah, ada seorang sahabat bernama Buraidah datang menghadap Rasulullah mengadukan tentang sikap Ali bin Abi Thalib menjadi utusan khusus Rasulullah dalam menghadapi kabilah Najran di Yaman. Rasulullah saw kemudian berkata : “ Hai Buraidah, janganlah engkau menyebut tentang perlakuan Ali, sebab Ali dari saya dan saya bagian daripada Ali. Bukankah saya harus diutamakan oleh orang beriman daripada diri mereka sendiri ? Benar, ya Rasulullah jawab Buraidah. Kemudian nabi berkata : “ Siapa yang menjadi tuannya, maka Ali adalah tuannya “ . Sabda nabi tersebut sebenarnya di khususkan kepada sahabat Buraidah agar dia percaya sepenuhnya kepada kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Ada juga riwayat yang mengatakan bahwa Usamah bin Zaid berkata kepada Ali bin Abi Thalib : “ Wahai Ali, anda bukanlah tuan saya “. Mendengar itu maka nabi bersabda kepada sahabatnya : “ Siapa yang bertuan kepada saya, maka Ali juga adalah tuannya “.
Setelah sampai di Ghadir Khum, Nabi Muhammad saw kembali menceritakan hal tersebut, agar isu negatif kepada kepemimpinan Ali harus diluruskan kepada semua orang. Semua sahabat mengakui tentang kelebihan Ali dan yakin dengan kepemimpinan Ali, tetapi tidak berarti bahwa pernyataan nabi tersebut tentang Ali sebagai tuan, menjadi wasiat kepemimpinan Ali setelah nabi meninggal dunia. Jika kita perhatikan bahwa pada waktu itu Ali bin Abi Thalib adalah diutus nabi ke Yaman. Oleh sebab itu nabi berkata : “ Ali itu adalah dariku, dan aku adalah daripada Ali “. Artinya Ali diutus nabi ke Yaman, dan dia adalah wakil nabi di kawasan yaman. Oleh sebab itu kepemimpinan Ali di yaman juga bagian dari kepemimpinan nabi. Untuk menguatkan kepemimpinan Ali bin Abi Thalib tersebut maka nabi berdoa : Ya Allah tolonglah orang yang menolong Ali, hinakan orang yang menghina Ali, dan seterusnya sebagaimana doa nabi diatas.
Sangat disayangkan kelompok Rafidhah menyatakan bahwa peristiwa di Ghadir Khum itu merupakan dalil bahwa Ali adalah pemegang wasiat kepemimpinan setelah Rasulullah, dan menyatakan bahwa kepemimpinan Abubakar, Umar bin Khatab serta Usman bin Affan adalah tidak sah. Padahal jika kita teliti sejarah, bahwa pernyataan Rasulullah tersebut bukan berkaitan dengan kesibnambungan kekhalifahan setelah nabi meninggal tetapi berkaitan dengan kepemimpinan Ali bin Abi Thalib di intik mengatur dan menghadapi kabilah Najran di kawasan yaman, sebagaimana nabi juga mengutus sahabat-sahabat lain untuk menjadi gubernur di negeri-negeri yang lain seperti negeri Bahrain dan lain sebagainya. Sejarah mencatat bahwa Rasulullah pernah melantik beberapa sahabat beliau untuk memimpin negeri tersebut dan juga kadang kala melantik sahabat tertentu untuk tugas-tugas khusus kepada kabilah tertentu.
Jika benar dakwaan kelompok Rafidhah bahwa itu merupakan wasiat Rasulullah untuk kepemimpinan umat setelah nabi meninggal, maka mustahil sahabat berani melantik Abubakar sebagai pengganti kepemimpinan nabi. Ali sendiri ikut menyetujui kekhalifahan Abubakar, dan juga kemepimpinan kedua kepada Umar bin Khattab dan seterusnya juga setuju dengan kepemimpinan Usman bin Affan. Ada orang yang bertanya kepada Ali mengapa beliau tidak mengambil kekhalifahan Abubakar, maka Ali bin Abi Thalib menjawab : “ Jika memang ada wasiat dari Rasul tentang hal tersebut, maka tidak mungkin saya tidak mengambilnya, dan saya akan berperang untuk itu “ ( Kitab Insanul Uyum, jilid 3, hal. 309 ).
Kaum Rafidhah Syiah juga menyatakan bahwa sahabat yang mendengar khutbah nabi tersebut sengaja menyembunyikan isi khutbah, padahal tidak mungkin ada sahabat yang berani menyembunyikan isi khutbah tersebut apalagi dalam sejarah tercatat bahwa Zaid bin Arqam bercerita : “ Saya adalah salah seorang diantara tiga puluh orang sahabat yang turut mendengar khutbah Rasulullah tentang kelebihan Ali bin Abi Thalib tersebut tetapi saya tidak sebarkan, maka Allah menjadikan saya buta “. Oleh sebab itu sahabat mengakui kelebihan Ali diantara yang lain, tetapi juga mengakui kelebihan sahabat lain seperti Abubakar Shiddiq, malahan Ali bin Abu Thalib sendiri mengakui kelebihan Abubakar sebagaimana dalam kitab Nahjul Balaghah yang berisi ucapan Ali menyatakan bahwa setelah Abubakar menyampaikan pidato pelantikan sebagai kekhalifah, Ali menyahut : “ Kami menyaksikan kepribadian bahwa pribadi AbuBakar paling pantas dan lebih berhak daripada sahabat yang lain..Abubakar juga paling tua dan Rasulullah telah memintanya menjadi imam shalat sedangkan beliau masih hidup “. Lebih lanjut Ali bin Abi Thalib berkata : “ Aku telah dibaiat oleh umat yang pernah membai’at Abubakar, Umar dan Usman dan tidak seorangpun diantara yang hadir mempunyai pilihan lain atau sengaja tidak hadir karena tidak setuju. Semua merupakan hasil musyawarah antara Muhajirin dan Anshar “ ( Nahjul Balaghah, 366-367 )
Bani Hasyim juga menyetujui kekhalifahan Abubakar sebagaimana dinyatakan dalam satu riwayat bahwa Khalid bin Saad ibn As, sahabat nabi dari yaman mendatangi Bani Hasyim dan bertanya : “ Apakah kalian membaiat Abubakar dengan rela dan ikhlas ? Mereka menjawab : “ Benar demikian “.
Ali bin Abi Thalib juga menerima pepemimpinan Umar dan memuji Umar atas keberanian, dan kepemimpinannya malah sewaktu Umar ingin berangkat memimpin perang melawan Romawi, Ali mencegahnya dan berkata : “ Jika umar gugur di medan perang maka umat akan kehilangan pemimpin yang handal “. Ali menyerankan agar Umar mengutus seorang yang ahli perang “. Ali juga berkata : “ Sekiranya aku dapat menangkap orang yang mengatakan aku lebih utama daripada Abubakar dan Umar, niscaya aku akan menghukumnya dengan hukuman orang yang membuat pendustaan “ ( Ibnu Taimyah, Manhaj Sunnah, 219-220). Malahan pada suatu hari, Ali bin Abi Thalib berpidato di mimbar Kufah : “ Sebaik-baik umat ini slepas nabinya adalah Abubakar dan Umar “ ( alQafari, Masalah taqrib baina ahlusunah wa syiah, hal.134).
Sejarah juga mencatat bahwa hari khutbah nabi tersebut yaitu pada tanggal 18 Dzulhijah telah dijadikan oleh kelompok Rafidhah menjadi hari raya mereka dan mereka namakan dengan “Ied Ghadir “, untuk menampakkan seakan-akan mereka adalah kelompok yang mencintai Ali bin Abi Thalib. Cinta Ali dan keluarga nabi merupakan keharusan bagi umat Muhammad, tetapi jangan sampai cinta Ali dan keluarag nabi tersebut menjadi motivasi untuk mencaci maki sahabat nabi yang lain, apalagi mencaci maki sahabat dan khalifah Abubakar, Umar dan Usman.
Munculnya kaum seperti ini telah digambarkan oleh Rasulullah sebagaimana diceritakan Ali bin Abi Talib bahwa Rasulullah saw pernah bersabda "Akan muncul satu golongan di akhir zaman yang dipanggil Rafidhah. Mereka menolak Islam" (Ahmad, al-Musnad, j.1, hal.103). Demikian juga Imam az-Zahabi telah mengemukakan satu riwayat daripada Ali bin Abi Thalib sebagaimana dinukilkan oleh Ibnu Hajar al-Haithami bahawa Saidina Ali berkata Rasulullah saw bersabda "Akan muncul didalam umatku di akhir zaman nanti satu golongan yang dinamakan Rafidhah. Mereka menolak Islam". Imam ad-Daraqutni mengemukakan hadis ini dengan sedikit tambahan iaitu Rasulullah saw berkata kepada Ali "Sekiranya kamu menemui mereka hendaklah kamu bunuh mereka kerana mereka adalah golongan musyrikun. Ali berkata "Aku bertanya Rasulullah saw "Apakah tanda yang ada pada mereka? Baginda bersabda "Mereka terlalu memuji-muji engkau dengan sesuatu yang tidak ada pada engkau dan mereka memburuk-burukkan para Sahabat" (Imam Ibnu Hajar al-Haithami, as-Sawa'iqu al-Muhriqah, hal 102). Semoga umat Islam tidak terpengaruh dengan hakwaan mereka, dan tetap mencintai nabi, keluarga nabi dan juga sahabat-sahabat beliau sebagaimana Rasulullah bersabda : “ Ikutilah sunahku dan sunah khulafa Rasyidin setelahku nanti “. Fa’tabiru Ya Ilil Albab.
HIJRAH MENUJU “SHIRATAL MUSTAQIM “
Hijrah berasal dari kata-kata bahAsa arab “ ha-ja-ra ” yang berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain atau dari suatu keadaan kepada keadaan yang lebih baik. Dalam kajian sejarah Islam, hijrah adalah peristiwa berpindahnya Nabi Muhammad sallahu alaihi wa salam dari kota kelahirannya Makkah al Mukarramah ke kota Yatsrib ( sekarang bernama Madinah). Sebenarnya hijrah adalah merupakan “sunnatullah” dalam sejarah kehidupan manusia. Nabi Adam hijrah dari surga ke atas bumi untuk mengemban amanat khalifah. Nabi Nuh hijrah dengan kapal yang menyelamatkan beliau dan pengikutnya dari bencana banjir. Nabi Ibrahim hijrah dari negeri Babilonia ke negeri Mesir dan negeri Palestina. Nabi Ismail hijrah dari negeri Palestina ke kota Makkah. Nabi Musa hijrah dari Mesir ke negeri Palestina. Nabi Yusuf hijrah dari negeri Kanan ke negeri Mesir.
Dalam al Quran banyak makna yang dimaksudkan dengan kata-kata hijrah. Diantaranya makna hijrah adalah meninggalkan perbuatan dosa (QS.Muddasir : 1-5).Hijrah juga bermakna hijrah menjauhi kawan dan lingkungan yang tidak baik dan mencari lingkungan yang lebih baik dengan cara yang baik dan bijaksana ( Surah AlMuzammil: 10 ). Hijrah adalah suatu usaha untuk melakukan sesuatu yang diperintahkan oleh Tuhan (QS.Al Ankabut : 26 ) Dalam ayat yang lain dinyatakan Hijrah juga bermakna meninggalkan cara hidup, adat, kebiasaan orang kafir sebab mereka akan selalu berusaha menjadikan ummat Islam agar mempunyai sikap hidup, tradisi, budaya, cara berpikir, cara bekerja, cara berdagang, cara berpakaian, cara hidup yang sama dengan cara dan pola mereka ( QS. An Nisa : 89).
Pasa saat sekarang ini, bagaimana negara barat dengan slogan demokrasi, transformasi dan hak asasi manusia, dan kebebasan sedang berusaha keras agar seluruh negara ummat Islam ikut peraturan, undang-undang yang mereka buat. Mereka menginginkan agar cara hidup, dan aturan ummat Islam sama dengan cara hidup dan aturan mereka, padahal umat Islam telah memiliki aturan, cara hidup yang berdasarkan nilai-nilai Islam. Padahal hidup mereka berbedan dengan cara hidup Islam. Mereka disibukkan oleh hidup keduniaan dengan memakai gaya hidup materialistik ( hanya mementingkan materi ) , atau gaya hidup hedonis ( hidup hanya untuk mencari kesenangan dengan menurutkan keinginan hawa nafsu perut dan syahwat) dan tidak pernah memikirkan bahwa di akhirat nanti masih ada kehidupan yang lebih abadi,padahal dalam Islam hidup akhirat lebih utama dari dunia. Hidup mereka dalam sehari-hari telah terpisah dari agama ( hidup sekular ) dan bagi mereka agama hanyalah urusan individu belaka, padahal bagi Islam agama harus menjadi landasan hidup yang tak terpisahkan. Mereka berekonomi dengan gaya kapitalis yang penuh dengan unsur riba,padahal dalam Islam riba adalah haram dan memudaratkan masyarakat.
Dalam bekerja yang menjadi tujuan utama adalah uang, karier, popularitas, padahal dalam Islam kerja adalah melaksanakan amanah khalifah. Mencari ilmu juga dengan tujuan sekular, agar nanti dapat kerja, kedudukan, titel dan lain sebagainya, sedangkan dalam Islam belajar adalah ibadah. Hubungan keluarga, antara anak dan bapak hanya sekedar hubungan darah. Hukum dan ikatan kekeluargaan tidak lagi mempunyai nilai-nilai spiritual , sehingga boleh jadi seorang anak tidak akan peduli dengan kematian orangtuanya, dan seorang bapak tidak lagi peduli dengan kemaksiatan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Dalam perpakaian mereka tidak lagi memperdulikan masalah aurat, atau malu.. Busana bagi mereka hanyalah hiasan belaka bukan padahal dalam Islam adalah melaksanakan perintah Tuhan untuk menutup aurat. Dalam makanan mereka memakan apa saja yang penting enak dan bermanfaat tanpa memikirkan apakah makanan ini halal atau haram. Dalam bermasyarakat mereka menjadi insan individualis, sehingga boleh jadi seorang kaya tidak lagi mengenal siapakah nama dan bagaimanakah keadaan tetangga yang berada disamping rumahnya, padahal dalam Islam setidak beriman seseorang yang perutnya kennyang, sedangkan tetangga kelaparan. Ini adalah beberapa bentuk sikap hidup orang kafir yang tanpa sadar telah banyak mempengaruhi sikap hidup ummat Islam, padahal seharusnya cara hidup muslim berbeda dengan kafir secara totalitas.
Tanpa sadar kita telah mengikuti cara hidup mereka, padahal agama dan aqidah kita berlainan dengan agama mereka. Oleh sebab itulah kita harus selalu bersikap hijrah..hijrah…dan hijrah. Hijrah bukan berarti pindah tempat, tetapi hijrah dalam arti kita mempunyai niat, motivasi, sikap , penampilan, gaya hidup, cara berpikir yang tidak sama dengan mereka. Mengapa…? Karena mereka tidak beriman kepada Tuhan, apalagi kepada nabi Muhammad sedangkan kita manusia yang beriman kepada Allah dan Rasulullah; maka gaya hidup dan cara berpikir kita harus sesuai dengan petunjuk kehidupan yang telah Allah berikan dan juga dicontohkan oleh Rasulullah saw… Kita mempunyai Kitab Suci Al Quran, kita mempunyai Hadis dan Sunnah, maka hidup kita harus sesuai dengan kedua pedoman tersebut; bukan sesuai dengan kehidupan dan gaya mereka yang kafir. Itulah sebabnya kita membaca “ Ihdinasshiratal Mustaqim, shiratalladzina an’amta alaihim “. Hidup di atas “ Shiraatal Mustaqim “ hidup berdasarkan petunjuk Ilahi, bukan hidup dengan mengikut cara hidup orang - orang kafir yang sudah jelas telah mendapat predikat “ Maghduub alaihim , orang yang mendapat kemarahan Tuhan “ dan cara hidup mereka yang telah sesat , cara hidup “ Dhaaallin “. Inilah makna hijrah . Hijrah dari kondisi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, hijrah dari cara hidup “maghdub alaihin “ atau cara hidup “Dhallin “ kepada cara hidup “ Shiraatal Mustaqim “ seperti cara hidup “alladzi an’amta alaihim” cara hidup para nabi, dan orang shaleh yang telah mendahului kita.
Hijrah berarti juga usaha untuk mengembangkan potensi diri agar diri lebih baik sehingga dapat mengemban amanat khalifah di muka bumi. Hijrah dalam karier berarti berusaha untuk meningkatkan karier dengan tujuan mencari keridhaan Ilahi. Hijrah dalam ilmu juga berarti berusaha untuk mencari ilmu yang lebih banyak dengan tujuan agar dapat berguna bagi masyarakat . Hijrah dalam harta berarti berusaha mencari kekayaan yang lebih banyak untuk dapat menolong sesama manusia Tetapi itu semua harus dilakukan dengan motivasi yang suci, yaitu motivasi dan niat untuk mencari keridhaan Ilahi. Oleh karena itu mengapa rasulullah sejak awal sudah memperingati kita dengan sebuah hadis tentang niat berhijrah. Mengapa ini penting..? Karena banyak orang melakukan perubahan sikap , meningkatkan karier ( agar kedudukannya lebih baik ), mencari kekayaan ( agar hartanya lebih banyak ) atau mencari dan menambah ilmu bukan dengan niat “ untuk Allah dan rasul-Nya”. Inilah yang dijelaskan Nabi dalam hadis beliau yang maksudnya : “ Sesungguhnya setiap pekerjaan itu akan dinilai sesuai dengan niat dan motivasi dalam melakukannya. Oleh karena itu setiap orang akan mendapat balasan ataupun hasil sesuai dengan niat dan motivasinya tersebut. Maka barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa yang melakukan hijrah karena mencari dunia atau mencari wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya akan sesuai dengan niat dan motivasi tersebut ( mendapat dunia atau wanita ) “.
Menurut Ibnu Daqiq, hadis ini terjadi disebabkan ada seorang sahabat yang berhijrah ke Madinah disebabkan oleh wanita yang bernama Ummu Qais…Dari hadis ini dapat disimpulkan bahwa niat dan motivasi berbuat adalah ukuran dari segalanya. Niat dan motivasi tersebut biasanya berdasarkan pada tiga hal. Pertama, hidup dan berbuat sesuatu dengan niat dan tujuan mencari kepuasaan keduniaan seperti mencari populeritas, mencari kedudukan, mencari kekayaan, dan lain sebagainya. Inilah sikap seorang materialis.Inilah yang dimaksud dalam hadis diatas dengan hijrah untuk dunia. Kedua, ada lagi manusia berbuat bukan mencari populeritas, kedudukan atau pangkat tetapi mencari kepuasan hawa nafsu, seperti untuk bersenang-senang , berfoya-foya, dan lain sebagainya. Inilah yang dinamakan hidup hedonis, yaitu hidup hanya untuk mencari kesenangan dan kepuasan belaka.Inilah yang dimaksud dalam hadis diatas dengan hijrah kepada wanita. Yang ketiga adalah hidup dan bekerja dengan niat mencari keridhaan Allah dengan cara menjalani petunjuk-Nya dan mengikuti cara hidup yang telah dicontohkan oleh rasul-Nya Muhammad saw. Inilah cara hidup seorang muslim. Inilah maksud hijrah kepada Allah dan RasulNya.
Mari kita perhatikan cara hidup kita selama ini. Sudahkah kita hidup, bekerja, berkeluarga, mendidik anak, memberi makan anak, berdagang, berkarya, berkarier, belajar, mencari ilmu, menjadi guru, mengajarkan ilmu, menjadi ustadz, menjadi da’i, menjadi direktur, menjadi ayah, menjadi ibu, menjadi isteri, menjadi pemimpin, menjadi pengurus, menjalankan ibadah shalat, menunaikan zakat, menunaikan rukun haji, mendatangi majlis pengajian, menjadi dosen, menikah, berpakaian, berpenampilan, benar-benar dengan niat mencari keridhaan Allah, dengan niat menjalankan sunnah Rasulullah, dengan niat ibadah ataukah sewaktu kita melakukan itu semua masih tersisa disana niat-niat keduniaan dan hawa nafsu….? Apakah hidup kita masih mengikuti cara hidup mereka yang “maghdub alaihim “ atau cara hidup orang yang “dhallin “ ? Mari kita berubah dan berhijrah dari cara hidup orang yang “maghduub alaihin “ tau cara hidup mereka yang “dhallin”, kepada cara hidup orang yang telah berada dalam jalan “ shiratal mustaqin “ dengan niat hijrah “ kepada Alah dan Rasulnya” bukan hidup hanya untuk tujuan dunia atau hawa nafsu belaka. Selamat Tahun Baru Hijrah. Selamat berhijrah..!
Monday, October 21, 2013
Kalimat Allah dan Pluralisme Agama*
1. Nama Allah dalam Islam.
Allah adalah nama Tuhan yang mulia ( ismul Jalalah ) dengan sifat-sifat yang sempurna, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab suci AlQuran. Oleh sebab itu lafadz Allah adalah bersifat qadim dan azali, sebab nama Allah tidak dapat dipisahkan daripada Dzat Allah. Dzat Allah bersifat qadim, maka nama Allah juga bersifat Qadim, dan azaliy.
Oleh sebab nama Allah itu bersifat qadim, dan azaliy maka lafaz Allah bukanlah lafadz dari bahasa manusia, berarti Lafaz ”Allah” juga bukan berasal dari bahasa Arab disebabkan :
1. Nabi Adam dan nabi-nabi sebelum orang arab seperti nabi Nuh, Nabi Idris, Hud, Saleh, Ibrahim menyebut Tuhan mereka dengan nama Allah.
2. Lafadz Allah tidak memiliki akar kata ( root word ) dalam bahasa Arab, oleh sebab itu lafadz Allah bukan berasal bahasa arab.
3. Tuhan dalam bahasa Arab disebut dengan ” ilah ” ( god ) dan jika dalam bentuk khas disebut dengan ” al -Ilah ” ( The God ).
2. Nama Allah dalam pandangan Barat
Dalam pandangan Barat, nama Allah adalah berasal dari bahasa Arab, malahan jauh sebelum bangsa Arab, yaitu dari bahasa Semitis dan Aramaic ( bahasa syria kuno ) sebagaimana dinyatakan dalam Ensyclopaedia of Britanica dan Ensyclopaedia of Islam.
"Etymologically, the name Allah is probably a contraction of the Arabic al-Ilah, "the God." The name's origin can be traced back to the earliest Semitic writings in which the word for god was Il or El, the latter being an Old Testament synonim for Yahweh. Allah is the standard Arabic word for "God" and is used by Arab Christians as well as by Muslims." ( “ Allah” dalam Encyclopaedia Britanica )
” ALLAH, was known to the Pre-Islamic Arabs, he was one of the Meccan deities, possibly the supreme diety and certainly a creator God. He was already known, by antonomasia, as the God, al-Ilah ( the most likely etymology; another suggestion is the Aramaic Alaha ). ( Encyclopaedia of Islam. Volume I, E,J.Brill, hal. 406 )
2. Konsep Nama Tuhan dalam Islam.
Menurut konsep Islam nama Allah disebutkan oleh Tuhan sendiri, bukan buatan manusia sebagaimana firman Allah dalam surah Taha (20) : 14
إِنَّنِىٓ أَنَا ٱللَّهُ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنَا۟ فَٱعۡبُدۡنِى وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِذِڪۡرِىٓ
” Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku ”.( QS.Taha : 14 )
Dari ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa nama ”Allah” itu disebutkan oleh Tuhan sendiri ” Sesungguhnya Aku ini adalah Allah , tiada tuhan selain Aku ”, sebab hanya Tuhan yang mengetahui namanya sendiri, dan nama Tuhan itu diinformasikan kepada mansuia melalui wahyu yang diberikan kepada nabi dan nrasulNya. Berarti nama Allah bukan nama yang diciptakan oleh manusia atau nabi tetapi nama yang disebutkan oleh Tuhan itu sendiri. Oleh sebab itu dapat disimpulkan dalam konsep agama Islam, nama Tuhan bukanlah ciptaan manusia, tetapi nama yang diberikan oleh Tuhan sendiri untuk dirinya sendiri dan tidak dapat dipisahkan daripada DzatNya sehingga dinamakan dengan ”Lafdzul Jalalah ”.
3. Nama Tuhan bagi orang kafir.
Sedangkan dalam konsep orang kafir, namakan Tuhan mereka berikan sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Hal ini dinyatakan Allah dalam firmanNya :
مَا تَعۡبُدُونَ مِن دُونِهِۦۤ إِلَّآ أَسۡمَآءً۬ سَمَّيۡتُمُوهَآ أَنتُمۡ وَءَابَآؤُڪُم مَّآ أَنزَلَ ٱللَّهُ بِہَا مِن سُلۡطَـٰنٍۚ إِنِ ٱلۡحُكۡمُ إِلَّا لِلَّهِۚ أَمَرَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُۚ ذَٲلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَـٰكِنَّ أَڪۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ
” Kamu tidak menyembah tuhan selain Allah kecuali hanya nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu buat dan reka sendiri. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Sesungguhnya keputusan (untuk membuat nama tuhan itu ) hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."( Surah Yusuf/12 : 40 ).
Dari ayat ini dapat dismpulkan bahwa orang kafir itumembuat nama-nama tuhan sesuai dengan rekaan mereka sendiri, keputusan tentang nama Tuhan itu hanya dari Allah, dan manusia tidak berhak membuat nama Tuhan.
إِنۡ هِىَ إِلَّآ أَسۡمَآءٌ۬ سَمَّيۡتُمُوهَآ أَنتُمۡ وَءَابَآؤُكُم مَّآ أَنزَلَ ٱللَّهُ بِہَا مِن سُلۡطَـٰنٍۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَمَا تَهۡوَى ٱلۡأَنفُسُۖ وَلَقَدۡ جَآءَهُم مِّن رَّبِّہِمُ ٱلۡهُدَىٰٓ
“ Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu buat sendiri; Allah tidak pernah menurunkan suatu keteranganpun (untuk menyembah nama-nama yang kamu buat itu).Sesungguhnya mereka itu hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diinginkan oleh hawa nafsu mereka sahaja dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka ”.(Surah an Najm/53 : 23 ).
Dari ayat ini disimpulkan bahwa orang kafir membuat nama tuhan mereka berdasarkan kepada keinginan hawa nafsu mereka, sehingga nama-nama itu dapat berubah-rubah sesuai dengan keinginan mereka.
أَتُجَـٰدِلُونَنِى فِىٓ أَسۡمَآءٍ۬ سَمَّيۡتُمُوهَآ أَنتُمۡ وَءَابَآؤُكُم مَّا نَزَّلَ ٱللَّهُ بِہَا مِن سُلۡطَـٰنٍ۬ۚ فَٱنتَظِرُوٓاْ إِنِّى مَعَڪُم مِّنَ ٱلۡمُنتَظِرِينَ
” Apakah kamu sekalian hendak berbantah-bantah dengan Aku tentang nama-nama tuhan yang kamu beserta nenek moyangmu telah berikan, Padahal Allah sekali-kali tidak menurunkan keputusannya untuk itu ? Maka tunggulah (azab itu), Sesungguhnya aku juga termasuk orang yamg menunggu bersama kamu" ” ( Surah al A’raf/7 : 71 )
Dalam ayat ini Allah melarang kita untuk berbantah-bantah tentang nama Tuhan, sebab nama Tuhan yang sebenarnya itu datang dari Tuhan bukan dibuat-buat oleh manusia. Dan jika kita mempermainkan nama Tuhan maka Allah akan menurunkan azabNya.
Oleh sebab itu dalam konsep orang kafir, nama tuhan adalah buatan manusia itu sendiri. Itulah sebabnya mereka menganggap bahwa kalimat Allah juga merupakan nama tuhan dalam Islam yang berasal dari bahasa Arab.
4. Lafadz Allah meliputi Tuhan sebagai rabb ( Tuhan yang mengatur alam ) dan Tuhan yang disembah ( Ilah ), dan Tuhan yang memiliki nama dan sifat yang mulia ( Asmaul Husna).
إِنَّ هَـٰذَا لَهُوَ ٱلۡقَصَصُ ٱلۡحَقُّۚ وَمَا مِنۡ إِلَـٰهٍ إِلَّا ٱللَّهُۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ
Surah Ali Imran : 62. ” Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan Sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana ”.
Dalam ayat diatas, dinyatakan bahwa tiada Ilah yang sebenarnya kecuali Allah, berarti sewaktu seseorang menyebutkan lafaz Allah, maka lafadz itu menyatakan Allah sebagai Ilah, Tuhan yang disembah.
ذَٲلِڪُمُ ٱللَّهُ رَبُّكُمۡۖ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَۖ خَـٰلِقُ ڪُلِّ شَىۡءٍ۬ فَٱعۡبُدُوهُۚ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ۬ وَڪِيلٌ۬
Surah al An’am : 102. (yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, Maka sembahlah dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu ”.
Dalam ayat ini, dinyatakan bahwa Allah itu sebagai Rabb, Tuan pengatur seluruh alam. Bermakna sewaktu seseorang menyebut Allah, maka lafadz Allah itu juga menyatakan Allah sebagai Rabb.
ٱللَّهُ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَۖ لَهُ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ
Surah Taha /20 : 8. Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang baik) “.
Dalam ayat ini, dinyatakan bahwa Allah sebagai Ilah tersebut memiliki nama-nama yang mulia. Berarti jika menyebut lafadz Allah, maka di dalam lafadz Allah tersebut mengandungi semua nama-nama Asmaul Husna.
هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَۖ عَـٰلِمُ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَـٰدَةِۖ هُوَ ٱلرَّحۡمَـٰنُ ٱلرَّحِيمُ (٢٢) هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡمَلِكُ ٱلۡقُدُّوسُ ٱلسَّلَـٰمُ ٱلۡمُؤۡمِنُ ٱلۡمُهَيۡمِنُ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡجَبَّارُ ٱلۡمُتَڪَبِّرُۚ سُبۡحَـٰنَ ٱللَّهِ عَمَّا يُشۡرِڪُونَ (٢٣) هُوَ ٱللَّهُ ٱلۡخَـٰلِقُ ٱلۡبَارِئُ ٱلۡمُصَوِّرُۖ لَهُ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰۚ يُسَبِّحُ لَهُ ۥ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ
Surah al Hasyr : 22-24. : “ Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan [yang berhak disembah] selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (22) Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan [yang berhak disembah] selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (23) Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (24)
Dalam ayat diatas, dinyatakan bahwa Allah itu sebagai pencipta, dan Dia memiliki Asmaul Husna.
Oleh sebab itu dalam lafadz Allah itu meliputi makna Allah sebagai Ilah, Rabb yang memiliki Asmaul Husna, sehingga Alla sebagai Rabb tidak dapat dipisahkan dengan Allah sebagai Ilah, yang memiliki Asmaul Husa.
5. Nama Allah yang disebutkan oleh orang kafir dalam Al Quran bukan Allah dalam konsep sebagai Rabb dan Ilah, tetapi Allah sebagai Rabb sahaja, yang mereka pisahkan dari Tuhan sebagai Ilah. Oleh sebab itu walaupun mereka sebut lafadz Allah, sebenarnya mereka itu tidak menyembah Allah.
وَلَٮِٕن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَسَخَّرَ ٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۖ فَأَنَّىٰ يُؤۡفَكُونَ
Surah al Ankabut/29 : 61. dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).
Dalam ayat ini Allah memberikan komen di akhir ayat , sehingga seakan-akan Allah menyatakan jika mereka itu menyebut nama Allah sebagi tuhan pencipta langit dan bumi, mengapa mereka tidak menyembah Allah, mengapa mereka berpaling dari menyembah Allah ?
وَلَٮِٕن سَأَلۡتَهُم مَّن نَّزَّلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءً۬ فَأَحۡيَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ مِنۢ بَعۡدِ مَوۡتِهَا لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۚ قُلِ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِۚ بَلۡ أَڪۡثَرُهُمۡ لَا يَعۡقِلُونَ
Surah al Ankabut/29 : 63. dan Sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", Katakanlah: "Segala puji bagi Allah", tetapi kebanyakan mereka tidak berpikir.”
Dalam ayat diatas dinyatakan bahwa walaupun mereka mengatakan bahwa Allah sebagi tuhan yang menurunkan hujan daripada langit, tapi sebenarnya mereka itu tidak berpikir, sebab apa yang mereka sembah bukan tuhan yang mereka sebut.
وَلَٮِٕن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضَ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۚ قُلِ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِۚ بَلۡ أَڪۡثَرُهُمۡ لَا يَعۡلَمُونَ
Surah Lukman/31 : 25. dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" tentu mereka akan menjawab: "Allah". Katakanlah : "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Dari ayat diatas disimpulkan bahwa walaupun orang kafir itu menyatakan bahwa Allah sebagai pencipta langit dan bumi, tetapi sebenarnya itu bukan berdasarkan ilmu pengetahuan yang benar, mereka hanya mempermainkan nama Tuhan, sebab mereka sendiri tidak menyembah Allah yang mereka sebut.
وَلَٮِٕن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضَ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۚ قُلۡ أَفَرَءَيۡتُم مَّا تَدۡعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ إِنۡ أَرَادَنِىَ ٱللَّهُ بِضُرٍّ هَلۡ هُنَّ كَـٰشِفَـٰتُ ضُرِّهِۦۤ أَوۡ أَرَادَنِى بِرَحۡمَةٍ هَلۡ هُنَّ مُمۡسِكَـٰتُ رَحۡمَتِهِۦۚ قُلۡ حَسۡبِىَ ٱللَّهُۖ عَلَيۡهِ يَتَوَڪَّلُ ٱلۡمُتَوَكِّلُونَ
Surah az Zumar /39 : 38. Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: Apakah kamu tidak memikirkan apa yang kamu seru selain Allah, padahal jika Allah mendatangkan kemudharatan, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat, Apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.
Dalam ayat ini jelas Allah menyatakan bahwa walaupun mereka sebut Allah sebagi tuhan pencipta langit dan bumi, tetapi sebenarnya mereka itu tidak memikirkan apa yang mereka sebut itu, sebab mereka tidak menyembah Allah, tetapi menyembah tuhan selain Allah, padahal tuhan yang mereka sembah itu tidak dapat memberikan manfaat dan mencegah mudharat.
وَلَٮِٕن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَهُمۡ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۖ فَأَنَّىٰ يُؤۡفَكُونَ (٨٧) وَقِيلِهِۦ يَـٰرَبِّ إِنَّ هَـٰٓؤُلَآءِ قَوۡمٌ۬ لَّا يُؤۡمِنُونَ (٨٨) فَٱصۡفَحۡ عَنۡہُمۡ وَقُلۡ سَلَـٰمٌ۬ۚ فَسَوۡفَ يَعۡلَمُونَ (٨٩)
Surah Zukhruf/43 : 87-89:. “ Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan [dari menyembah Allah]?, (87) dan [Allah mengetahui] ucapan Muhammad: "Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang tidak beriman". (88) Maka berpalinglah [hai Muhammad] dari mereka dan katakanlah: "Salam [selamat tinggal]." Kelak mereka akan mengetahui [nasib mereka yang buruk]. (89)
Dari ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa “ Allah “ yang disebutkan oleh orang kafir bukan Allah dalam konsep yang dipahami oleh orang Islam sebagai Tuhan yang disembah dan Tuhan Pencipta Alam, dan di akhir semua ayat Allah memberikan komentar : “ dan bagaimana mereka dapat dipalingkan dari jalan sebenar “ ( Ankabut : 61 ), “ Dan mereka tidak memahaminya “ ( Ankabut : 63 ), “ Dan mereka tidak mengetahui “ ( Lukman : 25 ), “ tetapi apakah kamu memperhatikan mengapa kamu menyembah selain Allah “ ( Zumar : 38 ), Dan Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan dai menyembah Allah “ ( Zukhruf : 87 ). Dari keterangan diatas kita tidak dapat mengambil kesimpulan bahwa nama Allah itu adalah Allah yang dimaksudkan oleh orang Islam, sebab mereka hanya menyebutkan Allah sebagai pengatur alam bukan Tuhan yang disembah ( mereka memisahkan antara Tuhan pengatur alam dan Tuhan yang disembah, sedangkan dalam islam Tuhan Pengatur alam tidak dapat dipisahkan dari Tuhan yang disembah ). Ayat-ayat ini hanya menceritakan perkataan mereka yang mempermainkan nama Allah, ayat ini tidak memberikan keterangan bahwa Allah membolehkan mereka untuk menyebut nama Allah, sebab mereka telah meletakkan nama Allah bukan pada tempatnya. Oleh karena itu Allah memberikan komentar dalam setiap ayat bahwa mereka itu tidak mengetahui dan memahami apa yang mereka ucapkan
6. Kalimah Allah bagi masyarakat Arab Jahiliyah.
Kalimat Allah dibawa kepada bangsa Arab oleh nabi Ibrahim sebab beliau mendirikan Ka’bah sebagai rumah Allah ( rumah untuk menyembah Allah ), dan nama Allah dikenal oleh orang Arab dengan agama tauhid yang diajarkan oleh nabi Ibahim dan Ismail kepada anak keturunannya. Setelah meninggal nabi Ismail, pemahaman agama semakin berkurang, sebab tidak ada nabi dari kalangan orang Arab antara nabi Ismail sampai kepada nabi Muhammad saw. Oleh sebab itu pemahaman agama bangsa Arab berubah dari agama tauhid menjadi agama penyembah berhala ( jahiliyah ). Walaupun demikian, nama Allah masih berkembang dalam bahasa mereka, walaupun mereka tidak lagi mengetahui tentang konsep Tuhan Allah yang sebenarnya. Malahan mereka membuat nama Allah menjadi nama salah satu patung berhala yang ada disamping Ka’bah. ” Adapun status ketuhanan sekalian berhala dengan tidak membedakan bentuk, bahan, dan besar kcilnya, dalam pengetahuan orang arab jahiliyah patung itu semua adalah perantara antara mereka dengan Tuhan yang lebih besar, yang mereka tidak kenal bagaimana besarnya, walaupun diantara lisan mereka ada tersebut selalu kalimat Allah yang sebetulnya hanya satu kalimat yang tinggal rasamnya, tetapi tidak dikenal lagi isinya “ ( Zainal Arifin , Sejarah Perjuangan Nabi Muhammad, jilid 1, hal. 220 ). Sebab itulah nama Allah yang disebutkan oleh masyarakat jahiliyah bukan Allah dalam konsep yang dipahami oleh agama Islam. Oleh sebab itu alasan bahwa orang jahiliyah dulu pernah memakai kalimat Allah tidak dapat dijadikan dasar hukum, sebab Allah itu dalam bahasa arab yang berkembang bukan Allah dalam definisi Tuhan yang dianggap sebagai Rabb dan Ilah dalam agama Islam.
7. Fatwa Kebangsaan
Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan bersidang kali ke-82 pada 5-7 Mei 2008 memutuskan “ Muzakarah bersetuju memutuskan bahawa lafaz Allah merupakan kalimah suci yang khusus bagi agama dan umat Islam dan tidak boleh digunakan atau disamakan dengan agama-agama bukan Islam yang lain. Oleh karena itu wajib bagi umat Islam menjaganya dengan cara yang terbaik dan sekiranya terdapat unsure-unsur penghinaan atau penyalahgunaan terhadap kalimah tersebut, maka ia perlu disekat mengikut peruntukan undang-undang yang telah termaktub dalam Perlembagaan Persekutuan “.
8. Penolakan kristiani Belanda terhadap pemakaian kalimat Allah.
Dutch bishop: Call God ‘Allah’ to ease relations (Associated Press Aug.15,2007)
AMSTERDAM - A Roman Catholic Bishop in the Netherlands has proposed people of all faiths refer to God as Allah to foster understanding, stoking an already heated debate on religious tolerance in a country with one million Muslims. Bishop Tiny Muskens, from the southern diocese of Breda, told Dutch television on Monday that God did not mind what he was named and that in Indonesia, where Muskens spent eight years, priests used the word "Allah" while celebrating Mass. "Allah is a very beautiful word for God. Shouldn't we all say that from now on we will name God Allah? ... What does God care what we call him? It is our problem." A survey in the Netherlands' biggest-selling newspaper De Telegraaf on Wednesday found 92 percent of the more than 4,000 people polled disagreed with the bishop's view, which also drew ridicule. "Sure. Lets call God Allah. Lets then call a church a mosque and pray five times a day. Ramadan sounds like fun," Welmoet Koppenhol wrote in a letter to the newspaper. Gerrit de Fijter, chairman of the Protestant Church in the Netherlands, told the paper he welcomed any attempt to "create more dialogue", but added: "Calling God 'Allah' does no justice to Western identity. I see no benefit in it." A spokesman from the union of Moroccan mosques in Amsterdam said Muslims had not asked for such a gesture.(www.msnbc.msn.com/id/20279326/ns/world_news-europe)
9. Kristian Indonesia menolak kalimah Allah untuk nama tuhan mereka.
Di akhir tahun 1990-an, di Indonesia muncul kelompok yang memuja nama Yahweh (dalam huruf Ibrani disebut tetragrammaton yang terdiri dari 4 huruf bahasa Ibrani יהוה – YHVH). Pelopornya adalah dr. Suradi dari Yayasan Nehemia yang kemudian berlindung dibelakang nama organisasi Shiraathal Mustaqien dan lalu diganti dengan nama Bet Jeshua Hamasiah, Jakarta, dan mereka menerbitkan seri traktat berjudul Siapakah Yang Bernama Allah Itu? Pada prinsipnya kelompok ini berpendapat bahwa 'nama Allah' adalah nama dewa berhala Arab, atau tepatnya dewa bulan atau dewa air, karena itu haram disebut oleh umat Kristen dan harus dihapus dari dalam Alkitab terbitan LAI (Lembaga Alkitab Indonesia).
Akibat dari keyakinan ini maka kelompok ini kemudian menerbitkan Kitab Suci Torat dan Injil (Kitab Suci 2000) yang menggunakan terjemahan LAI sebagai dasar dan mengganti semua nama Tuhan dengan Eloim atau Yahwe, dan mengganti nama-nama menjadi nama Ibrani.
Dua tahun kemudian terlihat ada kelompok yang mirip tetapi berjalan terpisah dan menamakan diri mereka sebagai Jaringan Gereja-Gereja Pengagung Nama Yahweh. Kelompok ini diilhami gerakan semacam dari Afrika Selatan dan Amerika Serikat, dan menyalahkan tradisi Yudaisme Orthodox, Septuaginta, dan Naskah PB Yunani Koine yang dianggap sudah menerjemahkan bahasa asli Alkitab yang dipercayai adalah bahasa Ibrani. Kelompok ini juga mengganti nama Tuhan dengan YAHWEH dan menerbitkan Kitab Suci Umat Perjanjian Tuhan pada tahun 2002. Kitab suci ini juga menghilangkan nama Allah dan menggantikannya dengan Tuhan dan nama TUHAN/Tuhan dengan YAHWEH. Ada juga Nafiri Yahshua Ministry yang menerbitkan traktat-traktat dan buletin dengan tokohnya Teguh Hindarto dan mendirikan Gereja Alkitab Injili Nusantara di Kebumen. Pada prinsipnya, pendapat mereka sama dengan yang di atas, yaitu bahwa nama Allah adalah nama berhala Arab dan harus disingkirkan dari Alkitab dan agar nama YAHWEH dan 'ELOHIM-lah yang digunakan. Menyinggung nama Allah, tidak bisa diabaikan adanya kelompok lain yang dipelopori Posma Situmorang yang menolak nama Allah yang dianggap nama berhala dan menekankan bahwa nama Bapa adalah Yesus, nama Anak adalah Yesus, dan nama Roh Kudus adalah Yesus juga. Yang menarik dari kelompok ini adalah bahwa kelompok ini menganggap bahwa nama YAHWEH sebenarnya adalah nama berhala juga! (sumber : situs sarapan pagi.com )
10. KALIMAT ALLAH DAN SRATEGI KRISTIAN
Dalam laman web thepeopleofthebook.org dinyatakan bahwa penggunaan kalimat Allah oleh umat kristen adalah merupakan strategy untuk mempengaruhi orang islam, sebagaimana mereka nyatakan : “ The People of the Book is taking an "insider approach" to working with Muslims. This means that we do not want to harshly extract them from their family and culture. We want them to come to saving faith in Christ, but stay inside their culture to be able to share Christ with family, friends and the rest of the Muslim world. We do not, of course, approve of any form of syncretism. If we desire to have an effective ministry to Muslims, we must, in a sense, become as a Muslim to the Muslim world. The goal is to share the Gospel in a way that it can be understood and embraced by them with all their heart and mind. If we do not spend time with them, living among them, how will they ever see the Gospel being lived out in real life? John Gilchrist makes the following comments in his book” Communicating the Gospel to Muslims” : "When Christians take a traditional evangelical line of approach, simply setting Jesus forth as the Lord and Saviour of all men, Muslims find security in dismissing the message as simply an exposition of Christian doctrine and belief, and they comfort themselves by resting in the doctrines and tenets of Islam instead. We need to penetrate, we need to challenge the Muslims where they are and stimulate a process of reflection by presenting the Gospel against their own background, against the Muslims' own views of Jesus and the prophetic history leading up to him.
Not only so but, as we have seen in the example of Paul, we have a clear Biblical sanction for quoting their own scriptures to make our message relevant. Paul did this with telling effect in Athens by quoting Greek poets and it is quite amazing to behold how, by quoting passages from the Qur'an as well as the Bible, a Christian can make the Gospel message thoroughly relevant to a Muslim. I intend to give numerous practical examples later in this book, but let it suffice for the moment to say that we have, here, a clear Biblical authority for this method." ( part B - The Biblical Approach to Muslims section 3 - Paul's preaching at Athens and Corinth)
Mr. Gilchrist adds the following comment in section 4 - Becoming a Muslim to the Muslims:
"What, then, is the Biblical approach to Muslims in the light of this method into which the great apostle allows us to enter? It is simply this - in the same way that he became as a Jew to the Jews, so each of us must become as a Muslim to the Muslims. We must discover the beliefs of the Muslims, their view of prophetic history, their assessment of Jesus Christ, and their overall religious perception of life, and present the Gospel against that background. Samuel Zwemer, one of the most famous missionaries to Muslims, sums this up perfectly in saying: 'We must become Moslems to the Moslem if we would gain them for Christ. We must do this in the Pauline sense, without compromise, but with self-sacrificing sympathy and unselfish love. The Christian missionary should first of all thoroughly know the religion of the people among whom he labours; ignorance of the Koran, the traditions, the life of Mohammed, the Moslem conception of Christ, social beliefs and prejudices of Mohammedans, which are the result of their religion, - ignorance of these is the chief difficulty in work for Moslems. ( Zwemer, The Moslem Christ, p. 183).'"
We believe that it can be very effective to use the Quran as a tool to share concepts that are familiar and acceptable to Muslims, and that support Biblical principles. There are many concepts that are very compatible with the Bible and there are other Quranic teachings that may actually be misunderstood by Christians and Muslims. Of course, the Holy Bible is the only and complete authority for everything pertaining to doctrine and lifestyle. We believe that it is perfectly acceptable to use the name Allah, both in the Bible that we use to minister to Muslims, as well as materials that we distribute. It is the translation of the word "God" in Arabic. Joshua Massey has written an excellent summary about this topic. This does not mean that Allah in the Qur'an is exactly the same as the God of the Bible.
Pernyataan tokoh kristian Malaysia.
Dalam Utusan Malaysia dibawah tajuk ” Lagi tokoh kristian gesa gugur kalimah Allah ”, tokoh Kristian Webley Disim, menyatakan bahwa kalimah Allah dipakai umat kristian dengan motif untuk menarik penganut Islam kepada Kristian ” Webley yang juga Naib Presiden Dewan Usahawan Bumiputera Malaysia mengakui, tindakan akhbar itu sememangnya mempunyai motif untuk menarik penganut Islam kepada Kristian. "Saya difahamkan oleh rakan-rakan dari Kuala Lumpur, tindakan akhbar itu adalah untuk menguji orang Melayu dan Islam, dengan menyatakan 'kita' menyembah tuhan yang sama iaitu Allah," katanya. Menurutnya, perbuatan tersebut akan mengelirukan umat Islam kerana Allah bagi penganut Islam dan Kristian adalah berbeza mengikut kepercayaan masing-masing. "Ini tidak baik, kenapa perlu menarik orang yang sudah beragama, sepatutnya kita (Kristian) menarik orang yang masih tiada agama seperti Orang Asli di Semenanjung atau Bumiputera di Sabah atau Sarawak," katanya. ( Utusan Malaysia 14 Januari 2010 ).
11. Kalimat Allah dan paham Pluralisma Agama.
Menurut John Hick, Pluralisma agama adalah “ Suatu gagasan bahawa agama-agama besar dunia merupakan anggapan dan konsep yang berbeda tentang Yang Maha Agung, dan secara bertepatan merupakan respon yang majemuk terhadap Yang Nyata atau Yang Maha Agung dari dalam aturan budaya manusia yang berbagai bentuk dan bahwa transformasi wujud manusia dari suatu pemusatan menuju Hakikat yang terjadi secara nyata dalam setiap bentuk budaya tersebut dan dapat terjadi sejauh yang dapat dicermati sampai pada batas yang sama “( Pluralism is the view that the great world faiths embody different perceptions and conceptions of, and correspondingly different responses to, the Real or the Ultimate from within the major variant cultural ways of being human, and that within each of them the transformation of human existence from self-centredness to Reality centredness is manifestly taking palce-and taking so far as human observation can tell, to much the same exten “ ( Jhon Hick, An Interpretation of Religion : Human Responses to the Trancendent, MacMillan, London, 1991, hal. 36 ).
Definisi diatas menjelaskan bahwa semua agama itu merupakan jalan yang berbeda tetapi semuanya menuju kepada Tuhan yang satu, Yang Nyata, Yang Maha Agung; sehingga walaupun setiap agama itu berbeda dalam melakukan respon, tetapi pada batas-batas tertentu setiap agama itu memiliki kesamaan dan kesatuan dengan agama yang lain. Tujuan utama paham pluralisma adalah menghilangkan sifat ekslusif umat beragama, khususnya islam. Artinya dengan paham ini umat Islam tidak lagi bersikap fanatic, merasa benar sendiri, dan menganggap agama lain itu salah, sehingga menurut John Hick, diantara prinsip pluralisma agama adalah menyatakan bahwa agama lain adalah sama-sama jalan yang benar menuju kebenaran yang sama “ Oter religions are equally valid ways to the same ways “.
Paham pluralisma ini memiliki dua aliran yaitu aliran kesatuan transenden agama-agama ( transcendent unity of religion ) dan aliran teologi global ( global theology ). Diantara pendukung aliran kesatuan transenden agama-agama adalah Rene Guenon ( Abdul Wahid Yahya ), Frithjof Schoun ( Isa Nuruddin ), dan Husein Nasr. Sedangkan diantara pendukung Theologi Global adalah Wilfred Cantwel Smith dengan bukunya “ Toward A World Theology “, dan Hans Kung dengan buku “ Global Ethic “.
Aliran Kesatuan transcendent agama-agama, memahami bahwa setiap agama memiliki nilai-nilai batin ( esoteric ) dan juga nilai-nilai zahir ( eksoteric ). Setiap agama hanya berbeda dalam nilai-nilai zahir sahaja, sedangkan dalam setiap agama itu akan mempunyai nilai-nilai esoteric yang sama sebab menuju kepada Tuhan yang sama. Bagi aliran ini, Tuhan itu satu untuk semua agama, hanya sahaja panggilan Tuhan itu dan bentuk penyembahan kepada tuhan itu berbeda bagi setiap agama. Walaupun berbeda, hakikatnya mereka menyembah tuhan yang sama.
Oleh sebab itu pluralisma agama selain menyatakan bahwa semua agama itu benar, sebab semuanya menuju Tuhan yang satu, tetapi mereka juga akan membentuk konsep teologi yang sama ( Global Theology ) dengan memakai istilah agama yang sama ( seperti lafaz Allah untuk Tuhan, istilah shalat untuk sembayang, istilah syahadat untuk baptis, istilah muslim, istilah mukmin, dan lain sebagainya ) syariat yang sama, hukum fikah yang sama, ( sebagai contoh terbinya buku “ Fikah Lintas Agama “ di Indonesia ), sampai kepada pedoman akhlak dan etika yang sama ( global ethic ).
Gerakan Pluralisme ini merupakan gerakan global sejak dibentuknya World’s Parliament of Religions di kota Chigaco tahun 1893, dengan keputusan bahwa agama-agama di dunia perlu menghilangkan bersatu dan perbedaan masing-masing, kemudian dilanjutkan dengan pertemuan kedua di kota yang sama tahun 1993 dengan memperkenalkan konsep Global Theology dan Global Ethic, dilanjutkan dengan pertemuan ketiga tahun 1999 di Barcelona, Spain dan pertemuan selanjutnya tahun 2004 di Cape Town , Afrika selatan, dan pertemuan terakhir pada bulan Desember 2009 di Meulborne Australia.
Dari kajian diaats dapat dilihat pluralisme merupakan cabaran terbesar bagi agama Islam, dan juga semua agama yang lain. Oleh sebab itu Majelis Agama Islam Indonesia dan Fatwa kebangsaan Malaysia sudah memutuskan bahwa paham pluralisma adalah pemahaman yang sesat dan bertentangan dengan akidah islam, bahkan dapat dilihat paham ini merupakan syirik kontemporeri. Wallahu A’lam.
*Makalah disampaikan dalam prohram pemantapan fatwa Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia.
Subscribe to:
Posts (Atom)