IBNU ATHAILLAH DALAM AL HIKAM 12 :
" TIADA SESUATU YANG SANGAT BERGUNA BAGI HATI SEBAGAIMANA UZLAH (MENGASINGKAN DIRI) UNTUK MASUK KE MEDAN TAFAKUR (BERPIKIR)"
Dalam mencari kebenaran dan solusi kehidupan, seorang manusia memerlukan kesucian berpikir, sehingga apa yang diputuskan oleh akal pikiran tersebut merupakan langkah yang terbaik dalam hidupnya. Kesucian berpikir tersebut memerlukan keadaan yang tenang, sunyi dari kesibukan dan kebisingan, lepas dari pengaruh emosi dan hawa nafsu, sehingga pikiran dapat dihubungkan dengan Tuhan si pemberi cahaya kehidupan, dengan merenungi, dan memahami ayat-ayat yang telah disampaikanNya, sehingga langkah yang diambil tetap berlandaskan hukum dan perintahNya, dan mendapat keridhaanNya. Mengasingkan diri dari segala sesuatu kebisingan suasana dan memfokuskan diri untuk menghubungkan diri dengan Tuhan dengan memikirkan solusi setiap persoalan kehidupan berlandaskan ayat-ayatNya, sehingga mendapatkan solusi yang terbaik itulah yang disebut dengan “uzlah”.
Menurut ulama, Uzlah terbagi dua :
1. Uzlah dengan hati dan diri, yaitu menjauhkan diri dari keramaian kehidupan, sebagaimana uzlah nabi Muhammad saw di Gua hira, dan uzlah pemuda Kahfi di dalam gua.
2. Uzlah dengan hati tetapi jasmani tetap bergaul dengan manusia. Pergaulan dengan manusia, situasi yang dihadapinya, tidak dapat mempengaruhi suasana hati yang tetap istiqamah berhubungan , mengingat Allah, dan merasakan kehadiran Allah dimanapun dia berada.
Kalimat “uzlah” tersebut berdasarkan pada ayat AlQuran :
وَإِذِ ٱعۡتَزَلۡتُمُوهُمۡ وَمَا يَعۡبُدُونَ إِلَّا ٱللَّهَ فَأۡوُ ۥۤاْ إِلَى ٱلۡكَهۡفِ يَنشُرۡ لَكُمۡ رَبُّكُم مِّن رَّحۡمَتِهِۦ وَيُهَيِّئۡ لَكُم مِّنۡ أَمۡرِكُم مِّرۡفَقً۬ا (١٦) ۞
Dan apabila kamu (pemuda Kahfi) meninggalkan mereka (masyarakatnya) dan meninggalkan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. (QS. Al Kahfi : 16)
Dalam ayat diatas pemuda Kahfi meninggalkan kaumnya yang sedang melakukan penyembahan kepada berhala-berhala mereka, dan mereka mencari perlindungan dari pengejaran penguasa kaumnya tersebut ke dalam gua, sehingga di dalam gua tersebut mereka mendapatkan rahmat Allah, yaitu keselamatan diri dan akidah mereka dari penguasa yang dzalim.
Demikian juga dengan nabi Muhammad saw, mengasingkan diri untuk bertafakkur di Gua Hira dengan mengharapkan hidayah Allah dalam menghadapi sikap kaumnya yang menyembah berhala. Sehingga Allah menurunkan wahyu kepadanya dengan ayat al Alaq 1-5. Tetapi perlu dicatat bahwa Nabi Muhammad saw melakukan “uzlah” tersebut sebelum beliau mendapatkan wahyu, dan setelah mendapatkan wahyu, nabi tidak lagi melakukan “uzlah” ke dalam Gua, tetapi melakukan shalat tahjjud untuk berkomunikasi dengan Tuhannya dan mencari solusi atas problematika yang dihadapi.
Mendirikan shalat tahajjud merupakan cara “uzlah” seorang muslim dengan Tuhannya, untuk mengadukan nasib dan keadaannya dan meminta petunjuk dan hidayahNya dalam mencari solusi atas problem yang dihadapinya. Itulah sebabnya dalam al Quran dinyatakan :
وَمِنَ ٱلَّيۡلِ فَتَهَجَّدۡ بِهِۦ نَافِلَةً۬ لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبۡعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامً۬ا مَّحۡمُودً۬ا (٧٩) وَقُل رَّبِّ أَدۡخِلۡنِى مُدۡخَلَ صِدۡقٍ۬ وَأَخۡرِجۡنِى مُخۡرَجَ صِدۡقٍ۬ وَٱجۡعَل لِّى مِن لَّدُنكَ سُلۡطَـٰنً۬ا نَّصِيرً۬ا (٨٠)
“ Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadat tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. Dan katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah [pula] aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong (QS. AlIsra: 79-80)
Dengan menghubungkan diri kepadaNya melalui shalat tahajuud dimalam hari, membaca ayat-ayat al Quran sebagai pedoman kehidupan, maka Allah akan memberikan “kalimat-kalimat yang berat dan bernash, ide yang cemerlang, solusi yang tepat dan diridhaiNya. Mendapatkan solusi yang tepat dalm menghadapi persoalan itu akan meningkatkan kedudukan kita yang dinyatakan al Quran sebagai kedudukan yang tinggi “maqamam mahmuda “.
Uzlah, dalam arti mengasingkan diri dari kesibukan dan menghadirkan diri di hadapan Tuhan dari kesunyian dengan bermunajat dan membaca serta memahami ayat-ayatNya tersebut merupakan jalan untuk mendapatkan solusi kehidupan yang tepat, ide yang segar sebagaimana dinyatakan AlQuran :
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلۡمُزَّمِّلُ (١) قُمِ ٱلَّيۡلَ إِلَّا قَلِيلاً۬ (٢) نِّصۡفَهُ ۥۤ أَوِ ٱنقُصۡ مِنۡهُ قَلِيلاً (٣) أَوۡ زِدۡ عَلَيۡهِ وَرَتِّلِ ٱلۡقُرۡءَانَ تَرۡتِيلاً (٤) إِنَّا سَنُلۡقِى عَلَيۡكَ قَوۡلاً۬ ثَقِيلاً (٥) إِنَّ نَاشِئَةَ ٱلَّيۡلِ هِىَ أَشَدُّ وَطۡـًٔ۬ا وَأَقۡوَمُ قِيلاً (٦)
“ Hai orang yang berselimut [Muhammad], (1) bangunlah [untuk sembahyang] di malam hari [1] kecuali sedikit [daripadanya], (2) [yaitu] seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, (3) atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur’an itu dengan perlahan-lahan. (4) Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. (5) Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat [untuk khusyu’] dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. (QS. AlMuzammil : 1-6)
Uzlah mengasingkan diri dengan melakukan shalat tahajjud, membaca, serta memahami ayat-ayatNya merupakan jalan untuk bertafkkur dengan merasakan kelemahan diri di depan Tuhan, sehingga pikiran yang suci tersebut akan menghasilkan solusi dan ide yang terbaik sebab melalui proses shalat, membaca alQuran dan tafakkur.Uzlah diri dan hati di malam hari tersebut dapat menjadi Uzlah hati dalam kehidupan dan keramaian, menjadikan pribadi Uzlah, pribadi yang tangguh dan istiqamah, tetap dlam prinsip dan sikap, tidak terpengaruh oleh godaan dunia, dan tidak terpengaruh oleh sikap kawan, situasi, keadaan yang dapat melupakan diri daripada Allah subhana wataala.
Pribadi Uzlah adalah pribadi yang tidak mudah terpengaruh setiap godaan dan rayuan yang datang dari kaum keluarga, kerabat dan kawan, atau situasi dan keadaan. Pribadi uzlah adalah pribadi yang tetap istiqamah dalam melangkah dengan tujuan yang pasti untuk meraih keridhaan Allah, pribadi yang hatinya tetap bersih daripada segala penyakit hati, perbuatannya tetap terpelihara daripada kemungkaran, tujuan hidupnya hanya mencari keridhaan Tuhan bukan kesenangan nafsu dunia,walaupun dia hidup di tengah-tengah masyarakat yang kafir dan lingkungan yang penuh dengan dosa dan maksiat, sebab setiap perbuatan yang dilakukan adalah buah dari hati dan pikiran yang suci, yang telah disinari oleh cahaya dan cahaya dan nur Ilahi. Pribadi Uzlah, adalah pribadi yang tetap merasakan kehadiran Ilahi ditengah keramaian manusia, dan kebisingan dunia.Pribadi uzlah ditengah masyarakat,lebih baik daripada pribadi yang menjauhkan diri dari masyarakat, sebagaimana dinyatakan dalam hadis : “ Seorang mukmin yang bergaul dengan masyarakat dan sabar atas segala godaan dan penderitaan lebih tinggi derajatnya daripada seorang mukmin yang tidak bergaul dengan masyarakat dan tidak sabar atas penderitaan yang didahapinya “ ( Hadis riwayat Ibnu Majah/432). Wallahu A’lam ( Muhammad Arifin Ismail, Pengajian Ummahatul Muslimah, Kuala Lumpur, Jumat 25 /02/2011)
Friday, February 25, 2011
Saturday, February 12, 2011
ALHIKAM 11 : IKHLAS DAN KHUMUL
ALHIKAM 11 :
" TANAMLAH DIRIMU DALAM TANAH KERENDAHAN SEBAB (KHUMUL) SEBAB TIAP SESUATU YANG TUMBUH DARI SESUATU YANG TIDAK DITANAM MAKA HASILNYA TIDAK SEMPURNA HASIL. ( IBNU ATHAILLAH)
Ikhlas adalah kunci utama dalam setiap amal perbuatan. Lawan ikhlas adalah riya’. Riya adalah keinginan diri untuk dikenal dalam melakukan sesuatu perbuatan. Diantara cara untuk mengikis dan mematikan sikap riya, dan menghilangkan keinginan untuk dikenal , adalah dengan cara merendahkan diri (tawadhu) dan merasa tidak ingin dikenal ( khumul ) sewaktu kita melakukan suatu perbuatan. Dalam kitab suci al Quran dinyatakan : “ Kehidupan akhirat itu Kami berikan kepada mereka yang tidak menghendaki ketinggian dan tidak membuat kerusakan di muka bumi “ ( QS. Qashash : 83 ).
Dari Anas, menceritakan bahwa Rasulullah saw bersabda : “ Cukuplah sudah dapat diktakan suatu kejahatan, jika manusia menunjuk kepadanya dengan anak jari, tentang agama dan dunianya, kecuali orang yang dipelihara oleh Allah “ ( riwayat Baihaqi ).
Dalam hadis yang lain juga dinyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda : “ Cukuplah menjadi suatu kejahatan, jika manusia menunjuk kepadanya dengan anak jari, tentang agama dan dunianya. Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupanya, akan tetapi Dia memandang kepada hati dan amap perbuatanmu “ ( Thabrani dan Baihaqi ).
Dalam hadis Qudsi, Rasulullah bersabda : “ Allah berfirman : sesungguhnya waliKu yang paling aku suka adalah hamba yang mukmin, sedikit harta, mempunyai kesenangan hati dengan shalat, selalu memperbaiki ibadahnya kepada Alah, dan selalu mentaatiNya walaupun dalam keadaan tersembunyi. Dia tertutup daripada manusia, tidak ditunjukkan kepadanya dengan anak jari, kemudian dia bersabar atas yang demikian “ ( riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah ).
Umar bin Khattab masuk ke dalam masjid dan melihat Muaz bin Jabal sedang menangis, maka dia bertanya : Wahai Muadz, mengapa engkau menangis ? Muadz menjawab : “ Aku mendengar Rasulullah saw bersabda : “ Sedikit daripada riya itu merupakan syirik. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertaqwa yang menyembunyikan amal perbuatannya. Mereka itu jika tidak ada (ghaib) maka orang tidak mencarinya. Jika mereka ada, orang tidak mengenalnya dan menghiraukannya. Hati mereka merupakan lampu petunjuk dan , mereka terlepas dari setiapkegelapan dunia “ ( Thabrani ).
Dalam hadis yang lain dikatakan : “ Apakah kalian mau aku tunjukkan penghuni syurga. Mereka itu adalah orang-orang yang lemah dan dipandang rendah, padahal jika dia bersumpah dengan nama Allah, maka Allah akan segera mencurahkan kebaikan kepadanya. Sedangkan penghuni neraka adalah setiap orang yang sombong dan angkuh dalam gerak-geriknya “ ( riwayat Bukhari dan Muslim ).
Rasulullah saw bersabda : “ Banyak orang yang rambutnya kusut, badannya berdebu, mempunai pakain yang buruk, tidak diperdulikan orang. Jikalau dia bersumpah kepada Allah, niscaya Allah anugerahkan dia kebaikan, dan diantara mereka adalah Barra bin Malik “ ( Hadis riwayat Muslim ). Dalam hadis yang lain disebutkan : “ Banyak orang yang berpakaian buruk, yang tidak diperdulikan orang. Jika ia bersumpah kepada Allah, niscaya Allah mencurahkan nikmat kepadanya. Jika dia berdoa : Ya Allah, sesungguhnya aku memohon surge kepadaMu “, niscaya Allah akan mengabulkannya. Dan tidak dianugerahkan Allah kepadanya sedikitpun daripada kekayaan dunia “. ( Riwayat Ibnu Abiddunya ).
Abu Hurairah menceritakan dalam suatu majlis, Nabi Muhammad saw berkata kepada sahabat-sahabatnya : Besok akan datang salah seorang penghuni syurga yang shalat bersama kamu. Abu Hurairah berkata dalam hatinya : “ Aku berharap orang itu adalah saya. Maka pagi-pagi hari saya shalat di belakang Rasulullah dan terus berada di majlis walaupun orang lain segera pulang. Tidak lama kemudian datanglah seorang hamba berkulit hitam berkain compang camping datang berjabat tangan dengan Rasulullah sambil berkata : “ Ya Rasulullah, doakan agar aku mati syahid “. Nabi berdoa untuknya. Setelah itu orang itupun pergi. Kami (sahabat ) mencium aroma wangi dari badannya. Kemudian kami bertanya : Siapakah orang itu ya Rasulullah. Rasul menjawab : Dia itu hamba sahaya dari Bani Fulan. Abu Hurairah berkata : “ Mengapa engkau tidak memerdekakannya ?. Nabi menjawab : Bagaimana saya dapat memerdekakannya sedangkan Allah telah menjadikannya salah seorang raja di dalam syurga nanti “. Kemudian nabi berkata : “ Hai Abu Hurairah sesungguhnya Allah sayang kepada makhluknya yang hati suci (ikhlas) , walaupun datang dengan rambutnya kusut, kempis perutnya kecuali dari makanan yang halal, sehingga apabila dia masuk menghadap raja, dia tidak diizinkan, dan apabila dia akan meminang wanita bangsawan , tidak akan diterima, bila dia tidak ada, maka dia tidak dicari, dan bila dia ada, dia tidak dihiraukan, bila dia sakit, tidak dikunjungi orang, bahkan bila dia mati, tidak banyak orang yang akan melayat kematiannya “. Sahabat bertanya : “ Tunjukkan kepada kami serang dari mereka “. Nabi menjawab : Uwais al Qarni, seorang yang berkulit coklat, mempunyai bahu yang lebar, selalu menundukkan kepala sambil membaca al Quran, tidak terkenal di bumi, tetapi terkenal di langit, andaikan dia meminta sesuatu kepada Allah, segera dikabulkan. Hai Umar dan Ali, jika kamu bertemu dengannya, mintalah kepadanya supaya membaca istighfar untukmu “.
Uwais Al Qarni adalah seorang pemuda yang telah masuk Islam di masa Rasulullah, hanya dia masuk Islam melalui dakwah yang disampaikan oleh sahabat yang datang ke Yaman. Uwais sangat rajin mendlami agama, dan melaksanakan ibadah, walaupun dia belum pernah berjumpa dengan Rasulullah. Dia sangat ingin dapat berkunjung ke Madinah untuk berjumpa Rasulullah. Pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaann Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi dirumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”.Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang.
Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”. Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru. Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya.
Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anakyangtaatkepadaibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rosulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rosulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudahitubeliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat.
Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk
membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut,siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?”
Uwais kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”. Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”.
Sikap tidak ingin dikenal, merupakan cara untuk mendapatkan kesempurnaan ikhlas. Pada suatu hari, banyak orang berjalan di belakang Ubay bin Ka’ab. Tiba-tiba khalifah bin Umar melihat keadaan demikian, maka dia segera mengambil cemeti mengusir orang-orang yang mengikuti sahabat Ubay tadi. Melihat sikap Umar, ada sahabat bertanya : Wahai Umar, apa yang kau lakukan ini ? Umar menjawab : Keadaan ini (mengikuti seseorang sahabat ) dapat menjadi kehinaan bagi yang mengikuti dan menjadi bencana (fitnah ) bagi orang yang diikuti “.
Ibnu Muhairiz berkata : “ kalau engkau sanggup untuk mengenal dan engkau tidak dikenal, engkau berjalan dan orang tidak berjalan kepada engkau, engkau bertanya dan engkau tidak ditanya, maka buatlah yang demikian “.
Ali bin Abi Thalib berkata : “ Engkau member dan engkau tidak termasyhur (terkenal). Dan jangan engkau mengangkat diri engkau supaya engkau disebut orang. Belajarlah dan sembunyikanlah dan diamlah, niscaya engkau selamat.”.
Wallhu A’lam.
*Disampaikanoleh Muhammad Arifin Ismail dalam pengajian Ummahatul Muslimah, Condo Bestari, Kuala Lumpur, Jumat 9 Februari 2011.
" TANAMLAH DIRIMU DALAM TANAH KERENDAHAN SEBAB (KHUMUL) SEBAB TIAP SESUATU YANG TUMBUH DARI SESUATU YANG TIDAK DITANAM MAKA HASILNYA TIDAK SEMPURNA HASIL. ( IBNU ATHAILLAH)
Ikhlas adalah kunci utama dalam setiap amal perbuatan. Lawan ikhlas adalah riya’. Riya adalah keinginan diri untuk dikenal dalam melakukan sesuatu perbuatan. Diantara cara untuk mengikis dan mematikan sikap riya, dan menghilangkan keinginan untuk dikenal , adalah dengan cara merendahkan diri (tawadhu) dan merasa tidak ingin dikenal ( khumul ) sewaktu kita melakukan suatu perbuatan. Dalam kitab suci al Quran dinyatakan : “ Kehidupan akhirat itu Kami berikan kepada mereka yang tidak menghendaki ketinggian dan tidak membuat kerusakan di muka bumi “ ( QS. Qashash : 83 ).
Dari Anas, menceritakan bahwa Rasulullah saw bersabda : “ Cukuplah sudah dapat diktakan suatu kejahatan, jika manusia menunjuk kepadanya dengan anak jari, tentang agama dan dunianya, kecuali orang yang dipelihara oleh Allah “ ( riwayat Baihaqi ).
Dalam hadis yang lain juga dinyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda : “ Cukuplah menjadi suatu kejahatan, jika manusia menunjuk kepadanya dengan anak jari, tentang agama dan dunianya. Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupanya, akan tetapi Dia memandang kepada hati dan amap perbuatanmu “ ( Thabrani dan Baihaqi ).
Dalam hadis Qudsi, Rasulullah bersabda : “ Allah berfirman : sesungguhnya waliKu yang paling aku suka adalah hamba yang mukmin, sedikit harta, mempunyai kesenangan hati dengan shalat, selalu memperbaiki ibadahnya kepada Alah, dan selalu mentaatiNya walaupun dalam keadaan tersembunyi. Dia tertutup daripada manusia, tidak ditunjukkan kepadanya dengan anak jari, kemudian dia bersabar atas yang demikian “ ( riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah ).
Umar bin Khattab masuk ke dalam masjid dan melihat Muaz bin Jabal sedang menangis, maka dia bertanya : Wahai Muadz, mengapa engkau menangis ? Muadz menjawab : “ Aku mendengar Rasulullah saw bersabda : “ Sedikit daripada riya itu merupakan syirik. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertaqwa yang menyembunyikan amal perbuatannya. Mereka itu jika tidak ada (ghaib) maka orang tidak mencarinya. Jika mereka ada, orang tidak mengenalnya dan menghiraukannya. Hati mereka merupakan lampu petunjuk dan , mereka terlepas dari setiapkegelapan dunia “ ( Thabrani ).
Dalam hadis yang lain dikatakan : “ Apakah kalian mau aku tunjukkan penghuni syurga. Mereka itu adalah orang-orang yang lemah dan dipandang rendah, padahal jika dia bersumpah dengan nama Allah, maka Allah akan segera mencurahkan kebaikan kepadanya. Sedangkan penghuni neraka adalah setiap orang yang sombong dan angkuh dalam gerak-geriknya “ ( riwayat Bukhari dan Muslim ).
Rasulullah saw bersabda : “ Banyak orang yang rambutnya kusut, badannya berdebu, mempunai pakain yang buruk, tidak diperdulikan orang. Jikalau dia bersumpah kepada Allah, niscaya Allah anugerahkan dia kebaikan, dan diantara mereka adalah Barra bin Malik “ ( Hadis riwayat Muslim ). Dalam hadis yang lain disebutkan : “ Banyak orang yang berpakaian buruk, yang tidak diperdulikan orang. Jika ia bersumpah kepada Allah, niscaya Allah mencurahkan nikmat kepadanya. Jika dia berdoa : Ya Allah, sesungguhnya aku memohon surge kepadaMu “, niscaya Allah akan mengabulkannya. Dan tidak dianugerahkan Allah kepadanya sedikitpun daripada kekayaan dunia “. ( Riwayat Ibnu Abiddunya ).
Abu Hurairah menceritakan dalam suatu majlis, Nabi Muhammad saw berkata kepada sahabat-sahabatnya : Besok akan datang salah seorang penghuni syurga yang shalat bersama kamu. Abu Hurairah berkata dalam hatinya : “ Aku berharap orang itu adalah saya. Maka pagi-pagi hari saya shalat di belakang Rasulullah dan terus berada di majlis walaupun orang lain segera pulang. Tidak lama kemudian datanglah seorang hamba berkulit hitam berkain compang camping datang berjabat tangan dengan Rasulullah sambil berkata : “ Ya Rasulullah, doakan agar aku mati syahid “. Nabi berdoa untuknya. Setelah itu orang itupun pergi. Kami (sahabat ) mencium aroma wangi dari badannya. Kemudian kami bertanya : Siapakah orang itu ya Rasulullah. Rasul menjawab : Dia itu hamba sahaya dari Bani Fulan. Abu Hurairah berkata : “ Mengapa engkau tidak memerdekakannya ?. Nabi menjawab : Bagaimana saya dapat memerdekakannya sedangkan Allah telah menjadikannya salah seorang raja di dalam syurga nanti “. Kemudian nabi berkata : “ Hai Abu Hurairah sesungguhnya Allah sayang kepada makhluknya yang hati suci (ikhlas) , walaupun datang dengan rambutnya kusut, kempis perutnya kecuali dari makanan yang halal, sehingga apabila dia masuk menghadap raja, dia tidak diizinkan, dan apabila dia akan meminang wanita bangsawan , tidak akan diterima, bila dia tidak ada, maka dia tidak dicari, dan bila dia ada, dia tidak dihiraukan, bila dia sakit, tidak dikunjungi orang, bahkan bila dia mati, tidak banyak orang yang akan melayat kematiannya “. Sahabat bertanya : “ Tunjukkan kepada kami serang dari mereka “. Nabi menjawab : Uwais al Qarni, seorang yang berkulit coklat, mempunyai bahu yang lebar, selalu menundukkan kepala sambil membaca al Quran, tidak terkenal di bumi, tetapi terkenal di langit, andaikan dia meminta sesuatu kepada Allah, segera dikabulkan. Hai Umar dan Ali, jika kamu bertemu dengannya, mintalah kepadanya supaya membaca istighfar untukmu “.
Uwais Al Qarni adalah seorang pemuda yang telah masuk Islam di masa Rasulullah, hanya dia masuk Islam melalui dakwah yang disampaikan oleh sahabat yang datang ke Yaman. Uwais sangat rajin mendlami agama, dan melaksanakan ibadah, walaupun dia belum pernah berjumpa dengan Rasulullah. Dia sangat ingin dapat berkunjung ke Madinah untuk berjumpa Rasulullah. Pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaann Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi dirumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”.Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang.
Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”. Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru. Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya.
Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anakyangtaatkepadaibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rosulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rosulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudahitubeliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat.
Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk
membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut,siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?”
Uwais kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”. Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”.
Sikap tidak ingin dikenal, merupakan cara untuk mendapatkan kesempurnaan ikhlas. Pada suatu hari, banyak orang berjalan di belakang Ubay bin Ka’ab. Tiba-tiba khalifah bin Umar melihat keadaan demikian, maka dia segera mengambil cemeti mengusir orang-orang yang mengikuti sahabat Ubay tadi. Melihat sikap Umar, ada sahabat bertanya : Wahai Umar, apa yang kau lakukan ini ? Umar menjawab : Keadaan ini (mengikuti seseorang sahabat ) dapat menjadi kehinaan bagi yang mengikuti dan menjadi bencana (fitnah ) bagi orang yang diikuti “.
Ibnu Muhairiz berkata : “ kalau engkau sanggup untuk mengenal dan engkau tidak dikenal, engkau berjalan dan orang tidak berjalan kepada engkau, engkau bertanya dan engkau tidak ditanya, maka buatlah yang demikian “.
Ali bin Abi Thalib berkata : “ Engkau member dan engkau tidak termasyhur (terkenal). Dan jangan engkau mengangkat diri engkau supaya engkau disebut orang. Belajarlah dan sembunyikanlah dan diamlah, niscaya engkau selamat.”.
Wallhu A’lam.
*Disampaikanoleh Muhammad Arifin Ismail dalam pengajian Ummahatul Muslimah, Condo Bestari, Kuala Lumpur, Jumat 9 Februari 2011.
Thursday, February 10, 2011
Valentine's Day : Sikap muslim.
Pada setiap pertengahan bulan Februari, banyak di antara generasi muda muslim yang ikut-ikutan hari Valentine ( Valentine’s day ) yang juga mereka sebut dengan Hari Cinta Kasih atau Hari Kasih Sayang. Padahal kalau dikaji lebih lanjut, perayaan tersebut adalah budaya Barat yang berasal dari salah satu tradisi dalam agama nasrani. Oleh sebab itu, seorang muslim tidak boleh merayakan hari tersebut, sebab hari itu merupakan bagian dari perayaan agama Kristen dan tradisi romawi. Pada awalnya bangsa Romawi merayakan acara untuk memperingati suatu hari besar mereka, yang jatuh setiap 15 Februari, yang mereka namakan Lupercalia. Peringatan ini dirayakan guna menghormati perkawinan antara Dewa Juno (Tuhan Wanita) dengan Dewa Pan (Tuhan dari alam ini),dalam agama pagan Romawi kuno.. Pada saat itu, digambarkan orang-orang muda “laki-laki dan wanita” memilih pasangannya masing-masing dengan menuliskan nama atau mengundi nama dari orang-orang yang diminati dan dicintainya, kemudian pasangan ini saling tukar bertukar hadiah sebagai pernyataan cinta kasih. Acara ini dilanjutkan dengan berbagai macam pesta hura-hura bersama pasangan masing-masing. Setelah penyebaran agama Kristen, Para Pemuka Gereja mencoba memberikan pengertian ajaran Kristen terhadap para pemuja berhala itu. Pada tahun 496 Masehi, Paus Gelasius (Pope Gelasius) mengganti peringatan Lupercalia itu menjadi Saint Valentine’s Day, yaitu Hari Kasih Sayang Untuk Orang-Orang Suci.
Di lain versi lagi, banyak pula ahli sejarah lain yang mengkaitkan Hari Valentine tersebut dengan Pendeta St. Valentine yang lain. St. Valentine yang satu ini adalah seorang Bishop (Pendeta) di Terni, satu tempat sekitar 60 mil dari Roma. Pendeta tersebut dikejar-kejar karena mempengaruhi beberapa keluarga Romawi dan memasukkan mereka ke dalam agama Kristen. Kemudian ia dipancung di Roma sekitar tahun 273 masehi. Sebelum kepalanya dipenggal, Pendeta itu mengirim surat kepada para putri penjaga-penjaga penjara dengan mendo’akan semoga bisa melihat dan mendapat kasih sayang Tuhan dan kasih sayang manusia. “Dari Valentinemu” demikian tulis Valentine pada akhir suratnya itu. Surat itu tertanggal 14 Februari 270 M. sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai Valentine’s Day atau Hari Kasih Sayang. St.Valentine diangap sebagai lambang kasih sayang, apalagi pendeta tersebut dihukum sebab keberaniannya melawan penguasa Romawi, ditambah lagi di akhir hayatnya pendeta itu memberikan ucapan kasih sayang kepada putri orang yang menghukumnya, maka sebagai lambang Kahis sayang, dijadikanlah hari kematiannya tersebut menjadi hari kasih sayang.
Sejak kematiannya kisah Saint Valentine seperti tertiup angin, menyebar dan meluas sampai tak satu pelosok di daerah Roma yang tak mendengar kisah hidup dan kematiannya. Kakek dan Nenek mendongengkan cerita Saint Valentine pada cucunya sebagai dengan nada semangat dan penuh ekspresi. Orang-orang tua selalu menasehatkan pada anaknya, “kelak jika besar nanti, jadilah kau seperti Saint Valentine.” Pokoknya, Saint Valentine adalah sosok idola. Tutur katanya, gaya hidupnya, ketaatannya dalam memegang teguh keyakinannya menjadi acuan semua orang. Sampai pada akhirnya nama Valentine menjadi simbol kasih sayang. Tapi kebiasaan ini tak lama bertahan, sedikit demi sedikit kebiasaan menghormati Saint Valentine sebagai tokoh yang penuh kasih sayang berubah. Peringatan kematian Saint Valentine pada tanggal 14 Pebruari berubah menjadi hari memilih pasangan di antara kaum muda. Saling memberi hadiah dan mengucapkan rasa suka. Akhirnya dari hari kasih sayang, menjadi hari cinta berahi, dan hari kemaksiatan. Dari sejarah perjalanan Valentine’s Day ini, sudah selayaknya umat Islam, khususnya generasi muda, untuk tidak mengadakan, memperinci, bahkan mengistimewakannya. Dari kajian sejarah diatas terbukti bahwa Hari Valentine bukanlah sekedar budaya Barat tetapi budaya yang berhubungan dengan agama Romawi kuno, yang masih menyembah dewa – dewa dan juga berhubungan dengan agama Nasrani. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa seorang muslim tidak boleh sama sekali ikut-ikutan dalam merayakan hari Valentine tersebut, karena dengan ikut merayakannya berarti juga merayakan hari kebesaran agama yang lain.
Umat Islam harus sadar bahwa orang kafir akan berusaha untuk merusak agama kita dengan berbagai cara, termasuk dengan memasukkan budaya mereka dalam kehidupan muslim. Inilah yang dijelaskan dalam kandungan Surah Al Baqarah ayat 120 yang artinya : “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti millah (cara hidup) mereka. katakanlah ; sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar). Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.
Dalam surat itu Allah ingin menyampaikan pesan, bahwa kaum Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah berhenti dan tidak pernah lelah melakukan usaha mereka. Dengan cara halus ataupun menghalalkan segala cara. Salah satunya dengan menggerogoti mental dan akidah pemuda-pemuda Islam. Jika pemuda Islam yang di masa depan diharapkan menjadi pembela dan pembawa panji kebesaran Islam sudah porak poranda, tinggal menunggu waktunya saja untuk menghancurkan.
Dalam firmannya yang lain Allah juga memperingatkan, “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mengetahui tentang hal itu. Sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al Israa’:36). Dari ayat ini umat Islam tidak boleh mengikuti sesuatu tanpa menegtahui asal-asul sesuatu tersebut. Sejarah menyatakan bahwa \Valentine itu adalah budaya romawi kuno dan agama Kristen, oleh sebab mengikuti perayaan tersebut, membesarkan hari tersebut sama dengan membesarkan hari agama lain. Tapi sangat disyangkan pada saat sekarang ini, banyak generasi muslim, malahan ada partai politik islam yang menjadikan perayaan hari Valentine menjadi kesempatan menarik pemilih muda dengan ikut-ikut merayakannya.
Dalam sebuah sabdanya Rosulullah berpesan, “Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia menjadi bagian atau menjadi satu dengan kaum yang ditirunya.” (HR. Ibnu Hambal dan Abi Daud). Hadis ini menyatakan bahwa umat Islam tidak boleh meniru apapun kebiasaan dari suatu kaum yang lain, sebab dengan meniru perayaan tersebut, maka \nabi Muhammad meyatakan bahwa umat Islam sudah menjadi bagian kaum yang lain. Umat Islam tanpa sadar pada saat sekarng ini sudah terlalu banyak meniru perayaan dari suatu kaum, baik dalam pakaian, tanpa menghiraukan apakah pakaian itu membuka aurat tetapi karena model, fasion, maka pakaian itu dibeli, sebab ingin sama dengan orang barat. Dalam budaya seni juga selalu ikut dengan seni barat, tanpa melihat apakah seni musik, seni budaya, itu untuk memuji Allah atau untuk mengutarakan nafsu birahi dan lain sebagainya.
Dalam Islam, sikap kasih sayang merupakan sikap yang wajib dimiliki oleh setiap muslim dimanapun dia berada, dan simbol kasih sayang seorang muslim hanya rasulullah saw.. Dalam sirah kehidupan rasul, terbukti bahwa Rasulullah adalah contoh teladan bagi kasih sayang, bukan hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada hewan dan makhluk lainnya. Malahan sikap kasih sayang rasulullah telah mendapat pujian dari Allah dengan firmanNya : ” Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kalangan kamu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu , sangat menginginkan keimanan bagimu, amat belas kasihan lagi penyaynag terhadap sekalian orang yang beriman ” ( QS. At Taubah : 128 ). Dari ayat ini terlihat bahwa bagaimana Rasulullah sangat memperhatikan segala sesuatu yang dapat menyelamatkan kehidupan manusia bukan saja dari penderitaan di dunia, juga daripada penderitaan di akhirat. Oleh sebab itu beliau tanpa pernah jemu mengajak umat manusia dalam keimanan sebab dengan cara itulah manusia selamat dari segala bentuk kesusahan dunia dan akhirat.
Rasulullah sangat menganjurkan kasih sayang kepada seapa saja, sehingga beliau bersabda : ” Tidaklah kamu termasuk orang beriman, sebelum kamu saling kasih-mnengasihi ”. Sahabat bertanya : ” Ya rasulullah, kami telah berbuat saling sayang-menyayangi sesama kami ”. Rasulullah saw menjawab : ” Kasih sayang yang aku maksudkan bukanlah kasih sayang hanya sebatas kamu dengan kelompokmu saja, atau sesama kamu saja, tetapi kasih sayang yang kamu berikat kepada semua orang ” ( Hadis riwayat Thabrani ). Hadis ini menyuruh umat Islam untuk saling kasih mengasihi bukan hanya sesama kelompok atau golongan, sebagaimana banyak terjadi sekarang ini, tetapi untuk sekalian manusia semuanya, dan itu merupakan bukti keimanan seorang muslim.
Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa Rasulullah bersabda : ” Demi Dzat yang diriku berada ditanganNya, sesungguhnya Allah tidak akan menurunkan kasih sayangNya kecuali kepada orang yang berhati belas kasihan kepada orang lain ”. Sahabat berkata : ” Ya rasulullah, kami sudah saling menyayangi sesama kami ”. Rasulullah menjawab : ” Bukanlah belas kasihan itu hanya sebatas antara diri kamu dengan isteri dan kelompok kamu saja, tetapi kasih sayang yang diperintahkan itu adalah kasih sayang kepada seluruh kaum muslimin. ” ( hadis riwayat Tirmidzi ). Dari hadis ini terlihat bahwa kasih sayang Allah kepada umat Islam akan datang jika umat Islam saling kasih mengasihi sesama umat Islam seluruhnya, bukan hanya sekadar satu kumpulan, satu golongan, satu mazhab, satu partai, dan lain sebaginya sebagaimana yang terjadi selama ini. Malahan dari hadis ini dapat dipahami, bahwa rahmat dan kasih sayang Al;lah terhalang kepada umat islam hari ini akibat akibat sikap umat Islam yang hanya mengasihi kawan sekelompok, satu usrah, satu partai saja, tanpa mengasihi umat Islam di kelompok yang lain atau golongan yang lain. Semoga di masa mendatang umat islam tanpa memperlihtakan sikap kasih sayang kepada semua orang tanpa harus mengikuti Hari Kasih Sayang Gaya Valentine. Mari tunjukkan umat Islam adalah umat kasih sayang dengan mencontoh kasih sayang rasulullah saw . Fa’tabiru ya ulil Albab. ( M.Arifin ismail ).
Di lain versi lagi, banyak pula ahli sejarah lain yang mengkaitkan Hari Valentine tersebut dengan Pendeta St. Valentine yang lain. St. Valentine yang satu ini adalah seorang Bishop (Pendeta) di Terni, satu tempat sekitar 60 mil dari Roma. Pendeta tersebut dikejar-kejar karena mempengaruhi beberapa keluarga Romawi dan memasukkan mereka ke dalam agama Kristen. Kemudian ia dipancung di Roma sekitar tahun 273 masehi. Sebelum kepalanya dipenggal, Pendeta itu mengirim surat kepada para putri penjaga-penjaga penjara dengan mendo’akan semoga bisa melihat dan mendapat kasih sayang Tuhan dan kasih sayang manusia. “Dari Valentinemu” demikian tulis Valentine pada akhir suratnya itu. Surat itu tertanggal 14 Februari 270 M. sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai Valentine’s Day atau Hari Kasih Sayang. St.Valentine diangap sebagai lambang kasih sayang, apalagi pendeta tersebut dihukum sebab keberaniannya melawan penguasa Romawi, ditambah lagi di akhir hayatnya pendeta itu memberikan ucapan kasih sayang kepada putri orang yang menghukumnya, maka sebagai lambang Kahis sayang, dijadikanlah hari kematiannya tersebut menjadi hari kasih sayang.
Sejak kematiannya kisah Saint Valentine seperti tertiup angin, menyebar dan meluas sampai tak satu pelosok di daerah Roma yang tak mendengar kisah hidup dan kematiannya. Kakek dan Nenek mendongengkan cerita Saint Valentine pada cucunya sebagai dengan nada semangat dan penuh ekspresi. Orang-orang tua selalu menasehatkan pada anaknya, “kelak jika besar nanti, jadilah kau seperti Saint Valentine.” Pokoknya, Saint Valentine adalah sosok idola. Tutur katanya, gaya hidupnya, ketaatannya dalam memegang teguh keyakinannya menjadi acuan semua orang. Sampai pada akhirnya nama Valentine menjadi simbol kasih sayang. Tapi kebiasaan ini tak lama bertahan, sedikit demi sedikit kebiasaan menghormati Saint Valentine sebagai tokoh yang penuh kasih sayang berubah. Peringatan kematian Saint Valentine pada tanggal 14 Pebruari berubah menjadi hari memilih pasangan di antara kaum muda. Saling memberi hadiah dan mengucapkan rasa suka. Akhirnya dari hari kasih sayang, menjadi hari cinta berahi, dan hari kemaksiatan. Dari sejarah perjalanan Valentine’s Day ini, sudah selayaknya umat Islam, khususnya generasi muda, untuk tidak mengadakan, memperinci, bahkan mengistimewakannya. Dari kajian sejarah diatas terbukti bahwa Hari Valentine bukanlah sekedar budaya Barat tetapi budaya yang berhubungan dengan agama Romawi kuno, yang masih menyembah dewa – dewa dan juga berhubungan dengan agama Nasrani. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa seorang muslim tidak boleh sama sekali ikut-ikutan dalam merayakan hari Valentine tersebut, karena dengan ikut merayakannya berarti juga merayakan hari kebesaran agama yang lain.
Umat Islam harus sadar bahwa orang kafir akan berusaha untuk merusak agama kita dengan berbagai cara, termasuk dengan memasukkan budaya mereka dalam kehidupan muslim. Inilah yang dijelaskan dalam kandungan Surah Al Baqarah ayat 120 yang artinya : “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti millah (cara hidup) mereka. katakanlah ; sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar). Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.
Dalam surat itu Allah ingin menyampaikan pesan, bahwa kaum Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah berhenti dan tidak pernah lelah melakukan usaha mereka. Dengan cara halus ataupun menghalalkan segala cara. Salah satunya dengan menggerogoti mental dan akidah pemuda-pemuda Islam. Jika pemuda Islam yang di masa depan diharapkan menjadi pembela dan pembawa panji kebesaran Islam sudah porak poranda, tinggal menunggu waktunya saja untuk menghancurkan.
Dalam firmannya yang lain Allah juga memperingatkan, “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mengetahui tentang hal itu. Sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al Israa’:36). Dari ayat ini umat Islam tidak boleh mengikuti sesuatu tanpa menegtahui asal-asul sesuatu tersebut. Sejarah menyatakan bahwa \Valentine itu adalah budaya romawi kuno dan agama Kristen, oleh sebab mengikuti perayaan tersebut, membesarkan hari tersebut sama dengan membesarkan hari agama lain. Tapi sangat disyangkan pada saat sekarang ini, banyak generasi muslim, malahan ada partai politik islam yang menjadikan perayaan hari Valentine menjadi kesempatan menarik pemilih muda dengan ikut-ikut merayakannya.
Dalam sebuah sabdanya Rosulullah berpesan, “Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia menjadi bagian atau menjadi satu dengan kaum yang ditirunya.” (HR. Ibnu Hambal dan Abi Daud). Hadis ini menyatakan bahwa umat Islam tidak boleh meniru apapun kebiasaan dari suatu kaum yang lain, sebab dengan meniru perayaan tersebut, maka \nabi Muhammad meyatakan bahwa umat Islam sudah menjadi bagian kaum yang lain. Umat Islam tanpa sadar pada saat sekarng ini sudah terlalu banyak meniru perayaan dari suatu kaum, baik dalam pakaian, tanpa menghiraukan apakah pakaian itu membuka aurat tetapi karena model, fasion, maka pakaian itu dibeli, sebab ingin sama dengan orang barat. Dalam budaya seni juga selalu ikut dengan seni barat, tanpa melihat apakah seni musik, seni budaya, itu untuk memuji Allah atau untuk mengutarakan nafsu birahi dan lain sebagainya.
Dalam Islam, sikap kasih sayang merupakan sikap yang wajib dimiliki oleh setiap muslim dimanapun dia berada, dan simbol kasih sayang seorang muslim hanya rasulullah saw.. Dalam sirah kehidupan rasul, terbukti bahwa Rasulullah adalah contoh teladan bagi kasih sayang, bukan hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada hewan dan makhluk lainnya. Malahan sikap kasih sayang rasulullah telah mendapat pujian dari Allah dengan firmanNya : ” Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kalangan kamu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu , sangat menginginkan keimanan bagimu, amat belas kasihan lagi penyaynag terhadap sekalian orang yang beriman ” ( QS. At Taubah : 128 ). Dari ayat ini terlihat bahwa bagaimana Rasulullah sangat memperhatikan segala sesuatu yang dapat menyelamatkan kehidupan manusia bukan saja dari penderitaan di dunia, juga daripada penderitaan di akhirat. Oleh sebab itu beliau tanpa pernah jemu mengajak umat manusia dalam keimanan sebab dengan cara itulah manusia selamat dari segala bentuk kesusahan dunia dan akhirat.
Rasulullah sangat menganjurkan kasih sayang kepada seapa saja, sehingga beliau bersabda : ” Tidaklah kamu termasuk orang beriman, sebelum kamu saling kasih-mnengasihi ”. Sahabat bertanya : ” Ya rasulullah, kami telah berbuat saling sayang-menyayangi sesama kami ”. Rasulullah saw menjawab : ” Kasih sayang yang aku maksudkan bukanlah kasih sayang hanya sebatas kamu dengan kelompokmu saja, atau sesama kamu saja, tetapi kasih sayang yang kamu berikat kepada semua orang ” ( Hadis riwayat Thabrani ). Hadis ini menyuruh umat Islam untuk saling kasih mengasihi bukan hanya sesama kelompok atau golongan, sebagaimana banyak terjadi sekarang ini, tetapi untuk sekalian manusia semuanya, dan itu merupakan bukti keimanan seorang muslim.
Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa Rasulullah bersabda : ” Demi Dzat yang diriku berada ditanganNya, sesungguhnya Allah tidak akan menurunkan kasih sayangNya kecuali kepada orang yang berhati belas kasihan kepada orang lain ”. Sahabat berkata : ” Ya rasulullah, kami sudah saling menyayangi sesama kami ”. Rasulullah menjawab : ” Bukanlah belas kasihan itu hanya sebatas antara diri kamu dengan isteri dan kelompok kamu saja, tetapi kasih sayang yang diperintahkan itu adalah kasih sayang kepada seluruh kaum muslimin. ” ( hadis riwayat Tirmidzi ). Dari hadis ini terlihat bahwa kasih sayang Allah kepada umat Islam akan datang jika umat Islam saling kasih mengasihi sesama umat Islam seluruhnya, bukan hanya sekadar satu kumpulan, satu golongan, satu mazhab, satu partai, dan lain sebaginya sebagaimana yang terjadi selama ini. Malahan dari hadis ini dapat dipahami, bahwa rahmat dan kasih sayang Al;lah terhalang kepada umat islam hari ini akibat akibat sikap umat Islam yang hanya mengasihi kawan sekelompok, satu usrah, satu partai saja, tanpa mengasihi umat Islam di kelompok yang lain atau golongan yang lain. Semoga di masa mendatang umat islam tanpa memperlihtakan sikap kasih sayang kepada semua orang tanpa harus mengikuti Hari Kasih Sayang Gaya Valentine. Mari tunjukkan umat Islam adalah umat kasih sayang dengan mencontoh kasih sayang rasulullah saw . Fa’tabiru ya ulil Albab. ( M.Arifin ismail ).
Wednesday, February 2, 2011
SILATURAHMI UMAT AGAMA DAN PLURALISME AGAMA
Menurut situs voice of islam (01/2/2011) menyatakan bahwa : “ Para tokoh lintas agama akan menggunakan isu toleransi umat beragama untuk menggelar pesta silaturrahim antaragama. Pekan ini, Ahad (6/2/2011), Inter Religious Council Indonesia (IRC) yang dimotori oleh para tokoh lintas agama akan menggelar Pekan Kerukunan antar Umat Beragama se-Dunia (World Interfaith Harmony Week) di Istora Senayan, Jakarta, sejak pukul 09.30- 12.00 WIB. Mereka menargetkan agar perayaan pluralisme ini akan dihadiri oleh sepuluh ribu umat dari berbagai agama “. Dalam jumpa pers, Senin (31/12011) pagi, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin didampingi oleh sejumlah tokoh lintas agama, di antaranya: Pdt. Andreas Yewangoe (Ketua Umum PGI), Mgr. Martinus Situmorang (Ketua KWI), Romo Beny Susetyo (Ketua Umum PGI), S Udayana (Hindu), Rusli (Walubi), dan Uung Sendana (Matakin). Dikatakan oleh Andreas Yewangoe, beberapa tahun terakhir ini, ada kecenderungan peningkatan kekerasan atas nama agama di beberapa tempat. Dengan latar belakang itu, para tokoh lintas agama merasa perlu mengadakan perayaan kerukunan antar umat beragama sedunia. ”Sesungguhnya agama bisa memainkan peran yang positif, juga sekaligus negatif, terlebih jika agama disikapi secara keliru. Kami berharap, kerukunan itu tidak hanya terjadi di tingkat atas atau elit politik, tapi juga di level bawah,” kata Andreas.
Perayaan yang diadakan oleh IRC Bhineka Tunggal Ika ini mendapat dukungan oleh CDCC (Center for Dialogue and Cooperation Among Civilization), PP Muhammadiyah, ORBIT, PGI (Persatuan Gereja Indonesia), KWI (Konferensi Wali Gereja), MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia), WALUBI (Wakil Umat Budha Indonesia) dan Majelis TAO Indonesia. Rencananya, kegiatan tersebut akan menyampaikan pesan kerukunan dari tokoh agama, Sekjen Religious For Peace New York dan dari tokoh nasional. Sejumlah selebritis ibukota seperti Rossa, Edo Kondolegit, Delon, Iis Dahlia, Cici Paramida, Kristina, Debu, Trio Fatimah diiringi oleh Orkestra Dwi Darmawan akan meramaikan perayaan ini. ”Kegiatan ini juga mempertunjukkan budaya Barongsai, bela diri Tapak Suci, Wushu, Nichiren Shosu, dan marching band,” tandas Din. Dikatakan Din Syamsuddin, perayaan yang bertema ”Harmony in Diversity World Interfaith Harmony Week” ini merupakan program Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diselenggarakan setiap minggu pertama bulan Februari. Kegiatan tahunan PBB ini dimaksudkan untuk mengakhiri perjalanan panjang pertikaian antar agama dan kekerasan, sehingga umat beragama dapat hidup layak dan damai tanpa perang maupun kekerasan. Demikian berita yang kutip oleh situs tersebut.
Jika perayaan ini hanya untuk menekankan pada silaturahmi antar umat agama, toleransi beragama, membentuk masyarakat yang harmonis dan damai maka hal tersebut adalah suatu yang baik. Tetapi perkara ini jangan sampai kepada mencampur adukkan antara ritual keagamaan antar agama, seperti doa bersama, ibadah bersama, dan lain sebagainya, apalagi sampai kepada pemahaman kesamaan agama yang merupakan inti daripada paham Pluralisme. Karena menurut Fatwa MUI Nomor 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama menyatakan bahwa :
Pluralisme agama yang dimaksud dalam fatwa adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relative; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengkalim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga. Oleh sebab itu MUI memutuskan hukum bahwa :
1. Pluralism, Sekualarisme dan Liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama islam.
2. Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme Sekularisme dan Liberalisme Agama.
3. Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat islam wajib bersikap ekseklusif, dalam arti haram mencampur adukan aqidah dan ibadah umat Islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
4. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.
Kekerasan dan peperangan di dunia sebenarnya bukan karena agama, karena tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan dan perang. Jika terjadi perang dalam sejarah agama, bukan karena agama tersebut mengajarkan perang tetapi karena sikap mempertahankan diri daripada serangan lawan. Jangankan mempertahankan agama, jika seseorang diserang oleh orang lain secara individu mka dia wajib mempertahankan dirinya. Oleh sebab itu perdamaian masyarakat tidak memerlukan paham Pluralisme agama, tetapi yang diperlukan bahwa setiap pemeluk agama menjalankan agamanya masing-masing dengan penuh penghatayatan. Oleh sebab itu tidak ada alasan jika paham Pluralisme dikembangkan untuk mendamaikan dunia, sebab penyatuan agama bukan merupakan solusi, tetapi akan menjadi bencana bagi agama itu sendiri. Silaturahmi antar umat beragama tidak boleh menjadi ajang penyebaran paham pluralism agama, tetapi merupakan pertemuan silaturahmi tanpa diiringi dengan upacara keagamaan secara bersama seperti doa bersama, dan lain sebagainya.
Untuk mewujudkan masyarakat damai, diperlukan adalah pendidikan akhlak dan sikap toleransi antar umat beragama, bukan merubah dan menyatukan ritual dan keyakinan. Pada waktu orang kafir Makah datang kepada Rasululullah mengajak rasul untuk menyembah Tuhan mereka selama setahun, dan kemudian nanti mereka akan menyembah Allah selama setahun pula, maka Allah segera menurunkan surah al Kafirun : “ Katakan hai Muhammad : “ Hai orang kafir, Aku tidak pernah menyembah apa yang kamu sembah dan kamu tidak perlu menyembah apa yang aku sembah. Aku tidak pernah menyembah apa yang telah kamu sembah, dan kamu juga tidak pernah menyembah apa yang telah aku sembah. Bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku “. ( Qs. AlKafirun : 1-6 ).
Ayat “ aku tidak menyembah apa yang kalian sembah dan kalian tidak perlu menyembah apa yang aku sembah “ merupakan sikap bahwa umat Islam tidak boleh mencampuradukkan doa, ibadah, ritual dengan umat yang lain. Tetapi sikap tegas tersebut diikuti dengan sikap menghormati agama yang lain “ bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku “. Penghormatan kepada agama yang lain bukan berarti pengakuan agama yang lain. Banyak orang salah memahami ayat ini dengan mengatakan bahwa al Quran saja mengakui agama yang lain. Dalam ayat ini hanya penghormatan umat agama terhadap agama lain, tetapi bukan pengakuan kebenaran agama yang lain, sebab bagi umat islam agama yang benar adalah Islam, sebab dalam al Quran dinyatakan bahwa “ Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam “. ( Qs. Ali Imran :19 ). Kebenaran agama bagi umat islam hanya ada pada Islam. Walaupun umat agama lain meyakini kebenaran agama pada agamanya masing-masing, tetapi umat Islam tidak boleh meyakini kebenaran agama lain, sebab jika dia meyakini kebenaran ada pada semua agama, berarti dia telah ragu dengan kebenaran agamanya sendiri. Oleh sebab itu keyakinan akan kebenaran agama Islam harus diikuti dengan pengakuan bahwa agama yang lain tidak diterima disisi Allah sebagaimana dinyatakan dalam al Quran : “ Siapa yang mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak diterima agama itu daripadanya dan dia di akhirat termasuk orang yang merugi “ ( Qs. Ali Imran : 85 ) Pengakuan kesalahan agama lain dari umat Islam bukan berarti membolehjkan umat Islam melakukan kekerasan kepada mereka. Islam melarang melakukan kekerasan kepada umat yang lain, walaupun mereka itu adalah berbeda agama dan keyakinan. Tetapi sikap menghormati keyakinan orang lain jangan sampai meyakini kebenaran agama lain. Disinilah perbedaan antara sikap menghargai banyaknya agama (pluralitas agama) dan mengakui kebenaran agaam-agama (paham pluralism agama) dan menggabungkan ritual,hokum dan ajaran agama-agama (sikap pluralism agama). Islam hanya mengakui keberadaan (bukan kebenaran) agama-agama, dan mengharamkan umatnya untuk meyakini kebenaran lain dan mencampur adukkan ritualnya dengan ritual agama yang lain. Semoga kita tetap waspada dengan segala agenda yang akan merusak keyakinan beragama. Fa’tabiru ya ulil albab.( Muhammad Arifin ismail /Buletin ISTAID , 5 Februaru 2011 )
Perayaan yang diadakan oleh IRC Bhineka Tunggal Ika ini mendapat dukungan oleh CDCC (Center for Dialogue and Cooperation Among Civilization), PP Muhammadiyah, ORBIT, PGI (Persatuan Gereja Indonesia), KWI (Konferensi Wali Gereja), MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia), WALUBI (Wakil Umat Budha Indonesia) dan Majelis TAO Indonesia. Rencananya, kegiatan tersebut akan menyampaikan pesan kerukunan dari tokoh agama, Sekjen Religious For Peace New York dan dari tokoh nasional. Sejumlah selebritis ibukota seperti Rossa, Edo Kondolegit, Delon, Iis Dahlia, Cici Paramida, Kristina, Debu, Trio Fatimah diiringi oleh Orkestra Dwi Darmawan akan meramaikan perayaan ini. ”Kegiatan ini juga mempertunjukkan budaya Barongsai, bela diri Tapak Suci, Wushu, Nichiren Shosu, dan marching band,” tandas Din. Dikatakan Din Syamsuddin, perayaan yang bertema ”Harmony in Diversity World Interfaith Harmony Week” ini merupakan program Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diselenggarakan setiap minggu pertama bulan Februari. Kegiatan tahunan PBB ini dimaksudkan untuk mengakhiri perjalanan panjang pertikaian antar agama dan kekerasan, sehingga umat beragama dapat hidup layak dan damai tanpa perang maupun kekerasan. Demikian berita yang kutip oleh situs tersebut.
Jika perayaan ini hanya untuk menekankan pada silaturahmi antar umat agama, toleransi beragama, membentuk masyarakat yang harmonis dan damai maka hal tersebut adalah suatu yang baik. Tetapi perkara ini jangan sampai kepada mencampur adukkan antara ritual keagamaan antar agama, seperti doa bersama, ibadah bersama, dan lain sebagainya, apalagi sampai kepada pemahaman kesamaan agama yang merupakan inti daripada paham Pluralisme. Karena menurut Fatwa MUI Nomor 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama menyatakan bahwa :
Pluralisme agama yang dimaksud dalam fatwa adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relative; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengkalim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga. Oleh sebab itu MUI memutuskan hukum bahwa :
1. Pluralism, Sekualarisme dan Liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama islam.
2. Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme Sekularisme dan Liberalisme Agama.
3. Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat islam wajib bersikap ekseklusif, dalam arti haram mencampur adukan aqidah dan ibadah umat Islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
4. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.
Kekerasan dan peperangan di dunia sebenarnya bukan karena agama, karena tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan dan perang. Jika terjadi perang dalam sejarah agama, bukan karena agama tersebut mengajarkan perang tetapi karena sikap mempertahankan diri daripada serangan lawan. Jangankan mempertahankan agama, jika seseorang diserang oleh orang lain secara individu mka dia wajib mempertahankan dirinya. Oleh sebab itu perdamaian masyarakat tidak memerlukan paham Pluralisme agama, tetapi yang diperlukan bahwa setiap pemeluk agama menjalankan agamanya masing-masing dengan penuh penghatayatan. Oleh sebab itu tidak ada alasan jika paham Pluralisme dikembangkan untuk mendamaikan dunia, sebab penyatuan agama bukan merupakan solusi, tetapi akan menjadi bencana bagi agama itu sendiri. Silaturahmi antar umat beragama tidak boleh menjadi ajang penyebaran paham pluralism agama, tetapi merupakan pertemuan silaturahmi tanpa diiringi dengan upacara keagamaan secara bersama seperti doa bersama, dan lain sebagainya.
Untuk mewujudkan masyarakat damai, diperlukan adalah pendidikan akhlak dan sikap toleransi antar umat beragama, bukan merubah dan menyatukan ritual dan keyakinan. Pada waktu orang kafir Makah datang kepada Rasululullah mengajak rasul untuk menyembah Tuhan mereka selama setahun, dan kemudian nanti mereka akan menyembah Allah selama setahun pula, maka Allah segera menurunkan surah al Kafirun : “ Katakan hai Muhammad : “ Hai orang kafir, Aku tidak pernah menyembah apa yang kamu sembah dan kamu tidak perlu menyembah apa yang aku sembah. Aku tidak pernah menyembah apa yang telah kamu sembah, dan kamu juga tidak pernah menyembah apa yang telah aku sembah. Bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku “. ( Qs. AlKafirun : 1-6 ).
Ayat “ aku tidak menyembah apa yang kalian sembah dan kalian tidak perlu menyembah apa yang aku sembah “ merupakan sikap bahwa umat Islam tidak boleh mencampuradukkan doa, ibadah, ritual dengan umat yang lain. Tetapi sikap tegas tersebut diikuti dengan sikap menghormati agama yang lain “ bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku “. Penghormatan kepada agama yang lain bukan berarti pengakuan agama yang lain. Banyak orang salah memahami ayat ini dengan mengatakan bahwa al Quran saja mengakui agama yang lain. Dalam ayat ini hanya penghormatan umat agama terhadap agama lain, tetapi bukan pengakuan kebenaran agama yang lain, sebab bagi umat islam agama yang benar adalah Islam, sebab dalam al Quran dinyatakan bahwa “ Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam “. ( Qs. Ali Imran :19 ). Kebenaran agama bagi umat islam hanya ada pada Islam. Walaupun umat agama lain meyakini kebenaran agama pada agamanya masing-masing, tetapi umat Islam tidak boleh meyakini kebenaran agama lain, sebab jika dia meyakini kebenaran ada pada semua agama, berarti dia telah ragu dengan kebenaran agamanya sendiri. Oleh sebab itu keyakinan akan kebenaran agama Islam harus diikuti dengan pengakuan bahwa agama yang lain tidak diterima disisi Allah sebagaimana dinyatakan dalam al Quran : “ Siapa yang mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak diterima agama itu daripadanya dan dia di akhirat termasuk orang yang merugi “ ( Qs. Ali Imran : 85 ) Pengakuan kesalahan agama lain dari umat Islam bukan berarti membolehjkan umat Islam melakukan kekerasan kepada mereka. Islam melarang melakukan kekerasan kepada umat yang lain, walaupun mereka itu adalah berbeda agama dan keyakinan. Tetapi sikap menghormati keyakinan orang lain jangan sampai meyakini kebenaran agama lain. Disinilah perbedaan antara sikap menghargai banyaknya agama (pluralitas agama) dan mengakui kebenaran agaam-agama (paham pluralism agama) dan menggabungkan ritual,hokum dan ajaran agama-agama (sikap pluralism agama). Islam hanya mengakui keberadaan (bukan kebenaran) agama-agama, dan mengharamkan umatnya untuk meyakini kebenaran lain dan mencampur adukkan ritualnya dengan ritual agama yang lain. Semoga kita tetap waspada dengan segala agenda yang akan merusak keyakinan beragama. Fa’tabiru ya ulil albab.( Muhammad Arifin ismail /Buletin ISTAID , 5 Februaru 2011 )
Subscribe to:
Posts (Atom)