“ Orang yang merasa bahwa dalam kekayaannya ada bagian tertentu bagi orang miskin yang meminta atau tidak meminta ” ( QS. Ma’arij : 25-26).
Ibnu Asakir meriwayatkan dari sahabat Anas bahwa khutbah pertama yang dibacakan Rasulullah saw adalah sebagai berikut : Setelah nabi memuji Allah swt, beliau bersabda : “ Wahai manusia..Sesungguhnya Allah telah memilih Islam sebagai agama kamu, oleh karena itu hendaklah kamu menjalin hubungan yang baik di antara sesame pengikut Islam dengan bersikap pemurah dan berakhlak yang baik. Ketahuilah, sesungguhnya sifat pemurah itu adalah laksana sebatang pohon di dalam syurga dan ranting-rantingnya berjuntai ke dalam dunia. Maka barangsiapa di kalangan kamu bersikap pemurah, maka dia akan senantiasa bergantungan dengan ranting tersebut sehingga Allah masukkan dia ke dalam syurga..Ketahuilah, sesungguhnya sifat kikir itu adalah sebatang pohon di dalam neraka dan ranting-rantingnya berjuntai ke dalam dunia. Oleh karena itu barangsiapa yang bersifat kikir, maka dia senantiasa bergantungan di ranting tersebut sehingga dimasukan Allah orang yang kikir itu ke dalam neraka ( Rasulullah mengucapkan perkara ini dua kali, untuk memberi penekanan dan perhatian kepada yang mendengar )..Oleh karena itu jadilah orang yang pemurah semata-mata karena Allah, dan bersikaplah dengan akhlak pemurah karena Allah “.
Dari khutbah pertama ini dapat dilihat bahwa menjalin hubungan yang baik dengan sesame pengikut agama adalah merupakan asas beragama, dan sikap hubungan yang baik itu harus dinampakkan dalam akhlak mulia, dan sikap pemurah kepada orang lain, dan siap untuk memberikan bantuan dan pengorbanan kepada agama. Sebab sudah menjadi peraturan hidup (sunatullah ) bahwa suatu agama tersebut akan mendapatkan kemenangan jika agama itu dibuktikan dengan akhlak pengikutnya dan kesiapan membantu orang lain dan membela agamanya. Oleh sebab itu dalam surah al Kautsar, Allah telah berfirman : “ Sesungguhnya (Kami ) telah memberimu nikmat yang banyak, maka lakukanlah shalat, dan berkorbanlah, sesungguhnya musuhmu akan binasa “. Banyak ulama tafsir menyatakan bahwa al Kausar adalah telaga al Kausar di dalam syurga, tetapi Imam Suyuti dalam tafsir Drarur Mansur menyatakan bahwa makna al Kausar itu menurut Mujahid juga bermakna “ alkhahir fid dunya wal alkhirah “, kebaikan di dunia dan akhirat. Kalimat al Kausar sendiri mempunyai akar kata yang sama dengan Katsir yang berarti banyak. ” Fashalli”, dalam mayoritas kitab tafsir dimaksudkan dengan dirikanlah shalat, tetapi dalam menurut sahabat nabi Ikrimah sebgaimana dalam tafsir Durarur Mansur dinyatakan bahwa makna ”Fashali” juga bermakna dan ”maka bersyukurlah dengan nikmat yang banyak tersebut ”.Bagaimana cara bersyukur dengan nikmat yang telah diberikan Allah tersebut..? Maka ayat selanjutnya menyatakan ” Wan Har ” dan berkorbanlah kamu. Perintah korban disini bukan saja menyembelih hewan qurban tetapi maksudnya dengan nikmat yang engkau miliki tersebut , maka engkau punya kewajiban untuk melakukan suatu pengorbanan untuk sebuah perjuangan kebenaran. Seakan-akan ayat ini menyatakan bahwa siapa yang telah memiliki kekayaan, kekuasaan, ilmu dan apa saja yang dimilikinya, maka dia mempunyai kewajiban pertama adalah mempergunakan harta kekayaannya, mempergunakan kekuasaannya, mempergunakan ilmu pengetahuannya, mempergunakan tenaga dan pikirannya untuk suatu kebaikan sebagai tanda kesyukuran terhadap nikmat yang diberikan. Kewajiban kedua adalah kewajiban sosial dengan nikmat tersebut, yaitu nikmat yang diberikan selain untuk dipakai kepada hal yang positip, disana ada kewajiban kedua, yaitu diberikan kepada perjuangan menegakkan agama dan kebenaran, itulah yang dimaksudkan dengan ”wan har ” berkorbanlah. Berkorban disini bukan hanya setahun sekali dengan menyembelih sapi, kambing dan unta; tetapi berkorban dengan maksud lakukan sebuah pengorbanan dengan apapun yang engkau miliki, sehingga pengorbanan tersebut dapat memberikan sumbangan kepada perjuangan agama. Jika engkau memiliki harta kekayaan, maka berikanlah sebagian harta tersebut untuk perjuangan agama, membantu orang miskin, anak yatim, membangun masjid, perpustakaan, rumah sakit, dan unit pelayanan sosial dan kegiatan dakwah. Jika engkau memiliki kekuasaan politik, maka pergunakanlah kekuasaan politik itu untuk meningkatkan dakwah dan melaksanakan ajaran agama. Jika engkau memiliki ilmu pengetahuan, maka lakukan pengorbanan dengan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan kepada masyarakat dan mereka yang memerlukan. Jika engkau mempunyai kepakaran di dalam bidang tertentu seperti kedokteran, teknik, manajemen, maka lakukanlah pengorbanan dalam bidang tersebut untuk masyarakat yang memerlukan.Inilah maksud ayat ” Wan Har ”, dan berkorbanlah kamu untuk perjuangan agamamu sesuai dengan bidang dan kemampuan kamu masing-masing. Siapapun yang melakukan sikap pengorbanan untuk agamanya ini , maka agama tersebut akan meraih kemenangan. Itulah makna ayat ” Inna Syaa’ni’akan huwal abtar ”. Sesungguhnya siapapun pesaing engkau, musuh engkau maka mereka itu akan hancur. Mengapa mereka hancur..? Karena engkau telah mempergunakan nikmat dengan cara yang positip dan baik, dan lebih dari itu sebab engkau telah mempergunakan sebgain daripada nikmat itu untuk sebuah pengorbanan. Siapapun yang telah berjuang dan berkorban, pasti mendapatkan kemenanangan. Ini sunatullah dalam kehidupan.
Banyak orang menyangka bahwa jika dia sudah melaksanakan zakat harta, maka dia sudah lepas dari kewajiban untuk membantu orang lain , apalagi membantu perjuangan agama dan dakwah. Ini adalah anggapan yang salah, sebab zakat hanyalah kewajiban dirinya terhadap harta sedangkan perjuangan agama memerlukan pengorbanan yang lebih daripada zakat. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Usman bin Afan berkata kepada Ka’ab : ” Wahai Ka’ab, apakah kamu berpendapat sekiranya jika zakat telah dibayar, adakah ia akan mendatangkan kesusahan kepada pemiliknya di alam akhirat nanti ? Ka’ab berkata : ” Tidak ”. Mendengar jawaban Ka’ab tersebut , sahabat nabi Abu Dzar berkata kepada Ka’ab : ”Wahai Ka’ab, sambil mengarahkan tongkatnya keada Ka’ab, engkau mendakwa bahwa seseorang itu telah terlepas dari tanggungjawab hartanya jika dia telah membayar zakat ? Tidakkah engkau membaca firman Allah : ” Dan mereka ( orang Anshar ) lebih mengutamakan orang lain ( muhajirin ) daripada diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam keadaan susah ” ( Q.S.Al Hasyr : 9 ). Dalam ayat yang lain, Allah juga berfirman : ” Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang tertawan dalam peperangan ” ( QS. Insan : 8 ). Demikian juga dalam ayat yang lain : ” ( Orang beriman adalah ) orang yang merasa bahwa dalam harta kekayaannya ada bagian tertentu bagi orang miskin baik orang miskin itu meminta atau tidak meminta ” ( QS. Ma’arij : 25-26).
Sikap pengoraban inilah yang ditunjukkan oleh Abubakar sehingga beliau sedia memberikan emas sebanyak 500 gram kepada majikan Bilal, demi menebus saudaranya sesama muslim tersebut yang sedang disiksa, padahal harga budak seperti Bilal pada waktu itu hanya 5 gram emas. Hal ini dilakukan Abubakar sebelum adanya perintah zakat. Demikian juga sikap Abubakar sewaktu Rasulullah memerlukan biaya untk berjihad maka Abubakar memberikan seluruh kekayaan yang dimiliknya, demikian juga Umar bin Khattab memberikan sseparuh kekayaannya, dan hampir semua sahabat memberikan sepertiga kekayaannya untuk keperluan jihad dan perjuangan, walaupun mereka telah mengeluarkan zakat dan selalu bersedekah. Tetapi demi perjuangan agama, mereka siap berkoran setiap diperlukan. Inilah sebabnya perjuangan Islam pada masa lalu tetap mendapat kemenangan, sebab pengikut agamanya selalu berlomba-lomba untuk memberikan pengorbanan apa saja yang dimilikinya. Apakah umat Islam hari ini masih memiliki semangat pengorbanan sebagaimana yang telah dilakukan Abubakar Shiddiq, Umar bin Khttab, dan sahabt nabi yang lain. Anehnya sikap pengorbanan untuk agama dan kemanusiaan ini malah banyak dilakukan oleh agama lain untuk memperjuangkan agamanya sebagaimana dilakukan oleh Soros(sepertiga kekayaannya untuk memperjuangkan agamanya ) , dan Bil Gates dan isterinya dimana sepertiga kekayaan mereka untuk amal sosial; sedangkan kebanyakan umat Islam yang kaya sudah merasa cukup dengan zakat, sedekah, umrah dan haji, jika hanya itu saja, tanpa pengorbanan yang lebih besar, bagaimana mungkin kita mendapatkan kemenangan..? Fa’tabiru Ya Ulil albab.
No comments:
Post a Comment