“ Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakanmu “ ( QS. Al Alaq : 1 ).
Baru-baru ini seluruh dunia dikejutkan dengan kejadian penembakan membabibuta seorang mahasiswa asal korea di sebuah universitas Amerika, Virginia Tech dengan memakan korban tigapuluh dua mahasiswa yang sedang mengikuti perkuliahan. Hal ini sangat mengejutkan masyarakat dunia sebab Amerika yang selama ini dianggap sebagai negara yang paling demokratis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah, apalagi dalam sebuah perguruan tinggi, ternyata menghasilkan seorang mahasiswa emosional yang dengan seenaknya menembak kawan-kawannya dengan membabibuta. Mengapa hal ini dapat terjadi di sebuah lembaga ilmu pengetahuan? Seorang mahasiswa yang sepatutnya berpikir rasional, ternyata tidak dapat menahan rasa marahnya sehingga dengan begitu mudah melakukan tindakan brutal dan terror kepada warga kampus. Berarti lembaga pendidikan Amerika telah melahirkan seorang teroris, dan melakukan kegiatan terorisme di dalam negara yang katanya anti terorisme.
Padahal beberapa tahun yang lalu, sewaktu kejadian peledakan menara “ World Trade Center” di Amerika, atau yang lebih terkenal dengan nama “ kejadian 11 September 2001 “, langsung Amerika menuduh bahwa peledakan tersebut dilakukan oleh gerakan al Qaeda yang dipimpin oleh Osamah bin Laden, ditambah lagi dengan kejadian peledakan di bali, Inggeris dan lain sebagainya, maka masyarakat barat langsung menghubungkan tindakan teroris tersebut dengan sekolah madrasah dan pondok pesantren. Dengan begitu mudah mereka menuduh bahwa tindakan teroris yang dilakukan oleh sebagian umat islam tersebut ( walaupun belum terbukti sampai hari ini bahwa sebelas September itu dilakukan oleh umat Islam ) dan langsung menuding bahwa ini akibat kurikulum pesantren atau madrasah. Sehingga di Pakistan beberapa madrasah di tutup dan diserang dengan alas an menjadi gudang teroris, dan di beberapa negara sekolah-sekolah islam , pondok pesantren dicurigai dan diawasi oleh aparat negara.
Anehnya, sewaktu tindakan terror tersebut dilakukan oleh Mahasiswa Amerika di kampus Amerika, tidak ada yang menuding bahwa kampus amerika telah mendidik teroris, demikian juga sewaktu kasus penganiayaan praja (mahasiswa) yang terjadi di Instituit Pemerintahan Dalam negeri ( IPDN ), tidak langsung orang berpikir bahwa lembaga pendidikan calon pemimpin bangsa itu merupakan sarang premannisme; tetapi mengapa sewaktu seorang muslim atau bekas santri sebuah pesantren melakukan tindakan terror langsung media mengarahkan opini masyarakat bahwa sekolah agama, madrasah, pesantren merupakan gudang teroris, sehingga perlu diawasi , dan dirubah kurikulumnya. Apakah dengan adanya ayat jihad dalam Al Quran maka al Quran itu mengajarkan tindakan terror, padahal ayat jihad itu menyuruh umat islam untuk mempertahankan agama daripada serangan musuh. Apakah dengan belajar menembak bagi pasukan tentera, maka dianggap bahwa tentera itu dianggap teroris. Apakah dengan memiliki nukler bagi suatu negara maka dianggap itu negara teroris, seperti Amerika, Israel, Rusia, India , Korea Utara, dan Iran ? Oleh sebab itu jika Amerika, India, Korea Utara, Rusia boleh memiliki nukler, mengapa Iran tidak boleh memiliki senjata nukler. Ini merupakan cara berpikir yang salah, dan tidak adil. Jika cara berpikir ini benar, mengapa kita tidak menuding bahwa universitas di Amerika mendidik teroris, karena terbukti mahasiswanya melakukan tindakan terror kepada kawannya sendiri.
Tetapi dengan kejadian tersebut dapat kita lihat bahwa sebenarnya pendidikan di Amerika, atau pendidikan seperti di IPDN telah gagal menciptakan orang yang baik, sebab ternyata lembaga pendidikan tersebut hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi tidak mengajarkan akhlak, sopan santun, adab, dan etika yang patut dihormati oleh semua orang terutama oleh insan akademis. Ini sebagai bukti bahwa lembaga pendidikan dunia pada saat ini, dengan kurikulum secular, kurikulum yang memisahkan antara nilai-nilai agama, nilai-nilai iman dalam pendidikan, maka berakibat kepada lahirnya pelajar dan mahasiswa yang tidak memiliki akhlak. Padahal kajian ilmiah dari Harvard University menyatakan bahwa sebenarnya keberhasilan seseorang itu tergantung kepada kecerdasan emosional 85 persen dan kecerdasan intelektual hanya 15 persen. Apalagi dengan penemuan baru lagi disebutkan bahwa manusia tidak hanya memiliki kecerdasan emosional, dan intelektual tetapi juga memiliki kecerdasan spiritual. Malahan akhir-akhir ini kecerdasan emosional itu dipisahkan dengan kecerdasan emosional secara pribadi dan emosioal secara social yang disebut dengan kecerdasan social.
Akibat dari sistem lembaga pendidikan yang hanya mengutamakan kecerdasan intelektual, maka pelajar dan mahasiswa akan lemah dalam kecerdasan emosional, social, dan spiritual. Hal ini terjadi sebab kurikulum pelajaran dan pendidikan selama ini hanya mengacu kepada kecerdasan intelektual. Hanya saja akhir-akhir ini sudah diperkenalkan dengan kurikulum berbasis kompetensi, tetapi nampaknya masih coba-coba dan pelaksana pendidikan belum siap sepenuhnya. Terbukti dengan kurikulum tersebut yang katanya tidak mementingkan kecerdasan intelektual saja, tetapi meliputi seluruh bakat anak, sehingga tidak mengenal juara kelas, sebab semua anak pandai dalam bidang masing-masing; tetapi mengapa pada waktu ujian nasional diadakan target angka kelulusan, yang hanya terbatas kepada kurikulum intelektual. Malahan akibat mengejar target angka kelulusan tersebut, banyak sekolah bermain kucing-kucingan dengan muridnya, dimana murid yang sedang ujian langsung mendapat jawaban dari gurunya sendiri melalui sms handphone; sebab sekolah nanti malu jika muridnya tidak lulus dan tuidak mendapat target kelulusan. Untuk apa mengejar kelulusan yang ditargetkan jika untuk itu dilakukan pengkhianatn ilmu , sehingga jika sekolah saja sudah melakukan pembocoran jawaban kepada muridnya sendiri, mungkinkah si murid akan belajar dengan baik dan menjadi murid yang berakhlak..? Ada pepatah yang mengatakan jika guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari; bagaimana generasi akan datang menjadi generasi yang berkualitas jika sekolah saja sudah bermain dengan angka dalam ujian untuk mengejar target. Maka sebenarnya kasus di Virginia tech University, dan IPDN adalah gambaran tentang lembaga pendidikan dunia hari ini. Di barat lembaga pendidikan yang tidak mengajarkan akhlak dan nilai-nilai moral akibat dari dipisahkannya agama dalam sains dan teknologi; sedangkan IPDN adalah gambaran daripada sistem pendidikan nasional yang penuh dengan ketidak jujuran antara pelaksana pendidikan dengan pelajar atau mahasiswa. Tidak jujur dalam menerima pelajar, tidak jujur dalam melakukan ujian, tidak jujur dalam mendapatkan gelar dan ijazah; berarti lembaga pendidikan kita telah mengajarkan ketidak jujuran sehingga jika tamat menjadi pejabat, pegawai, pedagang, tokoh masyarakat, yang dibawa dari sekolahnya bukanlah ijazahnya, atau kecerdasannya, tetapi ketidak jujurannya.
Jika demikian , maka tidak salah mengapa sampai hari ini bangsa kita tidak pernah bangkit daruipada krisis kekepimpinan, sebab walaupun pemimpin itu memiliki segudang gelar, memiliki segudang pengalaman, tetapi ketidak jujuran yang telah diajarkan oleh lembaga pendidikannya, ditambah lagi dengan media massa, dan contoh perlakukan masyarakat merupakan sekolah terbaik untuk dirinya. Jika dulu ada orang berkata “ rajin pangkal pandai” tetapi sekarang yang rajin kalah ujian sedangkan yang tidak jujur lulus ujian; jika dulu ada pepatah “hemat pangkal kaya”, tetapi sekarang siapa yang berkolusi maka dia jadi kaya, siapa jadi pejabat pasti cepat kaya. IPDN yang mengajarkan kekerasan menjadi sekolah calon pemimpin, Virginia tech perguruan tinggi teknologi melahirkan teroris, sedangkan pesantren, madrasah yang mengajarkan nilai-nilaiiman dan akhlak dicurigai, sekolah-sekolah sudah biasa melakukan ketidakjujuran, bagaimana mungkin generasi akan datang akan menjadi generasi pemimpin yang beriman, berakhlak dan berilmu..? Sebab itulah dalam Al Quran tertera ayat yang artinya “ bacala dengan nama Tuhanmu yang menciptakanmu “ ( QS. Al Alaq : 1 ) agar umat manusia dalam mencari ilmu, dalam belajar tidak melupakan nilai-nilai keimanan kepada Tuhan, sebab nilai-nilai iman kepada Tuhan itulah yang dapat mengontrol dan mengawasi emosi dan akhlak manusia. Fa’tabiru ya Ulil albaab.
No comments:
Post a Comment