Terjemahan :
Katakan : Hai orang kafir !(1) Saya tidak menyembah apa yang kamu sembah (2) Dan kamu juga tidak perlu menyembah apa yang kami sembah (3) Dan saya tidak pernah menyembah apa yang kamu sembah (4) Dan kamu juga tidak pernah menyembah apa yang aku sembah (5) Bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku ( 6 ).
Sebab turun ayat :
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Said bin Mina, bahwa ada beberapa orang tokoh myusrikin Makkah, Walid bin Mughirah , Aswad bin Muthalib dan Umayah bin Khalaf menjumpai nabi Muhammad dan berkata : Hai Muhammad bagaimana jika engkau menyembah apa yang kami sembah dan nanti kami menyembah apa yang engkau sembah dan engkau bergabung dengan kami dalam segala urusan, dan kami juga akan ikut kamu dalam segala urusan, dan nanti jika apa yang ada pada kami lebih baik dariapa yang ada pada kamu, maka kamu telah mendapat sesuatu, dan jika nanti apa yang kamu punya lebih baik dari apa yang kami punya maka kami telah mendapat keuntungan “, maka Allah segera menurunkan surah al Hakirun kepada Nabi, sebagai petunjuk dalam bersikap terhadap usulan mereka.
Sedang menurut Ibnu Abbas Surah ini turun disebabkan orang kafir Qurasiy menawarkan kepada nabi muhammad harta kekayaan, sehingga menjadi orang yang terkaya di Makkah, dan akan dicarikan perempuan yang paling cantik, dengan syarat agar nabi menghentikan untuk mengatakan yang tidak baik terhadap tuhan mereka (berhala), dan jika tidak mau juga mereka menawarkan kepda nabi, jalan kompromi yaitu bagaimana jika satu tahun mereka (orang kafir Makkah) menyembah Allah dan pada tahun selanjutnya berganti dimana Muhammad dapat menyembah tuhan mereka. Sebab adanya tawaran dari kaum kafir Makkah ini, maka Allah menurunkan surah al kafirun, sebagai petunjuk bersikp dengan tawaran orang kafir tersebut. (Imam Suyuthi, Durrur Manstur fi tafsir Ma;tsur, jilid 6, hal.692).
Tadabbur ayat :
Jika kita kaji ayat yang pertama berarti : “ Katakanlah Hai orang kafir “, maka ayat pertama ini menyuruh nabi Muhammad berani bersikap dan berani berkata untuk menolak tawaran tersebut. Beda jika ayat tersebut berbunyi : “ Hai Muhammad : engkau tidak boleh menyembah apa yang mereka sembah “, sebab ayat ini hanya memberikan keyakinan ke dalam hati, bukan ayat untuk memerintahkan bersikap. Tetapi kalimat “ Hai orang kafir “, ini lebih tegas sebab menyuruh Nabi untuk berani bersikap tegas. Inilah sikap orang beriman dalam merespon gangguan akidah yang datang dari agama di luar Islam. Ini bukan masalah toleransi, tetapi masalah sikap menghormati keyakinan, sehingga agama lain tidak boleh ikut campur untuk mengatur keyakinan agama Islam. Ibnu Katsir menyatakan bahwakata-kata : “ orang kafir “ dalam ayat ini berlaku untuk semua orang kafir di seluruh muka bumi, tidak terbatas kepada orang kafir Makkah. ( Ibnu Katsir, Tafsir Quran al’Adzim, jilid4,hal.631)
Ayat kedua : “ Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah “. Inilah sikap seorang mukmin yang harus dipahami dan dihormati oleh orang yang berlainan agama, bahwa dalam keyakinan tak dapat ditukar-tuar, diganti-ganti dengan alas an apapun juga. “Tidak menyembah”, maksudnya tidak meenyembah tuhan mereka, tidak beribadah dengan cara ibadah mereka, tidak memakai atribut yang merupakan identiras agama mereka, tidak ikut perayaan hari besar meraka, sebab setiap agama mempunyai tuhan yang disembah, tatacara ibadah, identitas dan atribut yang dipakai pada hari kebesaran agama masing-masing, oleh sebab itu mari setiap penganut agama menghormati setiap agama lain, jangan memaksa agama lain untuk ikut dalam acara mereka. Imam Fakhrudin Razi dalam tafsirnya menyakatan bahwa makna “ Tidak menyembah apa yang mereka sembah “ berarti mengingkari dengan hati, lisan dan perbuatan/tindakan segala tatacara ibadah mereka.
Ayat ketiga “ dan kamu juga tidak perlu menyembah apa yang kami sembah “. Jika seorang muslim tidak akan ikut acara-acara agama lain atau simbol-simbol dan atribut agama lain,maka penganut agama lain juga tidak perlu ikut-ikut acara agama Islam, atau memakai atribut, dan identitas agama Islam, sebab dapat membuat kekacauan dalam masyarakat. Bukanlah sikap toleransi dengan mengikut acara agama lain, sebab itu menghilangkan identitas dan ciri khas agama, maka dengan melarang pengikut agama lain untuk mengikuti ibadah, identitas agama lain, itulah makna toleransi beragama, sebab dengan sikap ekslusif itu agam masing-masing akan terjaga dan menjadi terhormat, malahan jika umat suatu agama ikut-ikut tatacara penyembahan agama lain, itu merupakan sikap pelecehan terhadap suatu agama.
Ayat keempat dan kelima: “ Dan kamu tidak pernah menyembah apa yang aku sembah , dan aku tidak pernah menyembah apa yang kamu sembah “. Jika pada ayat kedua dan ketiga kata-kata menyembah dalam kata kerja sekarang dan akan datang ( fi’il mudhari’), sedangkan pada ayat empat dan lima, kata menyembah dalam kata kerja terdahulu ( fi’il madhi ), sehingga makna ayat dua dan tiga “ kami tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kami tidak mengharapkan agar kamu menyembah apa yang kami sembah “, sedang pada ayat empat dan lima bermakna “kami tidak pernah menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu juga tidak pernah menyembah apa yang telah kami sembah “. Seakan-akan dikatakan , jika selama ini kami tidak menyembah apa yang kamu sembah, mengapa sekarang kamu mememinta agar kami menyembah apa yang kamu sembah. Berati dalam ayat ini tersirat bahwa permintaan tersebut bukanlah permintaan yang jujur, tetapi suatu strategi orang kafir untuk menipu atau mengelabui orang islam dalam tatacara ibadah, sebab jika orang kafir kan menyembah apa yang kami sembah, maka nanti kamu meminta agar kami menyembah apa yang kamu sembah.
Dalam ayat ini tersirat pesan agar umat Islam berhati-hati dengan strategi orang kafir dalam merusak akidah dengan percampuran tatacara ibadah atau ikut-ikutan perayaan dan atribut beribadatan.
Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini bekata bahwa “ aku tidak menyembah apa yang kamu sembah “, maksudnya bahwa aku tidak melakukan tatacara ibadah agama kamu, tidak melakukannya dan juga tidak pernah ikut-ikutan untuk melakukannya, sebab aku hanya menyambah Allah dengan tatacara yang disukaiNya dan tatacara yang diridhaiNya. Ibnu Katsir melanjukna bahwa dalam ayat “ dan kamu tidak pernah pernah menyembah apa yang aku sembah “, maksudnya kamu (orang kafir) tidak mengikuti perintah Alah dan hukum syariatNya dalam tatacara ibadah, sebab tatacara ibadah orang kafir itu merupakan kreasi mereka sendiri.
Ayat ke-enam “ Bagi kamu agama kamu bagi kami agama kami “. Ini merupakan ayat untuk mengajarkan umat islam agar menghormati agama lain, dan agama lain juga harus menghormati agama Islam. Jika ayat diatas berbicara sikap keyakinan umat Islam terhadap ajakan orang mencampur adukkan tatacara ibadah atau atribut peribadatan, dimana umat islam harus tegas menolak ajakan tersebut, maka ayat terakhir ini, menyatakan tentang adab sesama umat beragama untuk saling menghormati keyakinan, tatacara ibadah, dan atribut peribadatan masing-masing, sehingga perbedaan keyakinan, perbedaan tatacara ibadah, perbedaan atribut peribadatan tidak merupakan penyebab peperangan, perkelhian, kekacauan sesama umat beragama.
Ibnu Abbas menyatakan bahwa dengan pernyataan “ bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku “, itu eakan-akan nabi berkata : Sesungguhnya aku dibangkitkan kepada kamu untuk mengajak kamu kepada kebnaran dan keselamatan, dan jika kamu tidak menerima ajakanku, maka jangan ikut aku, dan tinggalkan aku dan jangan engkau ajak aku kepada syirik”.
Inilah sikap seorang muslim, tegas dalam akidah dan prinsip keyakinan, sehingga tidak perlu mengikuti tatacara ibadah agama lain, sebab kita berbeda dengan mereka; tetapi ketegasan itu harus diikuti dengan akhlak yang mulia, bukan dengan pertengkaran dan peperangan, tetapi dengan sikap menghargai perbedaan.
Sejarah membuktikan bahwa perbedaan keyakinan pada masa lalu tidak menimbulkan perkelahian, maka hal tersebut dapat diwujudkan pada masa akan datang tanpa memaksa kelompok lain untuk mengakui kebenaran agama lain, atau mengikuti tatacara ibadah, atau mengikui perayaan hari besar agama yang lain.
Zaid bin Harisah berkata : Hai Rasul ajarkan aku sesuatu yang harus aku baca sebelum tidurku , maka nabi menjawab : Apabila engkau akan tidur bacalah Qs.Alkafirun, karena sesungguhnya itu dapat melepaskan kamu daripada syirik “.(rwayat Ahmad dan Thabrani ).
Nabi menganjurkan umatnya agar membaca Surah al Kafirun dengan maksud agar umat Islam tidak akan terperangkap dalam segala upaya orang kafir yan akan mengajak atau memaksa umat islam untuk megikuti budaya, cara hidup, pemakaian atribut dalam perayaan, ibadah dan lain sebagainya. Itulah sebabnya nilai surah alKafirun ini sama dengan sepertiga AlQuran, sebab pemahaman surah ini dapat menguatkan akidah umat dan bersikap terhadap ajakan orang kafir. Kehidupan harmonis dalam masyarakat hanya dapat terjadi setiap agama menghormati keyakinan agama lain yang dibuktikan dengan menghormati tatacara ibadah, atribut dalam perayaan agama, inilah toleransi agama, bukan dengan cara mengikuti atau ikut merayakan hari besar agama lain dengan ikut-ikutan simbol dan atribut mereka. Fa’tabiru ya Ulil albab.